Tergelitik dan terinspirasi dari tulisan saudara Rintar, tentang Brunei Darusalam yang sedang reses karena hanya mengandalkan SDA (Sumber Daya Alam) untuk menopang kehidupan negerinya, lalu hasil itu dipakai subsidi besar-besaran untuk rakyatnya, dan ketika ada masalah dengan hasil dari SDA, baik itu masalah menipisnya ketersediaan SDA itu sendiri, maupun menurunnya harga dari sumber yang dihasilkan (minyak dan gas), maka kacaulah negeri itu dihantam krisis.
Selanjutnya Saudara Rintar juga menyebut, pentingnya membangun kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), agar lebih produktif dan kualitas. Bukan menina-bobokan Warga dengan besarnya subsidi yang ujung-ujungnya malah akan membuat mereka akan terbuai gelimang harta negerinya, malas, dan konsumtif.
Lebih parah lagi warga Brunei  Darussalam diperlihatkan gaya hidup mewah pemimpinnya ( Sultan Hasanal Bolkiah). Siapa tak kenal sang Sultan yang kolektor Mobil itu?
Kalau Pak Rintar menyoroti tentang koleksi Rolls-Royce Silver Spurs Limo yang berharga dari Rp. 192,9 Milyar, maka saya naksir koleksi Bugatti Veyron sang Sultan.
Kenapa?
Karena saya penyuka kecepatan. Satu lagi, Veyron hanya ada sebiji dijual di Indonesia. Itu pun dijual dengan harga sekitar Rp 90 Milyar. Untuk mengganti ban sepasang depan sekitar Rp 1,5 Milyar.
Berarti keempat rodanya berharga Rp 3 Milyar.
Udah, saya tidak akan bahas tentang segala Bugatti koleksi sang Sultan.
Saya akan membahas pentingnya membangun sumberdaya manusia sebagai pondasi berdirinya sebuah bangsa yang hebat. Unggul dalam hal kualitas sumber daya manusia. Bukan kekayaan alam semata. Diakui atau tidak, kekayaan alam makin lama makin tipis. Sumber minyak fosil adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui. Satu saat akan habis. Itu pasti...
Dan ketika hasil SDA dijadikan pilar penghasilan, tanpa didukung dengan kemampuan SDM yang memadai, tunggulah Kebangkrutan. Karena hanya itu yang menjadi tumpuan negeri. Kalau sudah begitu apa lagi yang diharap?
Negeri miskin, sumber daya manusia tak berkualitas, kiamatlah itu.
Kalau boleh dianalogikan, negeri yang menina-bobokan warganya dengan subsidi yang melimpah itu ibarat orang tua yang memanjakan anak-anaknya dengan materi, memberi apapun yang diinginkan anaknya, memberi anaknya warisan harta tanpa membekali anaknya dengan pendidikan yang layak. Sehingga membuat anak-anaknya bodoh, tapi melimpah harta tanpa bisa mengelolanya. Dan ketika meninggal, lambat laun harta itu akan habis, dan bangkrut.
Lalu adakah contoh negara yang mendidik warganya, membangun kualitas SDM dengan cara membentuk kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik dengan kedisiplinan?
Jepang salah satu contoh negara yang tak begitu pusing soal penghasilan dari Sumber daya alam. Jepang sibuk membuat barang-barang produksi yang akan dipakai oleh masyarakat seluruh dunia.
Di belahan bumi ini siapa yang tak memakai barang produksi Jepang? Siapa yang tak menggunakan barang otomotif buatan Jepang?
Bahkan mayoritas kendaraan PBB adalah Toyota. Sehingga walau Jepang tidak mempunyai banyak Sumber Daya Alam yang bisa di Eksplorasi untuk dijadikan duit, mereka nggak pusing.
Mereka asyik melakukan riset untuk memproduksi barang-barang yang akan memudahkan hidup manusia. Mereka membangun dengan segenap kedisiplinan yang tinggi.
Beda Jepang, tentu jauh beda dengan Brunei. Kalau Brunei memberi segudang kemudahan warganya dengan segala subsidi, maka Jepang akan sangat mengapresiasi warganya yang bisa memberi kontribusi. Memberi upah tinggi pada pekerja yang berkualitas. Dengan begitu warga Jepang tahu artinya gimana harus hidup, kerja cerdas dan keras. Karena hanya itulah yang akan bisa menjamin kelangsungan hidup mereka dengan layak.
Tanpa itu, siap-siap menjadi tuna wisma alias gelandangan bin gembel. Karena harga properti sangat mahal di Jepang. Wajar, mengingat penduduk Jepang yang lumayan padat dengan besaran area yang tak begitu luas, serta biaya hidup yang mahal.
Warga Jepang tak kenal istilah santai. Karena itu bukan budaya mereka. Karena faktor tuntutan hidup. Karena mereka sadar bahwa tak bisa menyandarkan kehidupan pada subsidi pemerintah semata.
Mereka sadar betul, bahwa mereka tak punya banyak sumber daya alam yang cukup banyak untuk bisa menopang berdirinya satu negara yang makmur.
Apa jepang tak pernah reses?
Tentu saja pernah. Tiap negara pasti pernah mengalami resesi. Tapi beda cara menyikapinya. Jepang lebih tangguh dalam menyelesaikan krisis. Jepang tak melankolis, tak cengeng.
Kenapa?
Karena mereka punya kualitas sumber daya manusia yang hebat dan mumpuni untuk bisa diajak menyelesaikan krisis bersama.
Walau misalnya sama-sama didera krisis, antara Jepang dan Brunai tetap beda. Sama-sama kurang duit, beda cara penyelesaian.
Satunya tegar dengan lebih bekerja keras, satunya meratapi nasib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H