Mohon tunggu...
Husen Kahfi
Husen Kahfi Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis (2021-Sekarang),Penulis (2016-Sekarang),Penulis Lagu (2020-Sekarang)

Seorang penulis dan redaktur berpengalaman di bidang jurnalisme dan ekonomi. Menguasai analisis mendalam dengan gaya penulisan yang jelas dan menarik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamat Hari Guru: Apa Kabar Guru Indonesia, Sudahkah Sejahtera?

25 November 2024   21:19 Diperbarui: 25 November 2024   21:35 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Guru Sedang Mengajar. (Sumber:Epapers.com)

Artikel Ditulis: Husen Kahfi

Penyelaras Tulisan: Anggi Bhakti W.

Pada 25 November setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional untuk memberikan apresiasi kepada para pendidik yang telah berjuang mendidik anak bangsa. Namun, di huru-hara pergelaran dan ucapan terima kasih dan pengakuan atas jasa mereka, terdapat realitas yang jauh dari kata 'ideal' mengenai kesejahteraan para guru di indonesia. Para guru, terutama guru honorer, masih menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka terpinggirkan dalam sistem pendidikan yang mereka jalankan. Kondisi ini tentu menjadi ironi mengingat peran penting guru dalam membentuk masa depan bangsa.

Seiring dengan perjalanan waktu, pemerintah Indonesia memang telah berupaya untuk memperbaiki nasib guru. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah program sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru. Sayangnya, meskipun kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan status guru, kenyataannya banyak guru yang masih merasa kesulitan dalam hal kesejahteraan. Berdasarkan laporan terbaru dari IDEAS (2024), sekitar 74% guru honorer di Indonesia masih memperoleh gaji di bawah Rp2 juta per bulan. Bahkan, beberapa di antaranya hanya mendapatkan Rp500 ribu, angka yang jelas tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Jika kita melihat data lebih dalam, kita akan menemukan fakta bahwa gaji guru Indonesia terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Di Malaysia, gaji guru rata-rata sekitar Rp5,5 juta, di Filipina mencapai Rp6,97 juta, dan bahkan di Singapura, seorang guru bisa mendapatkan Rp11,93 juta per bulan. Angka-angka ini menunjukkan betapa jauh ketimpangan yang terjadi di sektor pendidikan Indonesia, namun sayangnya realita ini sering kali dianggap acuh oleh pemerintah.

Kondisi guru yang seperti ini tentu menjadi hambatan besar dalam dunia pendidikan kita. Dengan gaji yang minim, banyak guru yang merasa tidak dihargai atas kerja keras mereka. Tidak hanya itu, sebagian besar guru honorer juga harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Proses pengangkatan yang rumit dan tidak transparan ini membuat banyak guru kehilangan harapan untuk mendapatkan kesejahteraan yang layak.

Lebih dari masalah gaji, terdapat juga masalah struktural dalam sistem pendidikan Indonesia yang mempengaruhi posisi guru. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, kekurangan fasilitas dan dukungan yang memadai, sementara guru masih dipaksa untuk menghadapi tantangan berat dalam mengelola kelas dengan keterbatasan yang ada. Ada pula masalah lain terkait ketimpangan dalam distribusi guru, di mana guru di daerah perkotaan seringkali lebih banyak mendapatkan perhatian daripada mereka yang bekerja di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Akibatnya, kualitas pendidikan yang diberikan menjadi tidak merata, dan banyak siswa di daerah terpencil yang tidak memperoleh pendidikan berkualitas.

Selain itu, terdapat masalah lain yang tak kalah penting, yakni kurangnya apresiasi dari masyarakat terhadap profesi guru. Banyak orang tua dan siswa yang tidak menghargai betapa beratnya tugas seorang guru. Di tengah kemajuan teknologi dan perubahan sosial, sikap terhadap guru pun mulai bergeser. Banyak siswa yang tidak lagi menganggap penting nilai-nilai yang diajarkan oleh guru, dan bahkan cenderung menanggap remeh peran mereka. Padahal, guru bukan hanya mengajar, tetapi juga membentuk karakter, membimbing, dan memberi inspirasi kepada generasi muda.

Pendidikan Tanpa Apresiasi?

Perlakuan terhadap guru yang tidak sesuai dengan pengorbanan mereka dalam mendidik anak-anak bangsa mencerminkan ketidakseimbangan yang ada dalam masyarakat kita. Guru sering kali dianggap hanya sebagai pekerja dengan tugas yang monoton tanpa penghargaan yang setimpal. Keadaan ini juga dipicu oleh budaya sosial yang menganggap profesi guru sebagai pekerjaan yang tidak menjanjikan keuntungan materi, meskipun sesungguhnya mereka memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk masa depan negara. Sebagai ilustrasi agar kalian dapat membayangkan, banyak guru yang masih harus bekerja sampingan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang jelas mencerminkan ketidakadilan dalam pengakuan terhadap profesi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun