Mohon tunggu...
Husen Bafaddal
Husen Bafaddal Mohon Tunggu... Pengacara - husenbfd

No Money-No Justice-This Is Fact

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Palmerah Memang Merah

30 Desember 2020   15:58 Diperbarui: 30 Desember 2020   16:15 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Husen Bafaddal

Di Jakarta siapa yang tidak kenal Palmerah, sebuah daerah yang terletak di antara Jakarta barat dan Jakarta selatan, konon katanya asal usul namanya berasal dari kata Pal yang artinya batas atau patok, yang berwarna merah.

Menurut sejarah, pada masa lalu patok berwarna merah itu dijadikan sebagai batas wilayah kota Batavia (sekarang Jakarta) ke arah Bogor. Dahulu jika gubernur Belanda hendak ke Istana Bogor, maka pasti melewati jalur berpatok merah tersebut, para rombongan gubernur biasanya naik kereta kuda menuju Bogor dan mengistirahatkan kuda-kudanya di lokasi yang tidak jauh dari situ, yakni Pos Pengumben.

Lama-kelamaan patok merah tersebut menjadi penanda kawasan Palmerah dan dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Palmerah. Namun, sekarang patok merahnya sudah tidak ada lagi dan yang ada hanyalah tinggal patok berwarna hitam-pitih-kuning, di pinggir jalan raya.

Saat ini palmerah sebagai salah satu daerah yang sangat strategis di ibukota Jakarta karena dekat dengan pusat-pusat perkantoran (office), perbelanjaan (market), olah raga (sport) dan lain sebagainya ada di Palmerah. Hal ini yang membuat saya dan istri memilih Palmerah sebagai tempat domisili karena jarak aktivitas kerja saya dan istri tidak jauh dengan Palmerah.

“PENTOLAN PALMERAH”

Di setiap daerah pasti dikenal pentolannya termasuk juga di daerah Palmerah dan bahkan pentolan Palmerah inilah yang sangat berani dibandingkan didaerah lainnya, yaitu Kompas dan Tempo, keduanya adalah warga asli Palmerah yang saling bertetangga dan paling ditakuti di seantero republik, keduanya sering disebut sebagai anak “bandel” yang suka mencari atau membuat gara-gara/masalah serta kegaduhan di republik, jika terjadi suatu kegaduhan yang besar pasti keduanya dituduh sebagai biang keroknya.

Tempat nongkrong anak Palmerah ini juga terbilang luar biasa, kerjaannya nongkrong di semua perkantoran negara hanya bermodalkan kamera dan alat tulis, jika ada pejabat yang jalannya pincang keduanya akan berikan suatu Pal (Patokan) yang mengindikasikan adanya hal yang buruk dan kemudian dimuat dalam catatan Merah (Red Notice), itulah kerjaan anak Palmerah yang dianggap suka cari gara-gara melalui coretan tinta.

Saking dianggap suka mencari gara-gara, maka tidak sedikit yang memusuhi mereka, masih teringat pada tahun 2013 Kantor Tempo diserang oleh kelompok preman, satpam dianiaya, property loby kantor dihancurkan, pada tahun yang sama Wartawan Kontributor Kompas (Rahman Patty) di kota Ambon di aniaya ketika sedang menjalankan aktivitas peliputan dan tahun 2014 Wartawan Kompas (Michael Aryawan) di aniaya dan pelakunya merampas kamera di Yogyakarta.

“PALMERAH VS BANTENG MERAH”

Tipekal anak Palmerah yang suka cari gara-gara itu sudah biasa, bahkan sudah menjadi kultur dan identitas tersendiri yang menggambarkan “Gue anak Palmerah” yang dulu dianggap sebagai anak pinggiran batas kota Batavia (Jakarta), tetapi sekarang ketika anak Palmerah sudah bicara, maka semua anak-anak kota berdiri dipinggiran jalan membaca coretan tinta anak Palmerah.

Suatu hal yang paling dibenci oleh anak Palmerah adalah soal Korupsi dan yang paling menariknya ketika Tempo membongkar kasus Korupsi Bansos Kementerian Sosial yang kemudian diberi judul “Korupsi Bansos Kubu Banteng” tentu ini membuat kubu banteng merah merasa Gerang dengan ulah Tempo, apalagi hasil investigasi yang dilakukan Tempo menyebutkan adanya keterlibatan Anak Presiden Ke-1 (Puan Maharani) dan Anak Presiden ke-7 (Gibran Rakabuming Raka).

Gibran yang saat ini telah terpilih menjadi Walikota Solo, diduga terlibat dalam korupsi Bansos dengan adanya PT. Sritex sebagai pemasok tas (goodie bag) bansos yang direkomendasi oleh Gibran. Walaupun Gibran menyangkal keterlibatan hal itu, bukan berarti informasi yang dibongkar oleh Tempo tidak akurat, justru ada pengakuan oleh staff kementerian sosial terkait keterlibatan Gibran di PT. Sritex yang berdomisili di Kota yang saat ini dipimpin olehnya.

Tidak hanya itu, Tersangka Korupsi Juliari Batubara (Eks Mensos) yang mendapat keuntungan sebesar Rp. 17 Milliar, diduga sebagai operator banteng merah agar hasil korupsi didistribusikan ke beberapa daerah pilkada untuk memenangkan kubu banteng merah termasuk kepada Gibran di kota Solo, hal ini diindikasikan dari kedatangan Juliari Batubara beberapa kali ke semarang sebelum Pilkada mengunjungi pabrik bulog dan kunjungan-kunjungan yang gelap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun