Mohon tunggu...
Bisa-Bisa Aja
Bisa-Bisa Aja Mohon Tunggu... -

Hubungi saya untuk konsultasi politik/hukum, informasi pekerjaan, dan tawaran bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Inilah Orang di Balik Kesemrawutan Bogor

7 September 2013   16:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:13 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bogor Kota BERIMAN (Bersih, Indah, Aman, dan Nyaman). Itulah jargon kota Bogor yang selalu dibanggakan oleh warga Bogor. Betapa tidak? Kota Bogor ini adalah Kota yang masih asri dibandingkan dengan Jakarta, bahkan banyak orang Jakarta yang berpindah domisili karena keasrian Kota Bogor.

Namun, seiring perkembangan zaman dan semakin banyaknya kebutuhan, Kota Bogor pun tak dapat menghindari pesatnya pembangunan fisik. Hal ini membuat Bogor yang merupakan daerah penyangga Ibukota negara, mengalami pertumbuhan pembangunan yang begitu pesat sehingga seolah "tidak terkendali." Sebenarnya, suatu kota memiliki aturan untuk mengendalikan perkembangan pembangunan, yaitu dengan sebuha dokumen yang bernama: RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).

Bila kita cermati dengan seksama, pembangunan Kota Bogor sama sekali tidak menyalahi RTRW. Lokasi tempat berdirinya mall dan hotel di Bogor, sudah sesuai dengan land-use (peruntukan lahan) yang diatur oleh RTRW. Jadi, jika pembangunan Kota Bogor sekarang ini terlihat “semrawut,” itu berarti RTRW yang telah dibuat memang berantakan.

Contohnya, kasus Amaroosa Hotel yang baru berdiri disamping Tugu Kujang yang memang merupakan kebanggaan warga Bogor. Setidaknya ada dua kesalahan yang dibuat oleh Pansus RTRW. Pertama, menentukan peruntukan lahan di sekitar Tugu Kujang sebagai wilayah perdagangan dan jasa. Pemkot tidak menyalahi aturan jika menyetujui pembangunan hotel di Tugu Kujang, karena di situ memang wilayah komersial. Toh, di sekitarnya terdapat Botani Square dan KFC yang sudah ada terlebih dahulu.

Kesalahan kedua Pansus RTRW adalah tidak menentukan ketinggian maksimum bangunan di sekitar Tugu Kujang. Akibatnya, bukan salah Pemkot bila tinggi hotel tersebut mengalahkan Tugu Kujang karena lagi-lagi Pemkot tidak menyalahi aturan RTRW. Kesalahan ini berakibat fatal, yaitu membuat pemandangan tugu Kujang jadi tidak “wah” lagi. Padahal kalau lihat Monas di Jakarta, tidak ada bangunan yang dekat dengan Monas yang tingginya bisa menghalangi Monas, karena memang ada aturannya.

Oleh karena itu, orang yang berada di balik pembuatan RTRW Kota Bogor inilah yang mesti bertanggung jawab atas segala kesemrawutan Bogor, yaitu Ketua Pansus RTRW Kota Bogor. Nah, pertanyaannya: siapakah orang tersebut? Ketua Pansus RTRW yang kita permasalahkan, tidak lain dan tidak bukan adalah USMAR HARIMAN.

Yup, Usmar adalah Ketua Pansus (Panitia Khusus) RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031. Dengan segala ketidakbecusannya merencanakan tata ruang kota Bogor, dia memberanikan diri menjadi calon Wakil Walikota Bogor bersama Bima Arya yang juga bermasalah (lihat tulisan saya sebelumnya). Perlu kita ingat, bahwa Usmar juga adalah kader Partai Demokrat yang sering terkena kasus korupsi. Boleh jadi, penentuan RTRW ini ada pesanan khusus dari partainya.

Kalau saat ini Bogor semakin "semrawut," RTRW-nya lah yang punya kecacatan karena Pansusnya tidak becus. Bila seperti itu, kita patut mempertanyakan kapasitas Usmar untuk memimpin Kota Bogor. Dalam hal merencanakan tata ruang dan wilayah saja sudah membuat Kota Bogor ini “semrawut.” Semoga saja Kota Bogor mendapatkan walikota dan wakilnya yang lebih rapi dan berpengalaman.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun