Dalam menjalani kehidupan yang memiliki warna, acapkali terlintas pikiran tentang hidup, pikiran yang bisa dibilang sangat fundamental, namun sering terlupa. Pikiran tersebut sebenarnya bisa dibilang memang tidaklah begitu penting dan signifikan. Tapi, satu, penulis rasa pikiran tersebut seolah memberikan dampak positif yang terselip, terutama dalam menjalani kehidupan ini. Menarik memang.
Kita mulai secara general, bagaimana mungkin dan memang mungkin dunia ini dipenuhi oleh jutaan manusia, yang berada di berbagai daerah, negara, dan lebih uniknya lagi setiap kita atau manusia memiliki kesibukan, masalah, ide, keinginan, hobi, mimpi, gagasan, dan pikirannya masing-masing.Â
Dan lebih menariknya lagi tidak ada satu pun manusia yang persis sama atau mirip 100% dengan diri kita sendiri, mungkin hanya sebagian badan atau mungkin hanya sebagian minat dan pekerjaan yang sama. Tapi untuk 100% mirip? Tentu sangat mustahil. Begitulah kiranya, dan hampir semua manusia menerima atau bahkan tidak peduli sama sekali akan hal tersebut.
Perbedaan tersebut tentu menarik, jelas memberikan banyak warna dan pengalaman bagi hidup kita. Namun, tak jarang ada pula beberapa pihak yang menyerukan pada kesamaan atau kesatuan, semua harus A, harus B, dengan berbagai alasan.Â
Seringkali kita memahami bahwa perbedaan lah yang mengantarkan kita pada jurang kematian, jurang peperangan, jurang perpecahan. Tapi, pernahkah kita berpikir sebaliknya? Jika keinginan atau will untuk menyamakan atau menyatukan, nyatanya dapat menjadi pemicu perpecahan dan peperangan yang sebenarnya?Â
Sedikit aneh, namun cenderung dapat diterima dan dimengerti. Lantas mana yang benar? Membiarkan perbedaan yang bisa memecah belah dan menimbulkan peperangan, atau menyamakan atau menyatukan perbedaaan dengan tujuan mengurangi perpecahan dan peperangan, meskipun kadang harus disatukan melalui paksaan atau bahkan kekerasan. Mungkin tidak keduanya, atau mungkin penulis terlalu naif, atau mungkin memang hidup di desain seperti itu? Rumit memang.
Realita mengajarkan bahwa pada dasarnya setiap kita, manusia, memiliki alasan dan rasionalisasinya masing-masing, pada setiap hal, keputusan, atau bahkan ide yang kita miliki, setidaknya begitu. Mungkin keputusan atau pemikiran penulis tidak masuk akal bagi orang lain atau tidak rasional, tapi bagi penulis mungkin iya, dengan alasan tertentu.Â
Sebaliknya, bisa jadi keputusan dan tindakan orang lain bagi penulis mungkin tidak logis atau bahkan gila, tapi bagi orang yang melakukannya, tidak, ia tentu memiliki alasanya tersendiri. Bisa jadi karena keluarga, ekonomi, kebutuhan, pamor, kepuasan pribadi, atau apapun yang menurut dirinya logis dan rasional untuk dilakukan. Semuanya memiliki alasanya tersendiri.
Tapi, bukan kah hidup di rancang untuk salah dan benar, hitam dan putih. Asumsi tersebut tidak salah, tapi tidak benar juga. Jikalau memang hidup dirancang sedemikian rupa, lantas mengapa warna abu selalu muncul? Jikalau hidup memang dirancang sekaku mungkin, lantas mengapa hidup diibaratkan sebagai alur yang mengalir pula? Jikalau ini dan itu. Tanpa hentinya. Menarik memang.Â
Jikalau memang hidup telah dirancang dengan sedemikian rupa, lantas mengapa kita tidak hidup, sebagaimana halnya hidup itu dicipta, kita bisa hidup dengan hitam, putih, abu, dan warna lainya, kita juga dengan bisa hidup kaku, dan hidup mengalir. Ada yang bersatu, ada yang berbeda. Ada yang bersama, ada yang berpisah. Karena yang selama ini sulit lakukan hanyalah satu, mencoba mengerti. Mencoba mengerti bahwa setiap kita memiliki alasannya tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H