Dalam era modernisasi yang semakin mengglobal, masyarakat Desa Alur Alim di Kabupaten Aceh Tamiang memberikan contoh yang luar biasa tentang bagaimana sebuah komunitas dapat mempertahankan tradisi dan identitas budayanya. Tradisi pengajian dengan menggunakan kitab Perukunan Melayu, yang ditulis dalam aksara Arab Melayu atau Jawi, adalah salah satu wujud nyata dari upaya pelestarian tersebut. Kitab ini bukan sekadar buku agama; ia adalah simbol dari kekayaan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari jati diri masyarakat setempat.
Melalui pengajian yang rutin dilaksanakan setiap minggu, yang pada salah satu momen diadakan pada tanggal 20 Juli 2024, terlihat betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Alur Alim. Pengajian ini, yang dipimpin oleh Ustadz Hermanto, seorang ulama setempat, tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan tentang ketauhidan, tetapi juga sebagai wahana untuk merawat dan melestarikan warisan budaya. Ustadz Hermanto, dengan pengetahuan dan kepiawaiannya dalam menyampaikan ajaran agama, telah menjadi sosok sentral dalam mempertahankan tradisi ini.
Penggunaan kitab Perukunan Melayu dalam pengajian ini mengingatkan kita bahwa literasi bukan hanya soal kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga tentang bagaimana menjaga dan menghargai bahasa serta sistem penulisan yang merupakan bagian dari identitas budaya. Tulisan Jawi, yang merupakan perpaduan antara huruf Arab dan bahasa Melayu, menjadi simbol kuat dari warisan budaya yang masih hidup dalam masyarakat Alur Alim. Ini menunjukkan bahwa tradisi dan agama dapat berjalan beriringan, saling memperkaya dan memperkuat identitas komunitas.
Dalam refleksi ini, saya (Ahmad Husairi) melihat bagaimana masyarakat Desa Alur Alim tidak hanya berupaya menjaga tradisi, tetapi juga menyadari betul pentingnya meneruskan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda. Ustadz Hermanto, dalam setiap pengajiannya, selalu menekankan pentingnya memahami dan mengamalkan ilmu tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah bentuk pengajaran yang menggabungkan pengetahuan agama dengan kebijaksanaan lokal, yang pada gilirannya memperkuat jati diri masyarakat.
Selain itu, pengajian dengan kitab Perukunan Melayu juga berfungsi sebagai ruang sosial yang mempererat hubungan antarwarga desa. Di tengah era digital yang cenderung membuat kita semakin individualistis, pengajian ini mengingatkan kita akan pentingnya interaksi sosial yang bermakna, yang tidak hanya memperkuat ikatan keagamaan tetapi juga kebersamaan sebagai sebuah komunitas. Kehadiran jamaah yang selalu ramai dalam setiap pengajian menunjukkan bahwa masyarakat Alur Alim masih memegang teguh nilai-nilai kebersamaan yang menjadi salah satu fondasi kuat dalam kehidupan mereka.
Dalam konteks yang lebih luas, tradisi pengajian ini mengajarkan kita tentang keberanian untuk mempertahankan identitas budaya di tengah arus perubahan. Masyarakat Alur Alim, melalui pengajian ini, menunjukkan bahwa mempertahankan tradisi bukan berarti menolak modernisasi, melainkan mencari cara untuk menjaga keseimbangan antara keduanya. Mereka telah berhasil menjaga warisan budaya mereka tetap hidup dan relevan, sambil tetap terbuka terhadap perkembangan zaman.
Akhirnya, refleksi ini mengajak kita semua untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya yang kita miliki, apa pun bentuknya. Tradisi seperti pengajian kitab Perukunan Melayu di Desa Alur Alim adalah bukti bahwa budaya dan agama dapat menjadi sumber kekuatan yang memperkaya kehidupan kita secara spiritual, intelektual, dan sosial. Semoga semangat yang ditunjukkan oleh masyarakat Desa Alur Alim ini menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menjaga dan melestarikan warisan yang telah kita terima dari leluhur kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H