Aksi tanam pohon oleh warga bisa dikategorikan sudah lumayan menggaung di Aceh. Terakhir, setidaknya 100 bibit pohon ditanam oleh mereka yang menamakan diri Banda Aceh City Forum di dua lokasi yakni di Taman Hutan Kota Trembesi Rusunawa Gampong Keudah dan Taman Putroe Phang.
Kegiatan penanaman pohon yang diinisiatori oleh Risman A Rachman tersebut dimaksudkan sebagai sebuah gerakan penghijauan untuk memberikan kontribusi positif bagi lingkungan di Kota Banda Aceh. "Gerakan penanaman pohon ini sebagai wujud dan rasa solidaritas warga kota untuk meningkatkan kepedulian terhadap keindahan Kota Banda Aceh," sebutnya sebagaiman dikabarkan oleh beberapa media massa di Aceh, medio September 2015.
Lantas, pertanyaan selanjutnya setelah kita berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh sosok Bang Risman itu simpel dan kecil, kapankah kita akan melakukannya seperti itu? Dimana hasilnya dapat kita lihat bersama bisa dikategorikan berhasil menggugah pihak terkait sehingga membersihkan objek yang diposting oleh Bang Risman tersebut.
Menurut saya, hal-hal yang dianggap lumrah dan sepele begitu terkadang justru berdampak besar. Dimana drainase itu sebelumnya jorok dan kotor yang menimbulkan bau, apalagi di depan sekolah yang dapat membuat kenyamanan belajar siswa terganggu. Sehingga dengan dibersihkan dan menjadi bersih, proses belajar siswa juga turut menjadi nyaman, tak terganggu indra penciumannya.
Selanjutnya, berselang 10 hari kemudian, Bang Risman kembali memposting sebuah foto insfratruktur di tengah kota. Yaitu sebuah got (drainese) yang kering tak mengaliri air dan di dalamnya semak dengan dedaunan juga sampah. Dari kondisi yang terlihat, ya got itu mungkin saja tidak dibutuhkan pemasangannya di sana. Toh got tersebut tidak berfungsi atau tidak difungsikan sebagaimana semestinya, yakni mengaliri air pembuangan dari rumah warga ke sebuah lokasi yang ditujukan.
Sebaliknya, beberapa ruas jalan di ibukota provinsi Aceh ini malah sering digenangi air ketika hujan turun. Genangan air usai hujan sering terpantau di beberapa titik, di antaranya seperti di kawasan Simpang Mesra dan kawasan Simpang Galon Darussalam. Ini barangkali saja diakibatkan karena kesalahan dalam pembangunan drainase atau karena drainase-nya sudah sumbat akibat sampah yang dibuang sembarangan oleh warga kota.
Di sisi lain, badan samping jalan yang kadang tergolong sempit justru dipersempit lagi dengan diparkirkannya kenderaan yang tak beraturan. Ya ini semestinya tidak terjadi seandainya masyarakat patuh aturan, karena dengan parkir sembarangan tersebut akan menjatuhkan korban yakni berpotensi terjadinya kecelakaan.
Masih di kota ujung paling barat Indonesia, sering juga saya mendengar keluhan dari teman-teman yakni terasa teriknya sengatan cahaya matahari dan hawa panas pada saat-saat tertentu. Ini barangkali bisa sedikit terhindar seandainya di pinggiran-pinggiran jalan banyak ditanami pepohonan yang hijau dan rimbun. Fenomena belakangan ini justru yang terjadi sebaliknya, ketika perluasan jalan atau pembangunan suatu insfraatruktur, pohon yang sudah tumbuh di pinggiran jalan malah ditebang.
Seterusnya Aceh yang dikenal dengan daerah seribu warung kopi, kekinian juga sering dikeluhkan oleh sebagian warga keberadaan kedai kopi yang tidak bebas dari asap rokok. Rasanya pantas saja hal demikian dikeluhkan karena warung kopi bisa dikategorikan sebagai salah satu ruang publik. Hanya saja untuk membuat aturan perihal warung kopi harus bebas dari asap rokok ini butuh proses yang lebih ekstra. Altenatifnya paling tidak, individu perokok harus punya kesadaran atau niat baik untuk menjaga kenyamanan pengguna warung kopi yang notabene-nya bukan perokok.
Kabar baiknya memang sudah ada. Khususnya di Kota Banda Aceh, per akhir tahun 2011 lalu, Walikota Banda Aceh almarhum Mawardi Nurdin secara resmi telah mengeluarkan peraturan pelarangan merokok di tempat umum seperti sarana kesehatan, pendidikan, angkutan umum, instansi Pemerintahan dan ruang umum yang tertutup.
Selain itu, di Kota Banda Aceh, kini juga sudah ada beberapa taman kota sebagai sarana bagi warga untuk bermain atau bersantai. Di antaranya ada Taman Sari, Taman Putroe Phang, Taman Kota BNI di Tibang, Taman Hutan Trembesi Rusunawa, Lapangan Blang Padang, Taman Budaya serta beberapa tempat bermain lainnya. Harapannya ruang-ruang publik seperti ini bisa dimanfaatkan oleh warga sebagai tempat melepas penat atau sekadar tempat berteduh yang dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan untuk semua.
Hanya saja ruang-ruang publik yang sudah ada tersebut perlu terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Sehingga fasilitas yang sudah dibangun itu tidak rusak dan tetap utuh. Karena selama ini, potret yang terlihat tidak sedikit fasilitas di taman-taman sebagai ruang publik tersebut yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Kamar mandi terkadang tidak ada air atau sudah kotor, wc sudah tidak dapat digunakan lagi, kran air patah, bangku tempat duduk kotor atau rusak, dan terkadang banyak sampah di ruang publik tersebut.
Kiranya momentum Hari Habitat Dunia 2015 yang diperingati setiap Senin pertama Oktober menjadi motivasi bagi kita semua untuk terus peduli terhadap ruang-ruang publik yang ada di sekitar kita. Setidaknya sudah tidak mampu merawat atau menjaga sarana atau insfrastruktur publik yang sudah ada, janganlah sampai kita justru merusak atau mengotorinya.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H