Senin (06/04/2020) usai shalat Dzuhur bersama Rizal, teman akrab se kampung, pergi bajalanan ke Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), berjarak sekitar 20 kilometer dari Angkinang Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), tempat kami tinggal. Kami naik sepeda motor, saya ikut dibonceng di belakang.
Di Bamban Selatan kami singgah, kebetulan Rizal mau memasang masker. Di depan kami singgah, ada rumah sekaligus bengkel teman saya waktu sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Angkinang dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kandangan dulu, Bastani namanya. Saya bersalaman, tak lama setelah itu saya dan Rizal melanjutkan perjalanan.
Tujuan pertama ke Bumi Murakata, sebutan Barabai, Kabupaten HST, ke Pondok Es Gunung Titi di Karatungan, Kecamatan Limpasu, Kabupaten HST. Jarak dari Barabai ke sana sekitar 15 kilometer. Dulu kami menyebutnya Warung Jus Limpasu. Disini saya memesan es campur dan bakso. Sementara Rizal memesan es campur, roti bakar, dan pentol kuah.
Setelah dari Karatungan, kami balik haluan menuju Birayang. Menunaikan shalat Ashar di Masjid Mubarak Birayang. Ada yang menarik saat shalat Ashar, jamaah membawa pasahapan sendiri dari rumah. Di dalam masjid sendiri karpet dan sajadah digulung dan dirapikan. Ini mungkin imbas kebijakan dari menghindari penyebaran virus corona / covid-19.
Setelah shalat Ashar kami menuju Desa Labuhan, Kecamatan Batang Alai Selatan, tepatnya ke Bendung Batang Alai. Ada banyak yang berubah dari tempat yang beberapa tahun lalu pernah saya kunjungi. Ada bangunan baru pelengkap. Ada tulisan BENDUNG BATANG ALAI. Kemudian tempat duduk santai, pendopo kecil, dsb.
Saat kami ada disana, banyak orang. Ada pengunjung yang khusus datang kesana. Juga ada warga yang memancing ikan di aliran bendungan. Pengunjung yang datang tak menyia-nyiakan untuk ber-swafoto dengan latar bangunan dan pemandangan indah di sekitar Bendung Batang Alai.
Setelah puas menikmati Bendung Batang Alai, kami kembali ke Birayang. Tapi sebelumnya singgah di sebuah jembatan di Desa Labuhan, berjarak sekitar 2 kilometer dari Bendung Batang Alai. Disini kami berfoto dengan latar jembatan yang berdiri di atas sungai yang di hulunya ada Bendung Batang Alai.
Kami meneruskan perjalanan menuju Birayang. Seperti biasa bersantai menunggu senja tiba, di sebuah bangunan, dekat TK/PAUD Birayang. Tak jauh dari bangunan Gedung Balai Rakyat Birayang yang terbakar beberapa bulan silam. Puas dari sini kami menuju Warung Solo Balapan Birayang, sekitar 100 meter dari tempat kami bersantai tadi. Memesan bakso urat beserta teh es. Rizal bakso urat dan air jeruk dingin.
Setelah itu menuju Masjid Mubarak Birayang menunaikan shalat Maghrib. Jamaah cukup banyak, kembali saya temui mereka membawa sajadah sendiri dari rumah. Saya sendiri tak bersajadah saat shalat. Rizal membawa sendiri dari rumah yang disimpan di tas.
Usai shalat Maghrib kami menuju Desa Labung Anak, ke rumah teman, pasangan suami isteri Hariadi dan Halimah, yang dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Abrar. Disini kami sempat berbincang santai di kios milik mereka yang ada di depan rumah. Saya dan Rizal sempat shalat Isya berjamaah di Langgar At Taubah Desa Labung Anak, yang berjarak sekitar 100 meter dari rumah Hariadi.
Kami makan malam di sebuah warung di seberang Kantor Pos Ilung. Di sini saya memesan nasi goreng dengan lauk ayam, minumnya teh es. Sementara Rizal teh hangat dan mie ayam. Hariadi teh es dan mie ayam. Sementara Halimah nasi goreng lauk ayam dan es nyiur.
Setelah itu kami pulang ke tempat masing-masing. Hariadi dan Halimah beserta anaknya Abrar yang naik mobil Aylla putih menuju Labung Anak, yang berjarak sekitar 4 kilometer dari warung makan itu. Sementara saya dan Rizal bersepeda motor menuju Angkinang yang menempuh jarak sekitar 30 kilometer lagi. (ahu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H