Setiap kali melihat lapangan bola itu Idam merasa pilu. Karena disanalah kenangan pahit itu terpendam. Dulu saat masih duduk dibangku sekolah lanjutan atas kakinya patah saat bermain bola antar kampung. Idam berbulan-bulan istirahat di rumah. Saat itulah terakhir kali Idam bermain bola. Sampai sekarang tak digelutinya lagi.
Setelah berumah tangga, ternyata lapangan bola itu dekat sekali dengan kediamannya sekarang. Karena Idam berumah tangga menyunting perempuan asal Bamban Utara, yang hanya beberapa ratus meter saja dari Lapangan Jayapati, tempat Idam dulu patah kaki. Saat kejadian, ia bersama dengan pemuda kampung di Desa Angkinang Selatan, berjarak sekitar empat kilometer dari Bamban Utara.
Di hari yang nahas itu Idam bersama teman-teman di kampung melakukan pertandingan sepakbola persahabatan dengan pemuda kampung lain. Setelah Ashar Idam dan kawan-kawan berangkat menggunakan sepeda motor. Satu motor berdua, jadi ada sekitar sepuluh sepeda motor yang digunakan. Mereka terdiri dari pemain inti, cadangan dan suporter. Kesebelasan kampung Idam cukup terkenal tangguh.
Singkat cerita Idam ditendang  pemain lawan di tengah pertandingan itu. Idam jatuh tersungkur, kakinya patah. Atas kesepakatan bersama tertandingan terpaksa dihentikan. Idam dibawa pulang ke rumah menggunakan mobil warga. Ia harus menjalani perawatan.
Paurutan dibawa ke rumah untuk kesembuhan kakinya. Banyak teman-teman sekolahnya datang menjenguk. Pihak keluarga sangat menyayangkan atas kejadian itu, tapi karena sudah takdir mereka terima dengan lapang dada. (ahu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H