Tampil seperti bintang timur
selain tegak berpendar dengan kentara
menggelembung di atas awan
rindu dandam sudahlah ampih
Lihat keadaan jasad tak berdaya
di gemerisik pinus aku termangu
aku ingin jadi seruling bambu
membaca aksara tanda jumawa
Hujan berdentang merangkai mimpi
puisi itu bukan sepotong roti
ketika aku melintas di jembatan itu
matahari telah mengukir mega
deru dendam keluar sepi
Geliat sempurna melihat kelana
tertarik melangkahkan kaki di temaran senja
antara pohon kelapa tua
ada telur retak tidak dalam eraman
kita adalah kupu kupu
Warna telah berpencaran di atas kota
di gerimis musim mimpi ini
siapa memintal mesti berserak
masa depan yang cerah
struktur diri main meriah
Kita eja setiap waktu dalam senja ini
bagai gelora angin mati
hanya untukmu merenda hari esok
tak elok bila hidupa semakin mencerna
Kandangan, 21 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H