Mohon tunggu...
Muhammad Husain Nashar
Muhammad Husain Nashar Mohon Tunggu... -

Mahasiswa FE UII

Selanjutnya

Tutup

Money

Perombakan Kabinet Jilid II di Luar Nalar

30 Juli 2016   13:01 Diperbarui: 30 Juli 2016   13:21 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keberhasilan UU Tax Amnesty masih menjadi pekerjaan rumah bagi Presiden Jokowi, pasalnya belum terlihat efektivitas UU Tax Amnesty yang gemar diperbincangkan masyarakat akhir-akhir ini. Ditengah melambatnya arus perekonomian nasional, Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet jilid IIdemi terwujudnya nawacita Indonesia. Nalar Jokowi sebagai  dasar reshuffle kabinet saat ini menjadi hal yang patut dikritisi masyarakat, karena kabinet inilah yang kedepannya akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut hidup rakyat Indonesia. Berbicara perombakan kabinet jilid II, beberapa nama yang mengisi kursi menteri ini akan menggambarkan kearah mana kira-kira kebijakan nasional akan dibawa, agar bisa kita lihat adakah harapan angin segar bagi rakyat Indonesia dibalik perombakan kabinet jilid II ini.

Sudah jelas bahwa memang preogratif Presiden Jokowi untuk melakukan reshuffle kabinet dengan dasar urgensi-urgensi yang ada di Indonesia saat ini. Dan dalam konteks 12 paket kebijakan ekonomi yang dibuat Jokowi sudah jelas ini merupakan kebijakan yang konsisten, pasalnya 12 paket kebijakan yang sebelumnya tidak membuahkan iklim ekonomi yang menggairahkan serta gagal mengatasi ketimpangan, ditambah belum terlihatnya efektivitas kebijakan UU Tax Amnesty sampai saat ini.

Pergantian menko maritim Rizal ramli dengan Luhut panjaitan menjadi salah satu hal yang membingungkan, latar belakang keilmuan yang berbeda dengan kemaritiman ini akan mempengaruhi kinerja kementerian. Setidaknya memerlukan waktu penyesuaian pemikiran, penyesuaian kebijakan dan penyesuaian struktural di kementrian yang tidak mudah. Ini pada gilirannya berdampak pada kebijakan dan efektivitas jalannya kementrian. Rizal juga merupakan sosok yang terkenal sebagai ahli ekonomi konstitusional yang selalu bertentangan dengan kaum-kaum neoliberal, konglomerat dan politik nasional. Berbanding terbalik dengan Luhut Panjaitan yang marak dibicarakan masyarakat nasional akibat sikap politis nya terhadap kepentingan konglomerat nasional. Hal ini menjadi fakta yang membingungkan bahwa jika ingin menjadi menteri jangan pernah meletakkan posisi yang bertentangan dengan kaum-kaum neoliberal, konglomerat dan politik nasional.

Pergantian Menkeu kemudian diisi oleh Sri Mulyani, sosok yang diakui oleh ekonom senior Dradjad Wibowo adalah sosok yang disenangi para pelaku pasar keuangan, terutama fund managers asing, namun ini bukan sesuatu penilaian positif karena Dradjad mengatakan “dana yang masuk biasanya adalah dana jangka pendek. Sehingga, selain menjadi sumber risiko instabilitas, hal ini biasanya semakin memperlebar kesenjangan, baik antar penduduk maupun antar sektor”. ditambah pula sosok ini juga terkenal berlatar belakang mazhab neoliberalisme dan pro pertumbuhan ekonomi dengan memupuk utang luar negeri. Ditambah lagi Sri Mulyani pernah berkubang pada salah satu skandal keungan terbesar di negara ini, yakni dana talangan Bank Century. Hal ini menjadi sebuah kebingungan atas pilihan kebijakan reshuffle Jokowi tersebut.

Diluar nalarkah pilihan jokowi? Ya jelas,  perombakan struktur personalia kabinet kali ini pun tidak memberi makna mendasar terhadap arah tegaknya kedaulatan ekonomi nasional. Entah ideologi ekonomi Sri mulyani dan Luhut Panjaitan ini masih dikanan atau sudah ditengah. Yang jelas hal tadi menggambarkan bahwa arah dari kebijakan perombakan kabinet jilid II ini nanti tidak akan memberi harapan segar bagi perekonomian Indonesia, pasalnya ini justru menguatkan kiblat perekonomian Indonesia kearah neoliberal, karena Kabinet Kerja sendiri sudah memilih deregulasi dan debirokratisasi sebagai wujud liberalisasi perekonomian. Kabinet Kerja sudah menetapkan bahwa kebijakan ekonominya adalah kebijakan ekonomi terbuka walaupun konstitusi tidak menghendaki seluruhnya terbuka. Dan kita harus ingat, ketika neoliberal makin sejati, maka dominasi konglomerasi nasional dan internasional akan berjalan seperti biasa dengan kecenderungan menguat di tengah rakyat jelata yang tidak mengerti bagaimana mengangkat harga dirinya, dan ini bukanlah angin segar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun