Mohon tunggu...
M Aan Mansyur
M Aan Mansyur Mohon Tunggu... -

Penyuka tomat. Sehari-hari bekerja sebagai relawan di Komunitas Ininnawa, di Makassar. Tulisan-tulisannya yang lain bisa dibaca di blog pribadinya: www.hurufkecil.net

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Para Penyembah dan Penyembuh Kecepatan

23 Januari 2014   14:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dia terinspirasi oleh gerakan global Slow Food dan melakukan penelitian mengenai waktu dan manusia yang terjebak di dalamnya. Kini bukunya sudah dialihbahasakan ke dalam lebih 30 bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia.

Bukunya menginspirasi banyak orang membuat gerakan di berbagai belahan dunia. Di beberapa negara di Eropa kini terbentuk komunitas perlambatan waktu, Society for the Deceleration of Time. Juga ada beberapa jaringan advokasi untuk mengklaim kembali waktu para buruh yang tercuri—agar mereka mendapat waktu istirahat lebih banyak. Banyak penelitian mutakhir menunjukkan bahwa istirahat yang cukup justru membuat para pekerja menjadi lebih kreatif dan produktif.

Di berbagai tempat, termasuk di sekitar kita, gerakan lambat memang kian dihargai. Kita bisa melihat kian banyak orang bergabung di komunitas perajut atau komunitas pembuat barang-barang kerajinan tangan lainnya. Saya menghormati mereka sebagaimana saya menghormati ibu saya. Sejak gadis, dengan mesin tua warisan dari ibunya, ibu saya sudah menjadi penjahit. Hingga remaja, saya menggunakan pakaian hasil jahitan ibu saya. Dulu, saya sering sedih karena jarang membeli pakaian produksi pabrik. Kini, saya merindukan masa-masa ketika saya bisa mengenakan baju bikinan ibu saya, juga cemburu kepada cucu-cucunya yang lebih beruntung sering menikmatinya.

Isu waktu dan kecepatan juga mulai mendapat perhatian dunia pendidikan Indonesia. Salah satu faktor yang kerap dianggap menyebabkan kemerosotan pendidikan adalah padatnya pelajaran yang harus diikuti para siswa. Mereka dipaksa mengetahui banyak hal dalam tempo singkat. Mereka kehilangan waktu menikmati rasa penasaran dan menemukan ide-ide kreatif. Pendidikan semacam itu bisa diduga hanya melahirkan manusia yang mampu menghafal banyak apa-tanpa-kenapa.

Finlandia yang menempati urutan pertama dalam urusan kinerja dan keberaksaraan justru menerapkan pendekatan di buku Carl Honoré. Dia menawarkan gerakan lambat sebagai penyembuh speedaholic. Filosofi gerakan lambat Honoré tidak berarti melakukan segala hal seperti siput, tapi mengatur irama dan memilih kecepatan yang tepat. Di antara para pelari, seringkali kita harus memilih menjadi pelari yang paling lambat. Sebaliknya, di antara para pejalan, kita boleh memilih menjadi pejalan paling cepat. Jauh lebih penting menikmati waktu ketimbang menghitungnya. Para perajut merupakan contoh manusia yang menghargai waktu menurut Carl Honoré.

Saya, akhir-akhir ini, memang sering diam-diam cemburu kepada beberapa teman saya yang mampu menikmati waktu dengan menjadi perajut. Di tengah manusia yang meyakini waktu adalah uang, saya menemukan mereka justru melihat waktu adalah ruang. Mereka, secara tidak langsung, telah mengajari saya untuk lebih menghargai dan menikmati kesunyian. Kesunyian adalah ruang untuk berpikir, ruang untuk menemukan dan menyelamatkan diri sendiri.

Teman-teman saya itu membuat saya membaca ulang novel Gabriel García Márquez, One Hundred Years of Solitude. Dulu, sebagaimana banyak orang di antara kita, saya menganggap kesunyian adalah kesepian. Sekarang, saya yakin bahwa kesunyian dan kesepian adalah dua hal berbeda. Ketika saya tidak menikmatinya, ia bernama kesepian. Ketika saya menikmatinya, ia bernama kesunyian. 

Kecepatan adalah ruang di mana kita cenderung menjadi mangsa bagi keserakahan sendiri. Kecepatan juga bisa membuat orang menjadi pelupa dan tidak peka. Itulah jawaban kenapa banyak penulis dan seniman senang berjalan kaki. Mereka tidak mau kehilangan kepekaan, satu hal yang mutlak mereka harus miliki. Semakin cepat kendaraan yang kita gunakan, semakin sedikit yang mampu kita tangkap, dan karenanya akan semakin sedikit yang mampu kita ungkap dan singkap.

5.

MEMBACA buku Proust dan Honoré mengembalikan saya ke masa kecil. Pada akhir dekade 1980-an, banyak anak seusia saya yang akrab dengan Leo, Mike, Don, dan Raph.

Mereka adalah empat jagoan kreatif penumpas kejahatan yang masing-masing menggunakan topeng berbeda warna. Dua jagoan favorit saya adalah yang mengenakan topeng berwarna jingga dan ungu. Nama mereka diambil dari orang-orang jenius, seniman, dan ilmuwan abad pertengahan; Leonardo da Vinci (1452–1519), Michelangelo atau Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni (1475–1564), Donatello atau Donato di Niccolò di Betto Bardi (1386 –1466), dan Raphael atau Raffaello Sanzio da Urbino (1483–1520).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun