Mohon tunggu...
Hurriyatuddaraini
Hurriyatuddaraini Mohon Tunggu... Lainnya - Bersama keluarga

Menulis untuk kesehatan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Life Begin at Fourty

4 Oktober 2020   15:07 Diperbarui: 4 Oktober 2020   16:49 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita pasti sering mendengar ungkapan tersebut. Bahkan tidak jarang mungkin, kita ikut melontarkannya. Slogan yang menggambarkan, sebuah pencapaian ketika jejak usia telah menorehkan angka empat puluh tahunan. Usia yang dicitrakan sebagai lambang kesuksesan.

Mengapa demikian? Karena saat usia masih belia, kebanyakan dari kita hidup dengan bersenang-senang. Belum ada beban di pundak kita, sehingga kita bebas menjadi apapun. Kita menganggap, masa muda tidak boleh disia-siakan karena hanya datang sekali dalam hidup.
Tentu saja,  merupakan hal yang wajar, mengingat kita belum merasakan kerasnya kehidupan.

Maka saat memasuki usia empat puluh tahun tersebut, seseorang dianggap telah matang secara fisik, emosional dan spiritual. Karena ia telah berhasil menempa dirinya melalui pahit getir  kehidupan, sehingga terbentuklah proses pendewasaan pada dirinya. Jadi, idealnya pada usia tersebut, stereotype yang berlaku di masyarakat adalah, usia ambang batas untuk menapaki puncak kesuksesan.

Terlepas dari pencapaian tersebut. Usia  empat puluh adalah sebuah sinyal yang dikirimkan Allah. Tentang tanggung jawab, tentang sebuah perjalanan hidup. Dihabiskan untuk apa usia kita, yang merupakan sudah lebih dari separuh perjalanan hidup ini, (jika menghitung usia rata-rata kita hidup)

Jelas usia empat puluh tahun bagi seorang anak manusia adalah usia yang sudah sangat matang. Mental dan emosinya sudah benar-benar tertempa dengan baik, sehingga ia bersiap memasuki fase kehidupan selanjutnya.

Itu artinya, usia empat puluh tahun telah menjadi titik balik seseorang, dimana jika ia ingin mengambil sebuah keputusan, haruslah melalui perhitungan dan pertimbangan yang sangat matang.
Dan, tak kalah pentingnya adalah, jika selama ini seseorang terlalu sibuk dengan dunianya, maka pada usia ini, ia juga harus mulai sadar dan mulai meyiapkan bekal untuk hidupnya di akhirat kelak.

Karena ...

Sebuah nasehat dari Imam Ghazali menyebutkan;
"Usia empat puluh tahun adalah sebuah pertanda, sebuah isyarat. Seperti sebuah ikhtisar masa depan. Jika di usia itu kebaikan lebih mendominasi, maka itu sebuah pertanda baik untuk kehidupannya nanti".

Itu artinya jika seseorang pada usia empat puluh tahun ia menjadi orang baik, maka seperti itulah kehidupan selanjutnya. Namun, jika  belum sadar juga, masih sibuk dengan duniawi, yang suka judi, judi terus, yang suka main perempuan main perempuan terus. Nah, jika pada usia tersebut ia belum sadar, belum taubat, maka selanjutnya dapat dipastikan ritme kehidupan ke depannya tidak akan berubah.

Maka sudah sepantasnya saat seseorang berusia empat puluh tahun. Ia meluangkan waktu sejenak untuk bermuhasabah diri. Melakukan instrospeksi diri atas segala amalan yang telah dilakukan selama ini.
Apakah amalan tersebut mampu membawa kepada kebaikan kelak di akhirat atau justru sebaliknya.

Momentum usia ini, juga harus menjadi tonggak awal  perubahan yang lebih besar. Jadikan fase ini sebagai sarana untuk menguatkan tekad dalam memperbaharui semangat perjuangan hidup, karena kehidupan ini tak akan pernah berhenti walau sedetik pun, ia akan tetap terus berjalan tanpa menunggu kesiapan kita.

Oleh karena itu, bekal hidup yang sudah kita pegang hendaknya menjadikan kita lebih bijak untuk memaknai arti kehidupan ini. Karena, hidup yang telah kita lewati, sampai hari ini memberi banyak pengalaman berharga.

Pada usia berapa pun kita berada, hidup tidak pernah menjanjikan keindahan apalagi kemudahan. Anak kecil dengan masalahnya, remaja lain lagi masalahnya. Apalagi orang dewasa, tentu semakin kompleks permasalahannya.

Kebahagiaan, perih, pedih menyapa, pun sakitnya kerikil tajam hingga terhempas badai.

Hidup adalah perjalanan panjang yang akan membawa kita kembali ke rumah keabadian kita di akhirat kelak.

Jadi, bagaimana hidup akan kau jalani? Semua tergantung padamu. Karena, baik buruk kehidupan seseorang, tidak tergantung pada orang lain melainkan tergantung pada perjuangan diri kita sendiri.

Salam hangat untuk semua, semoga kita mendapatkan kehidupan terbaik di dunia dan akhirat, aamiin ya rabbal 'alamiin.

Tulisan ini didedikasikan buat kalian yang telah berusia empat puluh tahun, ya. Karena author belum berusia segitu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun