KEKUASAAN PRESIDEN DIBATASI KONSTITUSIÂ Mengutip pernyataan dari Charles-Louis de Secondant atau Montesquieu (1689-1755), menyatakan bahwa kekuasaan itu membawa sifat tamak. Setiap yang berkuasa mempunyai kecenderungan untuk senantiasa berusaha memperbesar kekuasaannya. (John Pieris, 2007). Bahkan ada yang lebih tegas menyatakan bahwa kekuasaan itu akan senantiasa mendorong kepada penyelewengan. Semakin besar dan semakin mutlak kekuasaan yang dimiliki, maka makin pasti tingkat penyelewengannya.Â
Melihat pernyataan dari Montesquieu di atas, muncullah pertanyaan seberapa besarkah kekuasaan yang dimiliki Presiden Republik Indonesia serta adakah yang dapat membatasi kekuasaannya? pertanyaan tersebut akan saya jawab dalam tulisan ini.
Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia menganut sistem presidensiil. Dalam sistem pemerintahan presidensiil, kedudukan Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Jelas Presiden memiliki kekuasaan yang lebih besar jika di bandingkan dengan kekuasaan kepala negara dalam sistem pemerintahan parlementer. Kekuasaan besar yang dimiliki Presiden itu tetap dibatasi oleh konstitusi.Â
Dalam konsep negara hukum, unsur pertama yang harus ada ialah supremasi hukum (Supremacy of Law). Hal ini berarti bahwa hukumlah sebagai pedoman tertinggi dalam suatu negara. Inilah kemudian yang mendorong terbentuknya kosntitusi. Konstitusi memiliki fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar tidak bertindak sewenang-wenang kepada rakyat. Di Indonesia, kekuasaan tersebut dibatasi oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaan dan pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu dijalankannya kekuasaan tersebut.Â
Konstitusi tidak saja berfungsi membatasi kekuasaan Presiden, tetapi juga mengatur kekuasaan Presiden dengan sebagaimana mestinya yaitu di atur secara tepat, tegas dan jelas, sehingga walaupun kekuasaan Presiden dibatasi, tetapi konstitusi juga dapat mengatur, bahwa kewenangan yang dimiliki Presiden adalah kewenangan yang proporsional.
Selain itu, dalam perspektif pembatasan kekuasaan Presiden, sebenarnya ada korelasi antara kekuasaan presiden dengan masa jabatan Presiden. Dengan membatasi jabatan Presiden, maka kekuasaan Presiden pun dapat terbatasi, setidaknya Presiden tidak diberi kesempatan untuk terlalu lama berkuasa seperti pada zaman orde lama dimana masa itu konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 belum di amandemen, Presiden berpotensi untuk berkuasa dalam jangka waktu yang lama dengan kekuasaan yang besar.Â
Lalu sudahkah konstitusi memberikan kekuasaan yang seimbang kepada kekuasaan legislative dan yudikatif hingga akan dapat melakukan sistem check and balances dengan lembaga eksekutif?Â
Ketiga lembaga ini sebetulnya sudah diberikan kewenangan serta tugas masing-masing secara proporsional di dalam konstitusi. Namun kekuasaan yang terlihat dominan adalah terletak pada kekuasaan Presiden. Saat ini, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen pertama, dinyatakan: DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Tetapi pada kenyataannya, pembentukan undang-undang, terutama secara substansial, masih di dominasi oleh Presiden. Presiden atau pemerintah masih dominan dalam mengajukan RUU dibandingkan DPR. Dengan mendominasi pembentukan undang-undang, apalagi pembentukan peraturan pemerintah, Perppu dan Peraturan Presiden (Perpres) yang sepenuhnya berada di tangan Presiden, maka DPR juga sulit mengawasinya. (John Pieris, 2007).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H