Al-Qur’an dan hadist sebagai pedoman umat Islam dengan berbagai ajaran dan petunjuknya. Supaya manusia dapat menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini. Semua hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, maupun keberadaan alam ini sudah termaktub dalam al-Qur’an dan hadist. Termasuk dalam hal organisasi. Eksistensi organisasi dalam mempertahankan keberlangsungannya, dapat diprediksi dari nilai-nilai yang dianut organisasi tersebut. Organisasi sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain.
Dalam berorganisasi, tentu saja akan ada beberapa etika yang berpedoman pada perspektif Al-Qur’an. Yang pertama adalah memiliki niat dan tujuan yang mulia. Sebuah organisasi pasti didirikan karena ada niat dan tujuan. Niat dan tujuan didirikan organisasi ini sangat menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam organisasi meskipun nantinya keberlangsungan organisasi akan bergantung pada etos individu dan kelompok dalam organisasi. Jikalau niat dan tujuannya mulia, maka dibentuknya organisasi akan lebih bermanfaat sesuai dengan niat dan tujuannya. Bahkan telah tertera pada dalil berikut ini :
Rasulullah Saw. bersabda: “Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khatthab r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkan. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tuju.” (HR. Al- Bukhari & Muslim)
Sebagai contoh organisasi yang dibentuk dengan niat melayani kesehatan masyarakat umum dengan tujuan mengurangi jumlah korban yang terjangkit penyakit. Organisasi ini akan bertumpu pada konsentrasi pelayanan kesehatan masyarakat dan pelaksanaannya akan teratur.
Setelahnya ada amanah. Seseorang dalam organisasi haruslah memiliki sikap amanah dalam mengemban tugas. Dengan adanya sikap amanah, pembagian tugas yang dilakukan oleh pembina organisasi menjadi lebih optimal. Sikap ini menumbuhkan kepercayaan organisasi.
Jika sikap amanah tidak dilakukan di dalam organisasi, maka berbagai penyelewengan akan terjadi sehingga timbul keraguan untuk mempercayakan sebuah tugas dalam organisasi. Kemudian organisasi akan mengalami penurunan dan menghilang. Oleh karenanya, sikap amanah adalah sikap yang harus ada dalam organisasi. Dalam hal ini, Rasulullas Saw. bersabda:
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak memegang janji” (HR. Ahmad)
Sebagai contoh sikap amanah adalah sikap kelompok organisasi yang menjalankan perintah, tidak berusaha melalaikan perintah dari pembina organisasi dan menjaga hubungan koordinasi yang baik antara pembina dan kelompok organisasi.
Yang ketiga ada sikap saling tolong-menolong. Dalam organisasi, pembagian tugas merupakan suatu unsur untuk mencapai tujuan dalam organisasi. Oleh karena itu, sikap saling-tolong menolong merupakan sikap yang wajib dilakukan dalam organisasi. Adapun firman Allah Swt. Sebagai berikut :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. al-Ma`idah [5]: 2)
Satu hal yang perlu digaris bawahi dalam sikap tolong-menolong adalah kesesuaian dengan pembagian tugas yang diberikan. Apabila tugas individu belum terselesaikan, tidak sepatutnya untuk mencampurkan tugas individu dengan tugas lainnya. Misalnya dalam pembuatan acara sekolah terdapat divisi humas. Divisi humas tidak patut untuk mencampuri tugas divisi lainnya sebelum divisinya terselesaikan. Divisi humas hanya dapat memberikan masukan ketika rapat dilakukan atau sekedar mengingatkan divisi perlengkapan ketika ada ketidaksesuaian antara keperluan yang ada dengan keperluan telah disepakati. Apabila divisi humas mencampuradukkan tugasnya, maka proses dan hasil terhadap jalannya acara tidak akan maksimal.
Hal terakhir namun tak kalah pentingnya adalah berkomunikasi dengan baik. Untuk menjalankan organisasi yang baik, hubungan antar individu dan kelompok dalam organisasi juga harus baik. Hubungan baik dapat ditumbuhkan dan dijaga dengan komunikasi yang baik.
Dalam Islam pun, ada beberapa prinsip dalam berkomunikasi, antara lain :
1) Menggunakan kata-kata yang mulia dan penuh penghormatan terhadap sesama atau diam jika tidak mampu (Qaulan Karīman),
2) Perkataan dikakukan dengan lemah lembut meskipun dengan lawan (Qaulan Layyinan),
3) Isi perkataan berupa sesuatu yang benar dan jujur (Qaulan Sadīdan),
4) Pantas diucapkan sesuai dengan situasi dan kondisi (Qaulan Balīghan),
5) Perkataan yang keluar mudah dimengerti oleh pendengar (Qaulan Ma’rūfan/Masyuran).
Setelah membahas etika berorganisasi dalam perspektif al-quran, perlu kita bahas mengenai membangun kebangsaan yang beradab. Di era modern, nasionalisme merupakan imbas yang paling utama dari pengaruh barat di negara-negara Islam yang pernah diduduki oleh kaum penjajah. Sebagai sebuah gejala historis, nasionalisme muncul sebagai respon terhadap suasana politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang telah diciptakan oleh kaum kolonialisme.
Nasionalisme muncul karena berbagai sebab. Diantaranya adalah karena adanya tekanan hingga siksaan pembunuhan dari kaum penjajah yang bahkan tidak manusiawi lagi. Namun, tidak diragukan lagi dalam usaha-usaha nasionalistik ini, Islam memainkan peran yang menentukan. Seperti yang dicatat oleh para pengkaji nasionalisme Indonesia, Islam berfungsi sebagai mata rantai yang menyatukan rasa persatuan nasional menentang kolonial Belanda.
Perkembangan nasionalisme di negara Islam atau yang berpenduduk mayoritas muslim berjalan bersamaan dengan gerakan modernisasi Islam, di bidang politik dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani yang membela Islam dan membawa Islam kepada kemajuan. Al-Afghani berusaha mewujudkan persatuan di kalangan umat Islam di seluruh dunia di bawah seorang pemimpin, dengan usaha memperbaiki sistem politik dalam Islam yang lebih disesuaikan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Akan tetapi disayangkan dalam perkembangannya naionalisme dalam dunia Islam lebih mementingkan sifat kedaerahan tempat lahir suatu bangsa daripada ukhuwah Islamiyah yang lebih luas. Hal ini disebabkan karena nasionalisme di dunia Islam sendiri tidak terlepas dari pengaruh kemajuan pemikiran barat.
Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin sangat berperan dalam membentuk kesadaran suatu bangsa untuk mencintai negaranya serta memperoleh kemerdekaannya dari kaum penjajah. Orang yang mencintai bangsa dan negaranya disebut Nasionalis. Islam dan Nasionalisme keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Ini pendapat sebagian golongan orang yang pro nasionalisme. Namun tidak sedikit yang menilai bahwa Islam dan Nasionalisme tidak dapat berdampingan sebagai ideologi dan keyakinan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecintaan terhadap tanah air merupakan ajaran Islam yang sangat mendasar yang disejajarkan dengan kecintaan terhadap agama. Cinta tanah air ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, bahkan secara inklusif terdapat di dalam al Qur an dan praktek Nabi Muhaammad Saw. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran agama Islam telah menerangkan dengan jelas betapa urgennya menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa, sebagaimana Allah berfirman di dalam Q.S. Ali -Imran/03: 103, yang artinya :
Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa persatuan dan kesatuan bangsa (umat)merupakan modal utama dan pondasi dasar bagi suatu bangsa untuk menjadikan dirinya bangsa yang kuat, tanpa adanya persatuan dan kesatuan yang kuat dan kokoh mustahil kemerdekaan dapat diraih dan tercapai. Bagi umat Islam di Indonesia persatuan dan kesatuan bangsa merupakan sebuah kewajiban yang harus diwujudkan oleh setiap orang Islam. Dalam hal ini Allah memberikan jaminan keselamatan di dunia dan akhirat bagi umat Islam yang menjadikan agama Allah sebagai pegangan hidupnya.
Hunafa Najwa Khoyrina
_20230510162_D_AIK 1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H