Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gawatnya Disrupsi Artificial Intelligence (Ai) pada Kreatifitas Guru

11 Mei 2024   19:32 Diperbarui: 11 Mei 2024   19:34 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**Sumber Belajar:**
- Al-Qur'an dan hadis tentang kebaikan dan tolong menolong.
- Buku-buku cerita atau video yang mengangkat nilai tolong menolong.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Di atas adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) atau sekarang dikenal modul ajar (Kurikulum Merdeka), saya buat dengan bantuan kecerdasan buatan (Ai) Chat GPT 3.5 . Sungguh menarik, dengan memasukkan perintah beberapa kata Chat GPT 3.5 mampu membuat modul ajar dalam hitungan detik. Hal ini tentunya membantu meringankan beban pekerjaan guru dalam penyusunan administrasi pembelajaran. Mengingat, selama ini administrasi pembelajaran kerap menjadi beban tugas yang menyita banyak waktu guru. Menggunakan kecerdasan buatan (Ai), lantas membuat saya mengajukan pertanyaan apakah kecerdasan buatan Chat GPT 3.5 dan yang lainnya akan menghilangkan kreatifitas seorang guru?

Chat GPT 3.5 sendiri adalah salah satu jenis kecerdasan buatan (Ai). Masih ada generator digital berbasis kecerdasan buatan (Ai) yang lainnya. Mereka merupakan alogaritma kecerdasan buatan yang mampu menghasilkan konten-konten 'baru' dalam berbagai format, mulai dari tulisan, ilustrasi, hingga musik. Menjamurnya penggunaan kecerdasan buatan (Ai) karena dianggap mudah digunakan oleh semua kalangan. Guru dan bahkan murid era kini berbondong-bondong memanfaatkan kecerdasan buatan dalam proses pembelajaran, sehingga banyak sekali kini bertebaran hasil pekerjaan guru maupun siswa dibantu dengan Ai. Efek beruntun yang ditimbulkan dari aksesibilitas kecerdasan buatan (Ai)  ini lebih dari sekadar budaya pop internet. Kecerdasan buatan (Ai) dapat menimbulkan disrupsi massal dalam ekosistem pendidikan dengan kemungkinan memudarnya kreatifitas guru sebagai lini pendidikan terdepan.

Eksploitatifnya Kecerdasan Buatan (Ai) 

Problemnya, kecerdasan buatan (Ai) tidak menghasilkan sesuatu dari ruang kosong.  Kecerdasan buatan (Ai)  harus terlebih dahulu melakukan proses data scraping, alias melahap sampai triliunan data dari setiap sudut internet, dari yang berbentuk tulisan, musik, hingga ilustrasi sesuai dengan jenis konten yang akan diciptakan. Cara kerja training gen-AI ini sepintas mirip proses pembelajaran anak manusia: sama-sama harus melahap dan memproses berbagai informasi untuk dapat menghasilkan sesuatu yang lain. Bedanya, manusia mengolah dan kemudian merefleksikan dengan subyektifitasnya sendiri. Sementara itu, AI sekadar menghimpun kemudian merekonstruksi ulang potongan-potongan referensi yang ada.

https://www.adaptiv.me/get-app
https://www.adaptiv.me/get-app

Ai tidak memiliki imajinasi, intuisi, ataupun pemahaman atas objek dan konteks sosial untuk konten-konten yang ia rekonstruksi (Suchman, 2011). Maka dari itu, setelah mempelajari triliunan data sekalipun, gen-Ai seringkali menghasilkan karya-karya absurd yang tidak mengerti anatomi dan nalar manusia---mulai dari ilustrasi manusia berkepala terbalik dan ilustrasi tangan berjari enam yang tercipta tanpa embel-embel prompt surealis, hingga tulisan ilmiah dengan sitasi yang mengada-ada seperti pada contoh artikel di awal tulisan ini. Tidak seperti manusia, gen-AI pun tidak dapat merasa dan merefleksikan pengalaman subjektifnya. Sekalipun diminta menciptakan karya kreatif bertema perasaan dan trauma, ia hanya akan menciptakan karya berdasarkan kombinasi referensi yang telah ada tentang perasaan dan trauma, kemudian merekonstruksinya menjadi sesuatu yang seakan-akan baru.

Ai sebagai Kodrat Zaman

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kecerdasan buatan telah banyak membantu guru dalam menyiapkan dan menyajikan pembelajaran.  Jika dahulu guru kerap meminta orang (joki) untuk mengurusi administrasi mengajarnya, dianggap sebagai bentuk kemalasan guru itu sendiri. Maka, apa esensi perbedaannya dengan guru yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menyusun administrasi pembelajarannya? Justru hari ini disebut sebagai guru transformatif, melek teknologi bahkan selaras dengan kodrat zaman. Padahal, keduanya sama saja antara menggunakan jasa joki atau menggunakan kecerdasan buatan, sama-sama bahwa guru tidak menghasilkan output karya yang tidak otentik atas daya kreatifitasnya.

Kemudian ada pendapat bahwa guru bisa berkolaborasi dengan kecerdasan buatan untu menyajikan proses pendidikan dan pengajaran. Hal ini mungkin jauh nampak lebih bisa diterima, guru masih memiliki ruang dalam ranah pembentukan karakter dan aspek afektif dan psikomotor, sementara aspek kognitif dan pertukaran informasi bekerja sama dengan kecerdasan buatan. Namun hal ini tetap tidak dapat menjadi acuan mutlak. Gempuran kecerdasan buatan akan muncul dalam bentuk dan aplikatifnya, maka sangat naif jika nantinya guru juga tidak tergiur untuk bergantung pada hal tersebut. Maka, bertemali dengan hal tersebut guru tetap harus senantiasa meng-upgrade kapasitas dan kapabilitasnya. Agar tidak tergilas oleh kodrat zaman dan segala kemutakhirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun