Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tujuan Pendidikan Islam di Tengah Keanekaragaman Konsepsi Hakikat Manusia

31 Mei 2020   09:07 Diperbarui: 1 Juni 2020   05:52 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan proses untuk membentuk manusia selayaknya.  Pemahaman yang benar akan siapa sebenarnya tentang manusia adalah sebuah keberhasilan awal sebelum melakukan proses pendidikan.  Pemahaman yang tepat terhadap konsep diri manusia akan memudahkan mengurai proses-proses pendidikan kedepannya, sehingga akan terlihat output kualitas manusia yang ideal,yaitu manusia yang mampu memperhatikan dan melaksanakan setiap inci tata kehidupan yang bersumber dari agama atau norma yang lain. Merujuk pada hasil World Conference on Muslim Education di Makkah 31 Maret sampai 8 April 1977  pendidikan Islam juga memiliki visi besar untuk menjadikan manusia yang seutuhnya mulai level individu hingga masyarakat.

Pendidikan juga menjadi tolak ukur sebuah kemajuan masyarakat maka, rumusan tujuan pendidikan adalah idealisme dan cita-cita tersirat dalam alam berfikir masyarakat. Rumusan tersebut memberikan sumbangan pada pendidikan berupa arah visi yang akan menuntun laju proses pendidikan menuju kondisi ideal yang dikehendaki masyarakat, dengan begitu pendidikan akan menemukan kualitasnya. Tujuan pendidikan Islam memiliki ragam dan corak, hal ini dipengaruhi oleh realitas problem masyarakat yang beragam pula. Lantas pendidikan Islam menjadi aspek yang disakralkan untuk mengurai dan menuntaskan problem tersebut. Pembacaan terhadap realitas problem masyarakat melahirkan sebuah sudut pandang pemikiran pendidikan.

Problem  paling menonjol adalah pendidikan Islam itu sendiri, dimana sebagai salah satu tatanan sistem sosial belum mampu mewujudkan kondisi masyarakat yang ideal bahkan pendidikan Islam di era kini terkesan under class dibandingkan dengan yang lainnya. Problem lainnya adalah pengajaran agama yang bersandar pada bentuk metodologi yang bersifat statis indoktrinatif-doktriner.  Ditambah dengan problem aksiologis, salah satunya adalah pendidik dan tenaga pendidikannya mulai memudar dengan doktrin awal pendidikan Islam tentang konsep nilai ibadah dan dakwah syiar Islam. Pendidik juga disibukkan dengan hal-hal teknis seperti tunjangan honor, tunjangan fungsional dan tunjangan sertifikasi.

Pembacaan kembali kepada konseptual pendidikan Islam menjadi penting untuk dilakukan mengingat problem substansi pendidikan Islam di atas. Dalam makalah, penulis akan mencoba  menguraikan, beberapa pemikiran dari tokoh-tokoh pendidikan muslim kontemporer. Tokoh-tokoh itu adalah Mohamad Iqbal yang memiliki pemikiran tentang kehendak, Syed Muhamad Naquib Al-Attas dengan konsep adabnya, Syed Hossein Nasr dengan pemikirannya tentang kosmologi suci (penegak tatanan kosmos) dan Suhailah Hussien dengan pemikiran pedagogi kritik versi Islam.

Mengetahui dan memahami pemikiran-pemikiran dari keempat tokoh di atas, setidaknya dapat menjadi referensi untuk merumuskan hakikat pendidikan dan tujuan pendidikan yang sesuai dengan cita-cita dalam rangka memanusiakan manusia sekaligus menguraikan solusi atas problem umat dan kemanusiaan. Dalam upaya kajian terhadap empat tokoh di atas akan diuraikan latar belakang sosiokultural, politik, dan ekonomi masing-masing tokoh dengan harapan akan menjadikan rumusan solusi atas masalah yang ada. Dimana substansi pendidikan Islam tidak dipahami secara utuh dan kerap diabaikan sehingga pendidikan Islam sulit berdiri sebagai satu bangunan ilmu dan solusi atas permasalahan umat dan  kemanusiaan.
   
B. Hakikat Manusia Menurut Empat Filosof Muslim Kontemporer
Dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam, para pakar membagi beberapa kategori perkembangan pemikiran pendidikan Islam yaitu masa klasik, masa pertengahan dan masa kontemporer. Masa kontemporer adalah era yang terdekat dengan masasekarang. Sehingga, konteks latar belakang sejarah, sosial, dan politiknya relatif mirip. Demikian pula tokoh-tokoh pendidikan masa kontemporer menjadi rujukan paling dekat untuk merumuskan hakikat manusia sebagai mansukan penting terhadap kosep pendidikan Islam. Berikut uraian singkat tentang hakikat manusia menurut empat tokoh muslim  kontemporer.

1. Hakikat Manusia menurut Mohamad Iqbal
Mohamad Iqbal beranggapan, hakikat esensial manusia adalah kehendaknya, bukan nalar atau pemahamannya. Kemauan adalah suatu virus daya yang mahabesar yang mendorong aktivitas manusia. Pendidikan pada masanya dikritik sebagai pendidikan yang cenderung membentuk karakter yang bukan-Muslim, yaitu lebih melatih nalar manusia daripada kehendaknya. Baginya hakikat pendidikan adalah pelatihan kehendak manusia.

Lantas, mengapa  ia melihat hakikat manusia pada kehendaknya karena bagi Iqbal, kehendak merupakan sebuah kekuatan yang mendorong seluruh aktivitas manusia. Kombinasi dari berbagai kehendak yang pemenuhannya terarah pada suatu tujuan akan membentuk kepribadian manusia. Lebih lanjut menurut Iqbal kepribadian ideal adalah kepribadian yang dipimpin oleh kehendak dalam mencintai Tuhan, atau dalam bahasa lain disebut sebagai kehendak transedental.

2. Hakikat Manusia menurut Syed Mohamad Naquib Al-Attas
 Al-Attas berpendapat bahwa hakekat manusia adalah adabnya.  Makna adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwa ilmu dan segala yang ada terdiri dari hirarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu mempunyai tempatnya masing-masing dalam kaitan-nya dengan realitas tersebut dan dengan kapasitas serta potensi fisik, intelektual dan spiritualnya.  Konsep Manusia beradab adalah individu yang sadar sepenuhnya akan individualitasnya dan sadar akan hubungannya yang tepat dengan dirinya, Tuhannya, masyarakatnya, dan alam, baik yang tampak maupun yang gaib. Itu artinya, kesadaran akan tempat segala sesuatu dalam sistem penciptaan yang mengantarkan manusia kepada kesadaran akan Tuhan dalam susunan yang ada (being).

Salah satu realisasi dari adab adalah bersikap bijaksana dalam menjalin hubungan dengan alam. Manusia mendapatkan mandat dalam mengelola alam, artinya manusia bisa mengambil keutamaan-keutaman alam, di sisi lain manusia juga melestarikan keutamaan. Contoh sederhana adalah manusia boleh menebang hutan untuk pemenuhan kebutuhannya, tetapi manusia tidak boleh menebang hutan tanpa kendali, karena hal tersebut akan mengganggu kesimbangan alam yang berdampak pada manusia juga.

3. Hakikat Manusia menurut Syed Hossein Nasr  
Nasr mengemukakan bahwa manusia merupakan pertengahan diantara dunia materi-fisik dan dunia spiritual, salah satu tugas manusia adalah menegakkan tatanan kosmos. Manusia mempunyai jiwa yang digunakan sebagai wahana spiritual atau ketuhanan. Jiwa merupakan indera manusia yang dapat digunakan manusia untuk mengenal Tuhan yang suci. Melalui jiwa manusialah Tuhan dapat memasuki ke bentuk manusia, dan dapat diteruskan ke dalam alam fisik.

Nasr menyimpulkan prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pandangan relijius mengenai tatanan kosmos tersebut. Prinsip-prinsip ini merupakan sebuah warisan universal bagi umat manusia dan pantas mendapatkan perhatian yang sangat serius, diantara prinsip-prinsip Kosmologi Suci tersebut adalah: 

(a) Tatanan alam berhubungan dengan suatu tatanan diluar alam itu sendiri. Realita alam mempunyai signifikansi diluar tampilannya, ada sifat suci di dalam alam, namun istilah suci dapat dipahami, termasuk manifestasi-manifestasi formalnya dalam agama-agama yang berbeda. Realita ini tidak dapat diketahui oleh ilmu pengetahuan modern, namun dapat diketahui dalam cara-cara ilmiah sistematis melalui studi-studi esoterik dan intuisi;

(b) Tatanan alam mempunyai tujuan, makna, dan makna ini mempunyai signifikansi moral dan spiritual untuk umat manusia;

(c) Manusia dan tatanan alam adalah saling terjalin dalam dua-serangkai dengan cara sedemikian rupa sehingga takdir-takdir mereka saling terkait;

(d) Hukum moral-spiritual atau Ketuhanan pada manusia dan hukum-hukum alam tidaklah berbeda secara total namun saling terkait dengan erat;

(e) Bumi adalah guru manusia dan manusia dapat belajar dari tatanan alam, tidak hanya secara kuantitatif namun juga secara moral, intelektual, dan spiritual.

4. Hakikat Manusia menurut Suhailah Hussien
Suhailah Hussien menjabarkan hakikat manusia sebagai wakil Tuhan yang bersifat rasional, historis, dan pembuat makna aktif. Manusia mampu merubah masyarakatnya atas dasar refleksi ke arah yang lebih baik. Sifat manusia adalah historis, artinya manusia sebagai makhluk sekaligus subjek sejarah ketika ia mengubah identitas dan masyarakatnya  atas dasar refleksi yang dilakukannya. Manusia disebut juga manusia rasional karena kemampuan mereka untuk merefleksikan praktek sosial dan hubungan kemasyarakatannya.  Manusia juga disebut makhluk pembuat makna yang aktif, karena mereka dapat merekonstruksi dan mengubah praktik sosialnya atas dasar hubungan refleksi rasional mereka sendiri.

C. Latar Belakang Historis Pemikiran Tokoh dan Kondisi Objektif Umat
 Latar belakang historis dan kondisi objektif menciptakan motif yang beragam terhadap pandangan mereka (Moh.Iqbal, Al Attas, Hossein Nasr, dan Suhailah Hussien) tentang manusia. Berikut akan diuraikan secara singkat kondisi latar belakang historis maupun kondisi objektif umat yang terjad pada saat itu.

1. Mohamad Iqbal
Pendidikan pada masanya dikritik sebagai pendidikan yang cenderung membentuk karakter yang bukan-Muslim, yaitu lebih melatih nalar manusia daripada kehendaknya. Apalagi pada masanya umat Islam mengalami keterpurukan yang seakan tidak ada penolongnya. Baik secara politik mengalami perpecahan, secara ekonomi mengalami kemiskinan yang sangat kronis, dan dalam sosial budaya umat Islam mengalami dikhotomi ilmu yang terlampau parah, kebodohan dan menyebarnya TBC (Tahayul, Bid'ah, dan Khurafat). 

Selain itu, ada motivasi yang kuat bahwa umat Islam di anak benua India harus keluar dari penjajahan Inggris dengan meraih kemerdekaan membentuk Negara sendiri (Pakistan). Dari latar belakang inilah Iqbal memberikan pandangan manusia pada kehendaknya atau ego.

2. Naquib Al-Attas
Al-Attas menangkap sebuah pemahaman yaitu bahwa problem-problem yang muncul dalam kebudayaan Muslim kontemporer berakar pada dua penyebab yang dapat dikategorikan sebagai sebab eksternal dan internal. Faktor eksternal yakni Tantangan religio-kultural dan sosio-politis kebudayaan dan peradaban Barat. 

Sedangkan faktor internal, antara lain: (a) kesalahan dalam memahami ilmu dan aplikasinya, (b) hilangnya adab, (c) dan munculnya pemimpin palsu. Menurut Al-Attas yang pertama kali harus dibenahi dan sangat membantu pembenahan dua faktor lainnya adalah 'hilangnya adab'. Di mana sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya adab adalah Adab bagian dari hikmah dan keadilan, maka hilangnya adab akan mengakibatkan kebodohan dan kedzaliman.

3. Syed Hossein Nasr
Adapun latar belakang dari Syed Hossein Naser mengapa ia menggagas tentang konsep kosmologi suci adalah banyak orang yang acuh terhadap kelestarian lingkungan dan gagalnya sistem pendidikan yang perduli lingkungan sehingga membuat lingkungan justru masih saja rusak. Menurutnya, pendidikan lingkungan khususnya dan studi-studi lingkungan pada umumnya, memikul tanggung jawab untuk memperkenalkan kembali, dimensi-dimensi yang hilang pada pengetahuan agama-spiritual mengenai alam raya dalam tingkat budaya dan skala global. Hal ini meliputi mendapatkan kembali etika lingkungan yang tertanam dalam pemahaman abadi mefafisik, epistemologi, dan ontologi mengenai kosmos, dan menegaskan cara-cara pengetahuan non-ilmiah.  Spiritualitas yang menghindari Yang Suci sebagaimana dianut banyak kalangan Barat bukanlah spiritualitas yang benar. Karena fokus perhatian agama adalah mengenali dan merayakan yang suci, maka agama adalah rumah spiritualitas.

Bagi Nasr, agama (bukan spiritualitas) adalah gudang tentang yang suci dan cara-cara mengaksesnya. Karena itu, agama menjadi sumber etika lingkungan dan kosmologi (pengetahuan tentang tatanan alam). Rujukan  "Kita harus mendidik generasi mendatang" sebagai solusi bagi masalah sustainabilitas telah mulai kehilangan tuahnya, berhadapan dengan fakta bahwa pendidikan lingkungan telah berlangsung 30 tahun lebih, namun planet bumi ini masih dalam kerusakan.  Sejak tahun 1996, bagi Nasr, sumber krisis lingkungan adalah krisis spiritual, "Bumi ini berdarah dari luka yang disebabkan oleh kemanusiaan yang tidak lagi harmoni dengan Surga (baca: yang berarti Maha Suci), karena itu berselisih terus menerus dengan lingkungan".


Krisis spiritual tidak berarti hilangnya pengalaman spiritual-religius pada individu, namun hilangnya penge-tahuan spiritual-religius tentang alam. Artinya, kemanusiaan universal mengalami krisis lingkungan. Berbagai solusi telah ditawarkan, tapi hasilnya nihil. Solusinya dicari di mana titik lemahnya, dan ternyata karena belum masuk peran agama. Agama yang memberikan pandangannya tentang alam. Nilai-nilai lurur perlu dihidupkan yaitu dengan adanya pendekatan agama (kosmologi suci).

4. Suhailah Hussien
Latar belakang pemikiran Suhailah Hussein tentang hakikat manusia bermula dari ketidakpuasan dari ketidaksetaraan yang diabadikan oleh pedagogi tradisional dalam pendidikan. Pedagogi tradisional, seperti teori tradisional, membantu dalam reproduksi sosial kelas dan mempromosikan ketidaksetaraan ras dan gender melalui praktek sekolah terorganisir dan menipu.

Hari ini, sekolah-sekolah umum berfungsi untuk meniru nilai-nilai yang ada dan hak istimewa dari kelas dominan, pedagogi kritis memperlihatkan bagaimana sekolah menjadi sebuah situs di mana cara-cara tertentu pemahaman dan berperilaku di dunia, termasuk menerima ketidaksetaraan, sebenarnya diperkenalkan dan dilegitimasi untuk melayani kepentingan kelompok sosial tertentu (status quo).  Pedagogi kritis menetapkan untuk mengenali dan mengidentifikasi bagaimana ada kurikulum dan pendekatan untuk mengajar menyediakan siswa dengan perspektif yang cenderung meminggirkan suara tertentu.

Pedagogi kritis memberikan kritik tajam salah satunya kepada akses pendidikan yang masih memihak  strata sosial. Idealnya pendidikan berkualitas dapat dengan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat. Realitanya pendidikan berkualitas hanya mampu dijangkau masyarakat kelas menengah ke atas.

D. Implikasi Terhadap Rumusan Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam
Setelah memahami tentang pemikiran umum dan latar belakang yang memunculkan dari keempat tokoh di atas dapat diambil benang merah berkaitan tentang apa rumusan hakikat dan tujuan pendidikannya. Berikut pembahasan lebih rinci berkaitan dengan hakikat dan tujuan pendidikan menurut keempat masing-masing tokoh kontemporer.

1. Implikasi Pemikiran Mohamad Iqbal


Menurut Mohamad Iqbal hakikat dan tujuan pendidikan adalah pelatihan kehendak manusia dalam rangka mengembangkan tipe kepribadian atau karakter Islam sehingga manusia dapat menjalankan peranannya di muka bumi dan memenuhi tantangan zamannya. Kepribadian yang tercerahkan (kehendak mencintai Tuhan mendominasi hierarki kehendak manusia) akan menyadari posisinya di alam sebagai salah satu energi alam terbesar untuk memakmurkannya dan membangun tatanan sosial yang ideal.

2. Implikasi Pemikiran Syed Naquib Al-Attas


Wan Mohd Nor Wan Daud menyatakan bahwa Al-Attas adalah orang pertama yang memahami dan menerjemahkan perkataan "addabani" dengan "mendidikku". Para sarjana terdahulu mendefinisikan kata ta'dib dengan akhlaq. Faktanya pendidikan Nabi Muhammad Saw dijadikan Allah sebagai pendidikan yang terbaik didukung oleh Al-Quran yang mengafirmasikan kedudukan Rasulullah yang mulia (akram), teladan yang paling baik.  Berdasarkan batasan tersebut, maka al-ta'dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat--tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Jadi, hakekat pendidikan Al-Attas adalah pengenalan dan pengakuan---yang ditanam secara progresif dalam diri manusia--tentang tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam susunan penciptaan, yang membimbing seseorang pada pengenalan dan pengakuan terhadap keberadaan Tuhan dalam susunan being  dan eksistensi.

3. Implikasi Pemikiran Syed Hossein Nasr


Hakikat dan tujuan pendidikan Islam menurut Nasr adalah pengenalnan dan pengembangan kosmologi suci (pandangan spiritual-religius tentang tatanan alam dan hubungan manusia dengannya), sehingga diharapkan peserta didik mampu menjadi penegak tatanan kosmos dengan tugas mengantarai dunia material-fiskal dan dunia spiritual. Melalui tujuan pendidikan yang digagasnya ini diharapkan kerusakan lingkungan dapat dihen-tikan atau setidaknya dapat dicegah.

4. Implikasi Pemikiran Suhailah Hussien


Hakikat dan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Suhailah Hussein adalah pendidikan merupakan sebuah agen transformasi sosial dan personal, pendidikan Islam perlu didasarkan pada pandangan kritis pendidikan, yang mempromosikan pengetahuan emansipatif dari pemahaman Islam yang dogmatik dan ideologis.

E. Relevansi Hakikat dan Tujuan Pendidikan Islam dengan Latar Belakang Historisnya


Rumusan hakikat dan tujuan pendidikan dari keempat tokoh di atas adalah sebagai sebuah respon keumatan dan kondisi objektif realitas umat Islam dengan berbagai masalah yang ada. Oleh karena itu pemikiran yang muncul dari keempat tokoh, yaitu Mohamad Iqbal, Al-Attas, Hossein Nasr, dan Suhailah Hussien sangat relevan dengan latar belakang historisnya. Karena pemikiran dari masing-masing adalah dalam rangka terciptanya sebuah respon perubahan terhadap sistem yang tidak sesuai dalam rentang historis dan objektifitas umat Islam.


Sebagaimana Mohamad Iqbal, pemikiran tentang hakikat dan tujuan pendidikannya sangat relevan hal ini dengan harapan adanya perubahan sosial melalui perubahan individu dalam hal ini adalah kehendaknya. Demikian juga pemikiran Al-Attas tentang pendidikannya sangat relevan dengan latar historisnya dikarenakan Al-Attas menginginkan adanya perubahan di masyarakat (perubahan sosial) melalui perubahan individu yaitu adabnya.
Syed Hossein Nasr dengan pemikiran pendidikannya menjadi sangat relevan karena ia menginginkan transformasi sosial melalui transformasi individu. Menurut Nasr pendidikan bertujuan agar manusia berjalan selaras dengan tatanan kosmos dan sebagai penjaga tatanan kosmos. Kosmologi suci membedakan antara tatanan alam dan tatanan Ketuhanan, dengan alam merefleksikan tatanan Ketuhanan. Kerusakan yang diakibatkan oleh eksploitasi manusia akan sangat berdampak pada kelestarian kehidupan manusia dan alam. Tatanan kosmos yang tidak seimbang tersebut harus segera dicegah, agar kelestarian manusia dan alam ini akan tetap terjaga.


Suhailah Hussien dengan pedagogi kritisnya yang ia adopsi dari Barat kemudian ia kontekskan dalam sudut pandang Islam telah membuka kesedaran kritis pada sistem pendidikan Islam. Berdasarkan hal itu kita memahami bahwa sistem pendidikan Islam belum sepenuhnya memberikan keadilan dan kesetaraan, utamanya soal akses pendidikan. Lembaga pendidikan Islam kini telah menjamur, namun tidak semua orang dapat mengaksesnya karena terbentur dengan biaya yang sangat mahal. Sehingga, anak dari kelas masyarakat mampu sajalah yang bisa bersekolah di lembaga pendidikan Islam berkualitas, sementera anak miskin tetap kesulitan hanya mampu mengakses lembaga pendidikan dengan kualifikasi seadanya (baca: kualitas rendah).

F. Strategi Implementasi Pendidikan
Dalam tataran epistimologi, perlu adanya upaya praktis dalam mewujudkan pemikiran-pemikiran tersebut dapat dilaksanakan praktisi pendidikan dan semua pihak maka, setidaknya harus ada strategi yang dibutuhkan untuk menuju keber-hasilan dari masing-masing konsep dari keempat filosof muslim kontemporer di atas.


1. Implementasi Rumusan Pendidikan Mohamad Iqbal


Strategi implementasi dari rumusan pendidikan menurut Mohamad Iqbal. Setidaknya ada langkah yang harus dilakukan yaitu, mistisisme baru ilmu pengetahuan alam atau IPA (interpretasi spiritual terhadap alam), emansipasi spiritual individu artinya menjadikan sirah nabi sebagai pusat dalam pendidikan individu, dan demokrasi spiritual, yaitu penerapan nilai-nilai demokratis dalam proses belajar seperti musawah, ukhuwah dan hurriyah.  

2. Implementasi Rumusan Pendidikan  Syed Naquib Al-Attas


Strategi implementasi pendidikan dari konsep Syed Naquib Al-Attas, yaitu, pencarian kualitas dan sifat jiwa dan pikiran yang baik. Pencarian perilaku yang benar (lawan perilaku yang salah). Kegiatan pendisiplinan jiwa, pikiran dan perilaku. Transmisi ilmu yang menyelamatkan manusia dari kesalahan mengambil keputusan; untuk ini diperlukan Islamisasi ilmu pengetahuan modern. Kemudian terakhir penerapan metode pengetahuan yang mengaktualisasikan kedudukan sesuatu secara benar dan tepat.

3. Implementasi Rumusan Pendidikan Syed Hossein Nasr


Strategi implementasi dari konsep hakikat dan tujuan pendidikan Islam menurut Syed Hossein Nasr dalam rangka menuju individu penegak tatanan kosmos adalah sebagai berikut: (a) Pemberian pelatihan intelek atau nalar dan intuisi; (b) Pembelajaran ilmiah yang mencakup baik bahan ajar eksoterik maupun bahan ajar esoterik; (c) Mendeskripsikan tatanan alam melalui metode ilmiah dan spiritual; (d)Menyeimbangkan pengalaman indoor dan outdoor untuk kehidupan yang lebih baik dan bermakna, berbasis hukum alam dan harmoni dengan alam, sesuai dengan yang dipahami dan diwahyukan sebagai bagian dari realitas Tuhan.  

4.  Implementasi Rumusan Pendidikan Suhailah Hussien
Pedagogi kritis yang digagas oleh Suhailah Hussein bila diaplikasikan dalam bidang pendidikan maka teori kritis ini memunculkan pendekatan critical pedagogy. Sebelum melangkah lebih jauh pada tataran penjaran, terlebih dahulu pedagogi kritis mengurai problem akses akademik. Perlu mendorong lembaga pendidikan Islam bonafit untuk membuka akses pendidikan yang seluas-luasnya agar anak-anak yang berpoten namun terkendala biaya dapat mengakes pendidikan yang berkualitas. Sistem beasiswa, dana bantuan dan sebagainya dapat menjadi solusi.
Kemudian, pada ranah pembelajaran guru harus mampu menerapkan critical pedagogy yang menekankan pentingnya memberdayakan dan mendidik siswa agar mampu memecahkan masalah dan mampu berpikir kritis. Pendidik secara kritis mempertanyakan kultur yang sudah mapan atau dominan dan menjadikannya sebagai objek analisis politik. Teori kritis memiliki kepedulian tinggi terhadap ketidakadilan sosial sebagaimana terscermin dalam sistem pendidikan atau pesekolahan.
Dibalik ilmu pengetahuan yang dipelajari di sekolah dan kebudayaan yang dominan dalam system persekolahan sesungguhnya ada minat dan vested interest dari kelompok tertentu. Dibalik sistem persekolahan ada ideologi yang mendominasi yang harus dicermati dengan kritis dengan mengkaji sejumlah ideologi alternatif.

G. Sintesis Pendidikan Islam dari Empat Filosof Muslim Kontemporer
Setelah mengkaji rumusan konsep pendidikan dari keempat pemikir muslim kontemporer di atas, dapat dirumuskan konsep pendidikan Islam yang komprehensif dari keempat tokoh tersebut. Sehingga ditemukan sintesis pendidikan Islam, yaitu: pendidikan menjadi proses pengembangan dan transformasi personal (peserta didik) dan masyarakat yang berbasis pada emansipasi (kritis terhadap penyamaan akses dan partisipasi), melalui pengembangan kehendak dan adab termasuk di dalamnya kesadaran akan kosmologi sucinya, sehingga peserta didik memiliki kesadaran penuh akan individualitasnya dan hubungannya yang tepat dengan dirinya, Tuhannya, masyarakatnya, dan alam, baik yang tampak atau yang ghaib melalui dominasi kehendak mencintai Tuhan menuju kehidupan yang baik dengan sadar tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi.
Sintesis di atas paling tidak menjawab problem substansial pendidikan Islam, yauti ruh pendidikan Islam yang mulai diabaikan dan tergantikan dengan berbagai macam pengaruh dikotomi dan kepentingan pragmatis


H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian konseptual pendidikan yang digagas  filosof muslim kontemporer meghasilkan grand design pendidikan Islam secara umum bahwa pendidikan  Islam menjadi media proses transformasi manusia dari level individu sampai pada level masyarakat dan umat. Dalam level individu, pendidikan Islam harus mampu menempatkan manusia memiliki tingkat pemahaman yang baik tentang kehendak dan adabnya. Ketika dalam level masyarakat, manusia memiliki kesadaran emansipasif terhadap status quo dan persamaan partisipatif dengan tetap memperhatikan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi.

REFERENSI
Almut Beringer, Reclaiming a Sacred Cosmology: Seyyed Hossein Nasr, the Perennial Philosophy, and Sustainability Education, (Canadian Journal of Environmental Education, Vol. 11: 2006)


 Moh. Wardi, "Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya", Jurnal Tadris,Vol.VII, No.1, Juni 2013, hlm 61.


Mohamad Iqbal, The Key Point In Iqbal's Educational Philosophy dari http://www.allama-iqbal. com/publications/journals/review/oct82/5.htm.


Muhamad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam, The Paper Deliverd First World Conference on Muslim Education in 1977 held in Makkah.


Mujtahid. 2011. Reformulasi Pendidikan Islam; Meretas Mindset Baru, Meraih Paradigma Unggul. Malang: UIN-Maliki Press.


Nizar, Samsul.2002. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Cetakan 1Jakarta: Ciputat Pers.


SM,Ismail. 2013. Pendidikan Islam, Demokrasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Suharto, Toto.  2014. Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistemologi Islam dalam Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.


Syed Muhammad Naquib al-Attas, "The Concept of Education in Islam" dalam http://www. mef-ca.org/files/attas-text-final.pdf, (1980).

Suhailah Hussien, "Critical Pedagogy, Islamisation of Knowledge and Muslim Education" dalam http://journals.iium.edu.my/ intdiscourse/index.php/ islam/article/ view/62/57, (2007)


Wan Daud,Wan Mohd Nor. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad Naquib AlAttas Cetakan I. Bandung: Mizan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun