Virus covid-19 menjadi pandemi yang meneror hampir seluruh penjuru dunia. Penularan virus yang begitu cepat mengharuskan diberlakukannya pengaturan mobilitas orang. Social distancing dan physical distancing memaksa sektor pendidikan untuk menggunakan alternatif lain dalam menjalankan aktivitasnya.Â
Kegiatan utama pendidikan adalah pembelajaran, yang biasanya dilakukan dengan tatap muka dan forum kelas kini berubah menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring) atau lebih popular dengan sebutan "Study From Home" yang penulis singkat menjadi SFH. Model belajar tersebut memerlukan perangkat komputer atau smartphone (hp android) yang terkoneksi internet. Sehingga siswa cukup melaksanakan pembelajaran dari rumah dimana mereka mengakses video streaming yang berisi materi pembelajaran atau melakukan video conference dengan guru.
Model pembelajaran SFH memang sudah ada semenjak lama dan diaplikasikan oleh beberapa sekolah modern di  kota. Situasi yang disebabkan oleh Covid-19 memaksa hampir seluruh lembaga pendidikan menerapkan model pembelajaran tersebut. SFH dengan segala kemudahannya menjadi salah satu metode belajar praktis masa kini. Lihat saja, bermodalkan laptop dan smartphone serta koneksi internet pembelajaran dapat dilakukan kapanpun dan dimana pun.Â
Ditambah lagi banyak penyedia jasa pembelajaran online yang menyuguhkan materi-materi sekolah dengan kemasan digital yang menarik. Semua konten pembelajaran berbasis digital, tidak perlu lagi membaca berjilin-jilid buku untuk mendapatkan sebuah informasi. Cukup dengan mengunjungi search engine, semisal www.google.com kemudian memasukkan kata kunci dari informasi yang ingin dicari, dalam hitungan detik informasi yang dimaksudkan jelas terpampang.
Study From Home dalam Problema
SFH dengan segala kemudahan dan keunikan menjadi pendekatan belajar yang efektif, namun bukan berarti tanpa masalah. Sebagaimana halnya metode belajar lainnya, SFH memiliki kelebihan dan kekurangan. Problem pertama adalah soal sarana, kendati Kemendikbud RI telah meregulasi pembelajaran daring tidak semua sekolah di Indonesia mampu menerapkannya utamanya wilayah pelosok dan daerah pinggiran. Keterjangkaun jaringan internet dan tidak lengkapnya alat komunikasi membuat sekolah-sekolah daerah pinggiran kesulitan menyelenggarakan pembelajaran daring.Ditambah dengan kompetensi guru yang sebagian belum memahami pengoperasian perangkat IT.
Problem kedua dari SFH adalah pola monoton, pembelajaran dengan metode ini akan sangat rawan terjadi pola belajar itu-itu saja dan kurang mengeksplor pengalaman belajar yang berujung munculnya rasa malas dan jenuh anak didik.Â
Hal ini senada dengan ungkapan Saras Lintang Panjerino, siswi kelas XI-Multimedia SMKN 50 Jakarta melalui kanal www.kompasiana.com/saraslintang (07/05/2020), "Pemberian materi menjadi tidak efektif karena suasana juga mempengaruhi semangat belajar, yang kita tau adalah sekolah adalah tempat menuntut ilmu dan rumah adalah tempat kita rehat dari segala aktivitas sehari-hari, tapi apa jadinya jika rumah menambah fungsi menjadi tempat menuntut ilmu dan juga tempat rehat? Rasanya aneh saja karna rasa malas pasti menempel pada kita tetapi itu kembali lagi pada masing-masing orang. Komunikasi antar guru dan muridpun tidak se-efektif di sekolah," tutur Saras menceritakan pengalaman belajarnya.
Pengakuan Saras di atas menunjukkan bahwa SFH memiliki titik kelemahan yaitu kurang mampu memacu pengalaman belajar anak didik, padahal pengalaman belajar akan memberikan kebermaknaan belajar. Dimana belajar penuh makna (meaningfull) akan menciptakan ingatan mendalam tentang pengetahuan yang dipelajari, meningkatkan penguasaan konsep pengetahuan, dan mudah memanggil kembali informasi yang memadai apabila konsep atau materi terlupakan.
Utopia Study From Home
Sebagaimana dijelaskan di awal bahwa SFH tidak serta merta menjadi metode pembelajaran yang sempurna tanpa cela. Di wilayah pinggiran model belajar SFH hanya akan menjadi gagasan tanpa implementasi dan utopia. Maka, solusi agar pendidikan tetap berlangsung di tengah pandemi guru harus berkreasi menciptakan pendekatan pembelajaran yang relevan.Â
Maka, dengan sedikit keterpaksaan guru harus datang ke rumah-rumah siswa untuk memberikan pembelajaran dan tugas. Hal tersebut telah banyak dilakukan oleh guru-guru di wilayah pinggiran salah satunya Dedi Kurniawan, guru SDN 75/1 Pasar Terusan di Batanghari. Dilansir dari www.republika.com (07/05/2020), Dedi mengungkapkan bahwa banyak diantara siswanya tidak dapat mengikuti sistem pembelajaran daring karena keterbatasan sarana."Siswa yang rumahnya berdekatan kita minta untuk belajar bersama, maksimal tiga anak agar mereka bisa menjaga jarak dalam belajar. Saya minta mereka juga memakai masker", ungkap Dedi.
Realitas tersebut juga merupakan problem pendidikan sehingga perlu ada kebijakan pemerintah untuk dapat memberikan insentif tambahan kepada para guru seperti Dedi Kurniawan dan lainnya yang menyambangi murid-murid agar tetap bisa belajar di masa-masa pendemi saat ini. Insentif tersebut adalah dimaksudkan untuk transportasi saat mengunjungi siswa-siswi dan akan lebih baik jika pemerintah juga memikirkan apresiasi yang layak kemudian hari.
Kreatifitas, Suplemen Pendamping SFH
SFH yang diklaim kurang mampu mengeksplor pengalaman belajar dapat disiasati dengan melakukan pola-pola pembelajaran kreatif. Jadi, SFH tidak hanya sekedar pembelajaran yang terfokus pada pemberian informasi dan pengetahuan semata serta pemberian tugas berlimpah. Guru dapat memformulasikan SFH dalam bentuk diskusi paralel yang melibatkan siswa. Mengajak siswa untuk berdiskusi tentang topik tertentu dalam pembelajaran. Kemudian meminta siswa mencoba memberikan tanggapan atas problem tertentu dalam materi sekolah.
Di sisi lain guru juga tidak perlu terlalu sering mengandalkan pembelajaran daring. Guru dapat bekerja sama dengan orang tua siswa untuk memaksimalkan pembelajaran di rumah bersama orang tua dalam pembentukan karakter dan pembiasaan sikap baik. Misalnya menekankan siswa untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah, berkebun, atau melakukan hal positif lainnya yang membangun sikap disiplin, tanggung jawab, dan kedekatan emosional dengan keluarga.
Titik Simpul
Ditengah pandemi covid-19, Study From Home (SFH) menjadi pilihan pertama agar pembelajaran tetap berlangung. Namun demikian SFH bukan menjadi metode pembelajaran tunggal di tengah pandemi ini. Kreatifitas dan terus eksplorasi dengan keadaan sekitar adalah pendekatan belajar lain yang dapat dipakai. SFH memang tidak sempurna, namun ketidaksempurnaan itu dapat tertutupi dengan inovasi dan semangat pantang menyerah dengan keadaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak perlu menyalahkan siapapun atau mengorek habis silang sengkarut problem SFH, karena bisa jadi untuk sementara waktu  cara belajar seperti ini menjadi lebih baik dari pada tidak sama sekali.
Semoga pandemi ini lekas berkesudahan, anak didik dan guru dapat berjumpa kembali. Anak-anak dapat belajar kembali penuh semangat mendengar petuah dan wejangan guru, bertemu teman-teman mereka, jajan di kantin, upacara dan senam bersama. Para guru dapat kembali mengajar, membagikan ilmu sebagai bekal kehidupan untuk anak didiknya, mengusap ubun-ubun anak didiknya sembari mendoakan keberkahan dan keselamatan. Semoga kita lekas berjumpa dengan hari esok tanpa jaga jarak dan Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H