Mohon tunggu...
Ummu sallamah
Ummu sallamah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Human Being

Wanita seperempat abad yang tidak banyak tahu namun banyak ingin tahu. Mari membaca dari dan sebagai manusia.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Segala yang Merugikan Dilabeli "Toxic"?

12 April 2020   08:07 Diperbarui: 12 April 2020   08:11 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Di perjalanan hidup ini, kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan  dalam lingkungan yang seperti apa; bertemu dengan manusia lain yang berkarakter seperti apa; dan kita tidak bisa mengatur respon seperti apa yang akan orang lain berikan.  Jika memang toxic relationship,friends, people,-or something- itu ada, tidakkah kita "yang awam" akan gampang melabeli 'toxic' untuk setiap hubungan yang tak sesuai dengan standar kenyamanan kita? Bukankah terlalu sarkastik menyebut hubungan manusia satu dan lainnya memiliki toxic yang saling meracuni?"

Ketika menyadari hal tersebut, maka saya yakin bahwa kita seharusnya mendefinisikan ulang hubungan yang kita sebut "toxic". Lunturkan keegoisan untuk  sementara ini, mari bersikap sedikit objektif. 

Jika dalam sebuah hubungan kita merasa tidak nyaman atau bahkan merasa tertekan, lihat kembali dimana pola tersebut mulai kusut. Saya rasa, permasalahannya ada di "ketidaknyamanan" dan "merasa tertekan" yang sudah sangat jelas bahwa hal tersebut muncul karena ada pelakunya. 

Siapa pelaku yang dimaksud? Antara kau dan orang-orang yang dianggap toxic. Maksud saya, kalau pokok permasalahannya adalah orang-orang yang menjalin hubungan tersebut, mengapa yang disalahkan jalinan hubungannya?  

Saya rasa, label "toxic" saat ini telah bergeser menjadi korban dari stigma sosial yang sungkan menyalahkan individu per individu dan memilih untuk mengkambinghitamkan sebuah hubungan.

Barangkali sebagian teman-teman yang merasa pernah terjebak dalam hubungan toxic tidak akan menyetujui statement ini. Kalau boleh menebak, mungkin ada beberapa orang yang membaca ini akan berargumen, "bagaimana dengan bullying? Pemerasan dengan kedok teman? Atau kekerasan pasangan? Apa itu tidak toxic?" 

Tbh, tidak. Menurut saya, itu adalah physically and mentaly abusive. Bukan hubungannya yang toxic, tapi memang individunya yang bengis.

Maka, jika boleh dikatakan jujur, saya sendiri sanksi menyebut hubungan -apapun itu- memiliki unsur toxic. Diakui atau tidak, Saya tahu dan sadar betul bahwa hubungan antar manusia tidak sesederhana itu. 

Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus individualis, sesungguhnya masing-masing terasing, sedang pada sisi yang sama, kita ingin terhubung dengan yang lain. Paradoks yang kompleks, bukan? Lalu bagaimana cara berdamai dengan hal itu?

Kita pasti tahu bahwa setiap individu adalah berbeda, dan perbedaan akan selalu menciptakan garis batas. Maka, setiap batasan tersebut memerlukan adaptasi dan kompromi. Lalu bagaimana caranyai? Kau tidak perlu kehilangan dirimu sendiri. 

Jika kau merasa memiliki perbedaan sudut pandang dengan orang lain, beradaptasilah dengan cara mengkomunikasikan apapun dengan baik. Cobalah percaya untuk saling mendengarkan dan didengarkan dalam porsi yang sama, dan berkompromilah dengan saling menerima apapun yang menjadi batasan masing-masing, baik perbedaan ataupun penolakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun