Inovasi Model SDLC: Mengatasi Kelemahan Tradisional dalam Pengembangan Perangkat Lunak
Artikel karya Madhup Kumar dan Ekbal Rashid, An Efficient Software Development Life Cycle Model for Developing Software Project, memberikan wawasan kritis terhadap model pengembangan perangkat lunak tradisional, seperti Waterfall, Incremental, dan Prototyping. Model-model ini sering diterapkan pada proyek-proyek perangkat lunak, tetapi mereka memiliki berbagai kelemahan yang memengaruhi efisiensi dan keakuratan dalam mengelola proyek. Waterfall Model, sebagai salah satu pendekatan yang paling lama digunakan, terkenal dengan proses yang terstruktur namun kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan. Misalnya, dalam sebuah studi oleh Standish Group International pada tahun 2015, 66% proyek perangkat lunak menggunakan model Waterfall berakhir gagal atau menghadapi tantangan besar terkait waktu dan biaya. Dengan semakin cepatnya perubahan teknologi dan kebutuhan pengguna, penggunaan model yang tidak adaptif seperti Waterfall terbukti sering mengakibatkan keterlambatan.
Kumar dan Rashid tidak hanya mengidentifikasi kelemahan model tradisional, tetapi juga menawarkan model SDLC baru untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Mereka menyoroti pentingnya fase tambahan dalam proses pengembangan perangkat lunak, seperti keterlibatan otoritas tingkat tinggi dan negosiasi antara manajer proyek dan pelanggan untuk mengurangi potensi konflik di kemudian hari. Dengan mengusulkan perbaikan yang fokus pada keakuratan estimasi ukuran proyek, transparansi dalam perencanaan, serta keterlibatan pelanggan yang lebih intens, model ini mencoba menawarkan solusi yang lebih relevan di dunia pengembangan perangkat lunak modern. Artikel ini sangat penting karena mengarahkan kita pada model pengembangan yang lebih akurat, responsif, dan berorientasi pada kebutuhan proyek, sesuatu yang krusial dalam iklim industri perangkat lunak saat ini.
Model SDLC yang diusulkan oleh Madhup Kumar dan Ekbal Rashid adalah respons terhadap ketidakmampuan model konvensional dalam menghadapi dinamika pengembangan perangkat lunak modern. Salah satu aspek inovatif yang mereka tawarkan adalah keterlibatan higher management authority (HLA) pada fase persetujuan proyek. Keputusan strategis yang dilakukan oleh pihak berwenang ini berfungsi untuk meminimalkan risiko kesalahan di awal proses, memastikan bahwa proyek memiliki dasar yang kuat sebelum pengembangan dimulai. Menurut laporan Project Management Institute (PMI) tahun 2018, sekitar 30% kegagalan proyek perangkat lunak disebabkan oleh kurangnya dukungan dari manajemen senior. Dengan demikian, keterlibatan HLA seperti yang diusulkan dalam model ini dapat menjadi langkah kunci untuk mengurangi risiko tersebut.
Selain itu, fase negosiasi atau bargaining antara manajer proyek (PM) dan pelanggan juga merupakan elemen penting yang meningkatkan fleksibilitas dan transparansi. Model ini mengakomodasi diskusi terbuka mengenai biaya, sumber daya, dan batasan waktu proyek sebelum proyek resmi dimulai. Hal ini sesuai dengan survei Chaos Report 2020 yang menunjukkan bahwa 44% proyek perangkat lunak gagal memenuhi harapan karena ketidaksesuaian antara waktu, anggaran, dan sumber daya. Fase negosiasi ini mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan keselarasan antara harapan pelanggan dan kemampuan pengembang dalam hal keterbatasan proyek.
Di samping itu, model baru ini memberikan penekanan lebih besar pada desain perangkat lunak yang lebih matang sebelum masuk ke fase estimasi. Penggunaan Unified Modeling Language (UML), seperti yang diusulkan oleh Kumar dan Rashid, memberikan kejelasan dalam perencanaan dengan visualisasi diagram yang terperinci. Pendekatan ini memungkinkan perhitungan yang lebih tepat terhadap ukuran dan kompleksitas proyek, yang berdampak pada peningkatan akurasi estimasi waktu dan biaya. Dalam survei yang dilakukan oleh Capers Jones pada tahun 2017, diperkirakan bahwa sekitar 60% dari proyek yang gagal disebabkan oleh kesalahan estimasi di awal. Dengan prioritas pada desain yang lebih terperinci, model ini mencoba meminimalisir kesalahan semacam ini, memastikan bahwa pengembang memiliki pemahaman yang mendalam sebelum memulai tahap implementasi.
Secara keseluruhan, model SDLC baru ini mencoba mengatasi salah satu masalah utama yang dihadapi oleh model konvensional, yaitu fleksibilitas dalam menghadapi perubahan kebutuhan pengguna. Dengan melibatkan pelanggan secara lebih intensif dan melakukan negosiasi awal, model ini berupaya untuk menciptakan ekosistem pengembangan yang lebih kolaboratif dan transparan. Pendekatan ini sangat relevan di era digital saat ini, di mana proyek perangkat lunak sering kali mengalami perubahan spesifikasi seiring perkembangan teknologi.
Model SDLC baru yang diusulkan oleh Madhup Kumar dan Ekbal Rashid membawa terobosan penting dalam pengembangan perangkat lunak, terutama dalam mengatasi kelemahan model-model tradisional yang kurang fleksibel dan sering mengalami masalah dalam estimasi waktu dan biaya. Keterlibatan otoritas tingkat tinggi, negosiasi terbuka antara pelanggan dan pengembang, serta penekanan pada desain yang lebih matang, menjadikan model ini lebih adaptif terhadap kebutuhan proyek besar dan kompleks. Meskipun belum sepenuhnya menyelesaikan masalah keterlambatan dan biaya tinggi yang kerap terjadi pada proyek perangkat lunak, model ini memberikan kerangka kerja yang lebih realistis dan efektif untuk meningkatkan keberhasilan proyek.
Keberhasilan model ini tentu perlu dievaluasi lebih lanjut di berbagai lingkungan proyek dan industri, namun inovasi yang ditawarkan menjadikannya sebagai pendekatan yang patut dipertimbangkan dalam pengembangan perangkat lunak modern. Dengan semakin dinamisnya kebutuhan pengguna dan kompleksitas proyek perangkat lunak, model ini berpotensi menjadi solusi yang lebih adaptif dan efisien. Kesimpulannya, kontribusi dari artikel ini bukan hanya dalam bentuk teori, tetapi juga dalam implementasi praktis yang dapat membawa perubahan signifikan dalam proses pengembangan perangkat lunak masa depan.
Referensi
Kumar, M., & Rashid, E. (2018). An efficient software development life cycle model for developing software project. International Journal of Education and Management Engineering (IJEME), 8(6), 59-68. https://doi.org/10.5815/ijeme.2018.06.06
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H