Mohon tunggu...
Humaira Mustika
Humaira Mustika Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Bimbingan dan konseling islam

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menangapi Kematangan Emosi Remaja Korban Kekerasan Orang Tua

13 Agustus 2020   10:25 Diperbarui: 13 Agustus 2020   10:14 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh......

Setiap manusia pasti akan mengalami masa perkembangan mulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa pubertas atau masa remaja kemudian masa dewasa. Akan tetapi  bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, bukan hanya dalam  artian psikologis tetapi juga dan perkembangan remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan social emosional.

Mencapai tingkat kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. 

Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam artian kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. 

Dan Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional.

Orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar bagi pembentukan dan perkembangan kepribadian melalui cara-cara dalam memperlakukan anak atau yang lebih dikenal sebagai pengasuhan. Pengasuhan tidak hanya sebatas cara memperlakukan anak dengan baik, akan tetapi menurut saya lebih kepada cara orang tua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam menuju proses kedewasaan sehingga terbentuk norma-norma yang dikehendaki di masyarakat secara umum. Dalam aplikasi pengasuhan orang tua, didalamnya terdapat gaya pola asuh. Dan di jelaskan bahwa  pola asuh orang tua merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan tanggung jawab kepada anak. Agar anak tersebut bias menjadi orang yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi semua orang.

Dari pemaparan diatas menunjukkan pentingnya peran orang tua dalam mendampingi masa perkembangan anak. Dalam hal ini orang tua harus memiliki rasa cinta, kasih sayang dan memberikan perhatian penuh pada perkembangan anak dan selalu memandang segala sesuatu tidak berdasarkan sudut pandangnya sendiri namun juga harus melihat dan menilai dari sudut pandang anak.

Dan yang sering saya lihat Permasalahan yang kerap kali terjadi adalah beberapa orang tua justru menerapkan pola kekerasan dalam pengasuhan anak baik kekerasan fisik maupun psikis. Menurut saya Orang tua yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk berkeluh kesah justru  menjadi sosok yang menakutkan bagi anak. Hal ini sering kali terjadi sehingga terkadang timbul anggapan anak bahwa orang lain lebih mengerti dirinya disbanding orang tuanya sendiri. Ditengah- tengah masa kelabilan ini remaja butuh tempat untuk berbagi cerita dengannya, mereka hanya ingin didengar tentang apa yang ia rasakan hari ini dan banyak hal yang ingin ia bagi.

Dengan adanya tindakan kekerasan pada anak akan mengakibatkan anak merasa tidak diperhatikan, selalu salah dimata orang tuanya sehingga anak akan mencari tempat dimana ia diterima seutuhnya. Hal ini tentunya menciptakan ketidaknyamanan emosional pada anak. Untuk menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksi secara defensive (membela diri) sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya. Reaksi itu tampil dalam tingkah laku tidak mampu menyesuaikan diri (maladjustment) seperti : (1) agresif : melawan, keras kepala, bertengkar, berkelahi dan senang mengganggu,. Dan (2) melarikan diri dari kenyataan : melamun, pendiam, senang menyendiri dan meminum minuman keras atau obat-obatan terlarang.

Mengingat begitu pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak, pada umumnya anak akan menjadikan orang tua sebagai role model bagi dirinya. Anak kerap kali meniru perlakuan orang tua pada dirinya dan melakukannya pada orang lain. Jadi, orang tua yang menerapkan tindak kekerasan pada anak berpotensi menciptakan pola perilaku anak yang identic dengan kekerasan baik fisik maupun psikis. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana kematangan emosi remaja yang menjadi korban kekerasan orang tua baik secara fisik mapun psikis.

"Peran guru Bk terhadap anak tersebut sangat berpengaruh untuk membantu anak tersebut dalam membentuk pola kematangan emosi remaja korban kekerasan orang tua tersebut" .

Dan menurut saya Berbicara tentang kematangan emosi remaja tersebut memang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh masa remaja yang sedang dimasukinya. Dalam hal ini saya  mengambil pengertian kematangan emosi menurut Kusumawanta yang menyebutkan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya. Mencapai tingkat kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.

Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam artian kondisinya diwarnai oleh hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung dapat mencapai kematangan emosionalnya. Sebaliknya, apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional.

Dan adapun mengelola emosi diwujudkan dalam karakteristik perilaku ada beberapa yaitu:

Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik.

Memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluraga

Menanamkan kepada anak tersebut nilai -- nilai agama

oleh: Humaira Mustika
Jurusan :Bimbingan Dan Konseling Islam
Kelompok: KKN-DR34

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun