Aspek keuangan sering menjadi sumber konflik dalam rumah tangga. Dalam muamalah, pengelolaan keuangan keluarga harus dilakukan dengan bijak, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
- Kewajiban Nafkah Suami: Dalam Islam, suami memiliki kewajiban untuk menyediakan nafkah bagi keluarganya, termasuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan dasar lainnya. Nafkah ini harus diberikan dengan penuh tanggung jawab dan tidak menzalimi hak istri serta anak-anak. Suami tidak diperbolehkan bersikap boros atau menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak bermanfaat.
- Istri Mengelola Keuangan dengan Amanah: Meskipun suami yang bertanggung jawab atas nafkah, istri sering kali dipercaya untuk mengelola pengeluaran rumah tangga. Dalam muamalah, istri harus menggunakan uang yang diberikan suami dengan amanah, yaitu membelanjakannya untuk kebutuhan rumah tangga dengan bijak dan tidak boros. Istri juga dianjurkan untuk selalu terbuka mengenai penggunaan uang tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman.
- Transparansi Keuangan: Transparansi dalam keuangan sangat penting dalam menjaga keharmonisan keluarga. Suami dan istri harus saling terbuka mengenai penghasilan, pengeluaran, dan rencana keuangan keluarga. Dengan adanya keterbukaan ini, suami dan istri bisa merencanakan masa depan keluarga bersama, termasuk dalam hal tabungan, investasi, atau pengelolaan hutang.
3. Solusi dalam Menyelesaikan Konflik Keluarga Berdasarkan Muamalah.
Dalam perspektif muamalah, penyelesaian konflik keluarga menekankan pada prinsip keadilan, musyawarah, dan pengendalian diri. Berikut adalah penjelasan detail bagaimana konflik keluarga dapat diselesaikan berdasarkan ajaran muamalah Islami:
a.) Musyawarah (Syura) Sebagai Solusi Utama
Musyawarah atau syura merupakan prinsip penting dalam Islam untuk mencapai kesepakatan dalam keluarga, terutama ketika menghadapi konflik. Al-Qur'an mengajarkan pentingnya musyawarah dalam segala urusan yang berkaitan dengan kehidupan bersama, termasuk kehidupan keluarga.
- Al-Qur'an Surah Asy-Syura (42:38) menjelaskan bahwa urusan-urusan antar manusia, termasuk dalam keluarga, harus diselesaikan melalui musyawarah:
"...dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka..."
Ini menunjukkan bahwa konflik dalam keluarga sebaiknya diatasi dengan dialog yang terbuka dan mencari solusi bersama, bukan dengan keputusan sepihak. Musyawarah memungkinkan setiap anggota keluarga didengarkan dan diberi ruang untuk menyampaikan pandangannya.
Dalam buku Yusuf Al-Qaradawi tentang Fiqh Muamalah, beliau menekankan bahwa prinsip musyawarah ini sejalan dengan prinsip keadilan dan transparansi, yang merupakan pilar dari hubungan suami istri yang sehat. Dalam kehidupan keluarga, baik suami maupun istri perlu mengambil keputusan bersama untuk menjaga keharmonisan rumah tangga.
b.) Mengendalikan Emosi dan Bersabar
Mengendalikan emosi adalah aspek penting dalam menyelesaikan konflik keluarga. Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya menahan amarah dan bersabar ketika menghadapi situasi sulit, termasuk dalam rumah tangga.
- Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
"Barang siapa yang menahan amarahnya, padahal ia mampu untuk meluapkan, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk-Nya, hingga Allah mempersilakan baginya memilih bidadari surga mana saja yang ia kehendaki."
Hadis ini menunjukkan bahwa mengendalikan amarah adalah tindakan yang sangat mulia dalam pandangan Islam, dan ini berlaku pula dalam hubungan keluarga. Ketika konflik terjadi, baik suami maupun istri dianjurkan untuk menahan diri dari amarah yang berlebihan. Dengan demikian, masalah bisa diselesaikan secara rasional dan adil.
Dalam jurnal "Konsep Musyawarah dalam Islam dan Relevansinya dengan Konflik Keluarga" oleh Abdurrahman Al-Sa'di, dijelaskan bahwa pengendalian emosi adalah syarat utama dalam menjalankan musyawarah yang efektif. Tanpa pengendalian emosi, musyawarah tidak akan berjalan dengan baik, karena emosi yang tidak terkendali sering kali memperkeruh suasana dan memperburuk masalah.
c.) Keadilan dalam Penyelesaian Konflik