Petugas kereta di stasiun keberangkatan kereta lokal yang saya temui menjual tiket kereta seperti layaknya menjual komitmen kepada para pelancong. Komitmen untuk duduk dan berdiri, seperti yang tertera pada tiketnya.
Saat itu keberangkatan pada pukul empat sore dari stasiun pertama, dimana penumpang akan diangkut dengan nomor kursi yang sudah mereka dapatkan. Yah kan sudah tertera dengan jelas pada tiket pembelian.Â
Kemudian, begitu kereta datang, semua orang justru menempati tempat kosong yang ada, dan beberapa orang lainya akan menduduki kursi hak istimewa si penghuni stasiun pertama. Apakah itu hal yang salah? sama sekali tidak jika berbicara "Budaya"
Kereta itu akan berjalan melewati sekitar 7 stasiun hingga stasiun terakhirnya. Satiap orang pada stasiun baru memiliki kursi yang tertera pada tiketnya, dan tidak semua orang dapat membaca pembelian komitmen itu dengan jelas. Budaya katanya.
Orang baru akan naik dan melihat hak nya sudah diambil oleh pemilik tiket stasiun yang lebih dekat. Lalu orang baru akan melihatnya sebagai kebiasaan atau ketidak laziman yang dimaklumi. Semakin lama semakin penuh dengan kejanggalan. Penumpang memaklumi kesalahanya dan menikmati perjalanan. Kembali, hal ini akan jadi lumrah ketika kita berbicara mengenai "Budaya".
Budaya yang dikenal oleh para penumpang kereta lokal adalah duduk dimana saja asalkan kosong, kursi kereta pada tiket sekedarlah formalitas saja. Nanti jika orang datang dan berani berbicara mengenai hak nya untuk menduduki kursi miliknya, barulah mereka pindah. Itupun kalau ada teguran langsung. Begitulah hari-hari akan berjalan seperti biasanya dalam kereta lokal yang padat penumpang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H