Satu hari jelang masuk sekolah akan segera tiba, usai 2 Minggu menjelang libur semester ganjil.Â
Sebut saja ibu Ais ia adalah perempuan paruh baya yang memiliki 3 orang anak laki-laki bersuamikan seorang guru honorer. Anak yang pertama berumur 10 thn, kedua umur 7 thn dan yang ketiga baru berumur 5 thn.
Satu hari putranya yang ke 2 yang kedua mengeluh karena tas terlihat lusuh sleting bagian belakang sudah rusak.
"Ibu....ibu....bisakah ibu membelikan ku tas yang baru? tanya putranya, " tasku sudah rusak bu, dan aku ingin sekali memakai tas yang bagus seperti yang dipakai oleh teman-teman kelasku". Medengar pertanyaan putranya ibunya seketika terdiam serasa hatinya tertusuk duri.
Sambil mengelus rambut kepala putranya ibunya pun menjawab "ia, nak,,,nanti ibu belikan tas yang bagus dan berbahan kuat supaya bisa lumayan awet terpakai sampai nanti kamu kelas lima SD".
Padahal dalam hatinya, Bu Ais berharap agar uang pembinaan dari program pendidikan segera turun agar bisa dibelikan perlengkapan sekolah.
     Bu Ais teringat dengan kakak perempuannya yang memiliki 2 orang ank yang sama-sama bersekolah di sekolahan yang sama.
Bu Ais langsung mengambil gedget dan langsung membuka ikon watsap yang tertuju pada no kontak kakaknya.
"Kaaaaa.....bolehkan aku meminjam satu tas sekolah, barangkali anakmu memiliki dua tas ?"
Tak sampai 5 menit balasan chat dari kakaknya pun bunyi " maaf,,,,anakku hanya memiliki 1 tas saja, dan itupun sedang dipakai". Setelah membaca chat dari kakaknya seketika mata Bu Ais menjadi mendung menahan agar air matanya tidak meleleh, karena ia tahu bahwa putra dari dari kakaknya memiliki tas 2.
    Dari situ Bu Ais berfikir ternyata saudara perempuan seibu dan sebapapun tidak selalu ada siap membantu diwaktu sempit.
Harapan terakhirnya ia hanya mengandalkan uang pembinaan dari PIP segera cair, karena melihat pendapatan dari suaminya belum cukup untuk memenuhi  harga tas yang diinginkan.
   Selang 2 Minggu, tiba-tiba ada chat dari grup kelas 1, tertera pemberitahuan agar wali murid diharuskan untuk ke BANK BRI terdekat dalam rangka pencairan uang PIP sebanyak 200 rupiah dengan syarat membawa KTP asli dan fotokopi KK.
Rasa syukur yang dirasa Bu Ais seketika meluas, perasaanya sungguh tak sabar ingin segera membelikan tas yang bagus, serta perlengkapan sekolah lainnya.
      Singkat cerita, setelah 4 jam Bu Ais sampai dirumah dan membawa uang sebesar 200 ribu. Tanpa ada penundaan lagi sang ibu mengajak putranya ke pasar agar bisa memilih tas yang ia sukai.
 Dari situ Bu Ais menamakan jika tas yang dikenakan oleh putranya adalah 'Tas berplat Merah' karena dibeli dari uang hasil pembinaan dari pemerintah atau disebut dengan bantuan PIP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H