Antara "yang aku suka" dan "yang sebenarnya" adalah dua kondisi yang selalu saling pengaruh mempengaruhi dalam hidupku. Dulu, waktu masih kecil dan saat remaja aku memilih dan senang dengan yang aku suka walaupun sering gak nyambung dengan yang sebenarnya diajarkan oleh orang tuaku. Namun begitu, yang aku suka sering diam-diam aku melakukannya sendiri karena aku senang. Misalnya, yang aku suka nonton tipi -di depan televisi tentunya- sambil makan, gak akan bangkit sampai filmnya abis, bahkan sampai tangan diselimuti sisa makanan kering. Maklum yang ada hanya TVRI waktu itu jadi gak ada jeda iklan. yang aku suka adalah tidak sekolah karena aku bisa malas-malasan di rumah, nonton. Ketika mulai diajarkan "yang sebenarnya" untuk disiplin beres-beres rumah kerja tim dengan adik-adik, itu juga aku tak suka, malas.Â
Dan, sekarang setelah banyak hal kualami dan menuai hasil banyak keputusanku pada "yang aku suka", maka aku berkesimpulan bahwa hidupku haruslah berdasarkan "yang sebenarnya" dan bukan "yang aku suka".
Hidup adalah berjuang memenangkan "yang sebenarnya". karena kebenaran adalah satu-satunya kunci bahagia. mau bahagia maka peganglah kebenaran yang sebenarnya.
Tapi, ada yang lebih enak mungkin menjalaninya yaitu menjadikan "yang sebenarnya" sebagai "yang aku suka". ini adalah hitung-hitungan hidup yang menguntungkan sepertinya dan menghindari banyak masalah, posisi aman dunia akhirat. Di dunia senang bahagia sementara, diakhirat memetik bahagia abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H