Mohon tunggu...
Hulya Elrossam
Hulya Elrossam Mohon Tunggu... -

Gadis 23 tahun yang gemar memasak dan bertujuan membangun usaha kulinernya sendiri. Di waktu senggangnya, saat tidak memasak, dia kerap memikirkan nasib anak-anak Indonesia di masa depan nantinya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ada Perawat yang Menyakiti Pasiennya?

19 Juli 2016   09:20 Diperbarui: 19 Juli 2016   19:11 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perawat N (atas) dan temannya.

Perawat N kemudian kembali menemukan pembuluh darah di lengan bawah bagian luar, 'tapi ya gitu... tipis. Kita coba ya,' katanya kembali. Saat itu saya bisa melihat betapa tidak ahlinya perawat ini dalam menyuntik. Ragu-ragu. Jarum sudah ditusukkan, kemudian ditarik kembali, dimasukkan kembali. Entah apa yang dia cari. 'Atas atau bawah nih?' tanyanya pada temannya. Tuhan, perawat macam apa ini? Bisa ditebak yang terjadi setelah itu... pembuluh darah kembali pecah. Ibu saya kembali kesakitan. Teriakannya membangunkan adik saya.

Dan mereka kembali mencari pembuluh darah. Saya dan Ibu kembali menanyakan perawat yang lain untuk menggantikan mereka. Tapi tahukah Anda jawaban mereka? 

'Bukan cuma Ibu aja kok yang stress, Bu. Kita juga stress kalo gak berhasil nyuntik. Bisa kepikiran sampai besok-besok dan gak berani nyuntik lagi. Dokter aja kan gak berani operasi lagi kalo gagal.'

Saya kesal sekali mendengar jawaban yang seperti itu. Saya tau itu, tapi bukan berarti mereka bisa seenaknya terus-terusan mencoba menusuk Ibu saya demi egonya. 'Nanti kalo gak bisa, saya minta maaf ya, Bu' katanya. Gendeng!

Kali ini mereka menemukan pembuluh di lengan bawah bagian dalam. Kasusnya masih sama, tipis. Dan perawat N masih memaksakan diri untuk menyuntik. 'Tenang ya, Bu. Yakin ya..' Jarum masuk... suatu cairan (sterill-an sepertinya) mulai masuk. Dan pecah. Ibu saya akhirnya berteriak karena sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan mereka. 'Sudah sudah!! Saya ke UGD aja dah! Sakit! Trauma saya jadinya!' Sayangnya karena Ibu saya sedari tadi mengobrol baik-baik dengan mereka, mereka jadi seperti tidak menanggapi dengan serius. Raut wajah mereka tidak benar-benar menyesal dan bersalah.

'Iya Bu, iya. Ini semua tadi masuk kok, Bu. Tapi pecah begitu dimasukkan cairan. Ini lho buktinya,' kata perawat N mengangkat jarum suntik yang ada noda darahnya dan kapas ke arah Ibu. Padahal Ibu saya saat itu tengah kesakitan! Sejak dimulainya perawatan, (Senin, 11 Juli 2016) Ibu sudah menerima banyak tusukan untuk kepentingan pengambilan darah. 

Kondisi itu membuatnya trauma saat hendak disuntik. Namun para perawat itu tidak ada yang sengeyel mereka saat gagal menemukan pembuluh darah atau menyuntikkan. 'Kalo memang gak masuk, gak akan ada darahnya. Itu baru sterill-an aja yang masuk udah pecah, gimana bisa antibiotiknya,' kata perawat N. Sungguh ucapan dan sikap yang kasar sekali dari seorang perawat.

Waktu saat itu menunjukkan pukul 22.00. Satu jam sudah mereka mencoba dan tidak berhasil sama sekali! Sudah terlalu malam. Apalagi kami harus pulang ke Praya, Lombok Tengah, yang berjarak kurang lebih 40km. Sungguh banyak waktu kami yang terbuang hanya karena keegoisan dua perawat itu.

Dan akhirnya perawat N menyerah kemudian menelpon untuk meminta pertolongan pada temannya di bagian ICU. Dia kemudian masih mengobrol dengan ibu saya membicarakan masalah pembuluh darah Ibu yang tipis, namun di wajahnya tidak terlihat kejadian barusan karena kelalaiannya. Sepertinya bagi perawat N kegagalan menyuntik karena pembuluh darah pasien yang tipis itu adalah hal biasa. Setelah mengobrol sesaat, perawat N meninggalkan kamar kami menyusul temannya.

Ternyata, perawat yang dimintai tolong pun baru bisa datang pukul 22.35 karena harus menangani pasien gawat. Mereka datang berdua. Menangani Ibu saya dengan tenang, fokus, dan serius. Tidak berisik dan sambil mengobrol seperti perawat N dan temannya. Hasilnya... tidak membutuhkan waktu lama bagi mereka untuk menyuntikkan antibiotik tersebut. Dan hingga kami meninggalkan kamar pada pukul 23.08, perawat N tidak menampakkan batang hidungnya. Mana tanggung jawabnya, Mbak?

Saya benar-benar tidak menyangka, di rumah sakit yang berkelas tersebut, apalagi dengan motto-nya itu, ada perawatnya yang tidak berjiwa perawat. Ini kali pertama saya menemukan kejadian seperti ini, ini kali pertama pula ibu saya disakiti seperti itu saat penyuntikkan. 'Kalo emang gak bisa ya jangan dipaksakan. Dikira gedebong pisang apa,' kata Ibu saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun