Mohon tunggu...
Bagus Khusfi Satyo
Bagus Khusfi Satyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi

suka belajar dan berbagi pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Akta yang Dibuat Notaris sebagai Suatu Komunikasi yang Mengatur Hak dan Kewajiban

13 Oktober 2023   09:00 Diperbarui: 13 Oktober 2023   09:16 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara mengenai negara hukum perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijamin oleh negara , dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan  yang sama dihadapan Hukum dan pemerintahm ini merupakan konsekuensi prinsip kedaulatan rakyat serta prinsio negara hukum. kepastian ,ketertiban dan perlindungan hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. dalam kehidupan bermasyarakat hubungan antara orang dengan orang, selalu akan menyangkut hak dan kewajiban, pelaksanaan hak dan kewajiban seringkali menimbulkan pelanggaran, akibat dari adanya pelanggaran hak dan kewajiban tersebut makan akan menimbulkan peristiwa hukum.

Kadang sering terjadi adanya tindak kejahatan pada kasus-kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan pembantaian sekeluarga yang melibatkan antara manusia dengan manusia lainnya adalah terhadap harta benda yang dilakukan dengan cara penipuan, pemalsuan, penggelapan, penyelundupan, dan sejenisnya yang tentunya melibatkan manusia sebagai pelaku dan dojumen-dokumen atau surat-surat sebagai sarana atau cara yang dipergunakan dalam melakukan suatu perbuatan tindak pidana.

Adanya suatu hubungan tersebut dalam kejahatan  mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan-ketetapan yang dibuat dalan bentuk akta otentik, maka notarislah yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik tersebut dan menjadi satu-satunya pejabat umum yang diangkat dan diperintahkan oleh suatu peraturan yang umum atau yang  dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan.

Ketentuan tersebut didasarkan pada pasal 1 Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia staatblad 1860 - 1863 yang diterjemahkan oleh  G.H.S Lumban Tobing Sebagai berikut :

"Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai segala perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akata otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, semua sepanjang pembuatan akata itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

sebagai masyarakat kita harus menyadari dan membuat suatu perbuatan hukum dalam bentuk tertulis dari suatu peristiwa penting dengan mencatatnya pada suatu surat atau dokumen dan ditandatangani oleh orang-orang yang berkepentingan didalamnya dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau lebih, berdasarkan hal tersebut masyarakat menyadari bahwa bukti tertulis merupakan alat pembuktian yang penting dalam lalu lintas hukum, baik dalam arti materilnya ialah dengan adanya bukti tertulis, maupun dalam arti formal yang menyangkut kekuatsn dari pembuktian itu sendiri.

Kewajiban terkait pembuktian ini didasarkan pada Pasal 1865 KUH Perdata yang menyatakan "Setiap orang yang mengendalikan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menjuk pada suati peristiwa, diwajibkan membuktikan dengan adanya hak atau peristiwa tersebut".

Berbicara mengenai alat bukti, dalam Pasal 164 Herzein Indonesisch Reglement (HIR) jo Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum perdata (KUH Perdata) menyatakan yang disebut dengan alat bukti yaitu : Bukti surat, bukti saksi, bukti sangka, pengakuan, sumpah.

Alat-alat bukti tersebut dalam pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam HIR yang menganut asas pembuktian formal, maka disini tampak bahwa bukti surat yang merupakan alat bukti tertulis adalah suatu hal yang penting didalam pembuktian, kekuatan pembuktian, mengenai alat bukti surat ini diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, dalam hal pembuktian alat bukti surat dapat berupa surat biasa, dapat juga berupa akta, akta ini dapat dibagi dua (2) yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan sesuai pasal 1876 KUH Perdata menyatakan " Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan."

Akta dibawah tangan yaitu adanya kesepakatan para pihak, akta dibawah tangan yang dicatatkan yaitu notaris hanya mencatat namun substansi dari para pihak yang mentukan selama itu menjadi kesepakatan yang baik, akta dibawah tangan yang dilegalisasi yaitu akta yang dibuat di notaris dengan dilegalkan oleh pejabat yang berwenang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun