Mohon tunggu...
Bagus Khusfi Satyo
Bagus Khusfi Satyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Akademisi

suka belajar dan berbagi pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengkaji Larangan Notaris Dalam Pasal 17 UUJN Berdasarkan Konstitusi

12 September 2023   12:13 Diperbarui: 12 September 2023   12:22 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://dunianotaris.com/seputar-undang-undang-jabatan-notaris.php

Penulis sudah beberapa kali mencoba membaca beberapa isi dari AD/ART yang menyebutkan bahwasanya arti dari AD/ART tersebut adalah Rule Of The Game atas perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia , ini menggambarkan betapa pentingnya Notaris harus mengikuti aturan-aturan tersebut sebagai dasar Fundamental profesi bagi dirinya serta demi kebaikan Organisasi Notaris itu sendiri baik dalam lingkup Organisasi Pengda, Pengwil, dan Organisasi Pusat Notaris tersebut, kemudian  juga terdapat aturan lain dalam menjalani profesi notaris juga terdapat larangan-larangan dalam UUJN dan apabila melanggar akan dapat dikenakan sanksi baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis bahkan dapat dilakukan pemecatan profesi notaris tersebut, dalam konteks kita berbicara scara yuridis Hukum merupakan keseimbangan yang harus terpenuhi bagi setiap warga negara indonesia yang berdasarkan asas keadailan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ,karena indonesia merupakan negara hukum (rechstaat)   dan bukan merupakan negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat), seperti yang terdapat dalam konstitusi Undang-Undang dasar 1945 yang menentukan secara tegas bahwa negara Republik indonesia adalah Negara Hukum, prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan "bagus khusfi"

Hal ini dapat kita tunjukan pada pasal 17 UUJN:

(1) Notaris dilarang

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan

c. Merangkap sebagai pegawai negeri

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara

e. Merangkap jabatan sebagai advokat

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta

g. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah dan/atau pejabat lelang kelas II diluar tempat kedudukan notaris

h. Menjadi notaris pengganti, atau

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama , kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris

Dalam konteks mengkaji aturan larangan pasal diatas yang berkaitan dengan isi dari kata merangkap jabatan profesi notaris ini bisa disetarakan dengan dokter. dari seluruh permasalahan yang penulis ajukan tersebut maka dapat dijawab berdasarkan fakta-fakta bahwa ternyata antara notaris dengan dokter ada perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar, misalkan dokter dapat merangkap jabatan sebagai PNS maupun jabatan tertentu termasuk Dosen, tetap, Dekan, maupun Rektor. akan tetapi apakah itu juga adil pemberlakuannya secara aturan terhadap notaris. Bukankah yang demikian ini menjadi ketidakadilan atau diskriminasi dalam perlakuan terhadap notaris . Padahal tugas dan kewenangannya  Notaris jika dibandingkan Dokter lebih beresiko tinggi karena notaris mengemban tugas, kewenangan negara, dengan beban menggunakan simbol negara. begitu sakralnya simbol negara ini sampai diatur secara khusus dalam Undang-Undang.

Dr. Widhi Handoko - Mengatakan Jika dilihat dalam hak dan kewajiban sebagai profesi maka dipertanayakan pula batasan-batasan hak profesi itu ada di mana. Apakah ada di negara atau pemerintah atau apakah ada pada organisasi profesi. Saya contohkan terkait dengan penetapan honor notaris, apakah diatur dan diperketat sedemikian rupa oleh negara atau pemerintah sehinga notaris tidak mampu dan tidak boleh menentukan sendiri hak-haknya atas profesi itu.

Dari sini dapat saya katakan bahwa masih terdapat kerancuan-kerancuan yang mengatur Notaris itu sendiri karena tidak dikatakan secara tegas apakah notaris itu sebagai pejabat publik (pegawai-pegawai umum atau ambtenaar) sebagaimana diatur dalam KUH Peradata atau Undang-undang. Pelayan publik dan UUJN, atau apakah sebagai Pejabat Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 atau sebagai pejabat profesi sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UUJN. karena ketiga makna tersebut sangat berbeda penafsiran jika kita telaah lebih detail dan mendalam tentunya redifinisi ini akan berimbas pada perubahan aturan mendasar terkait dengan tugas jabatan notaris.

 Negara bersama pemerintah serta pemangku kepentingan harus berani mengakui adanya kesalahan dan kekhilafan terkait dengan definisi notaris yang bias dan kabur sehingga mengakibatkan kerugian bagi notaris maupun organisasi notaris selama ini telah menjalankan tugas dan kewenangan jabatannya untuk dan atas nama negara, maka dari itu negara harus segera melakukan Rule Breaking terhadap UUJN dan aturan lain terkait yang mendasari.

Jika kita lihat dari sitem negara berdasarkan Konstitusi UUD Negara republik Indonesia 1945 tentang negara kesejahteraan atau welfe state, Maka rule breaking terhadap UUJN tersebut harus segera dilakukan, karena indonesia merupakan negara hukum (rechstaat) dan bukan merupakan negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat), seperti yang terdapat dalam Undang-Undang dasar 1945 yang menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum, prinsip negara menjamin kepastian,ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan keneran dan keadilan

Ini berarti bahwa negara termasuk didalamnya setiap individu, masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lain dalam melaksanaakan hak dan kewajiban harus dilandasi oleh hukum. Dalam negara hukum perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijamin oleh negara , dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama  dihadapan hukum dan pemerintah, ini merupakan konsekwensi prinsip kedaulatan rakyat serta prinsip negara hukum.

Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat  memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat karena dlam kehidupan bermasyarakat hubungan orang dengan orang seringkali menyangkut hak dan kewajiban , pelaksanaan hak dan kewajiban seringkali menimbulkan pelanggaran akibat dari adanya pelanggaran kah dan kewajiban tersebut maka akan menimbulkan peristiwa hukum.

_Tuan Muda Bagus Khusfi Satyo_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun