Sebagai penulis saya disini mencoba memahami atas arah yang ingin dicapai dalam dunia Notaris yang saat ini sedang berjalan dengan penuh kontrofersi termasuk terhadap beberapa peraturan yang terjadi saat ini menjadi aneh ketika diterapkan secara nyata, karena bukan tanpa alasan bahwasanya peraturan tersebut secara hierarki tidak memenuhi unsur fundamental hukum yaitu nilai keadilan, nilai kemanfaatan dan kepastian hukum (Bagus Khusfi Satyo S.H., M.Kn), mari kita lihat isi peraturan yang menjadi pokok pembahasan kali ini saya menulis dan mencoba memahami fikiran kritis beliau yaitu Dosen saya Dr. Widhi handoko, SH, SpN dalam bukunya yang berjudul "Dominasi Negara Terhadap profesi Notaris" serta pendapat dari Ibu Dosen saya Dr. Dahniarti Hasana S.H.,M.Kn terkait dengan pendapatnya dari kutipan berbagai pendapat tentang profesi Notaris.
Peraturan OJKÂ
Otoritik terhadap peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 67/POJK.04/2017, tentang Notaris yang melakukan kegiatan dipasar modal. Aturan tersebut saya pandang bias dan jauh dari rasa nilai keadilan, nilain kemanfaatan dan kepastian hukum. Sebelumnya mari kita baca dengan seksama pertimbangan hukum aturan tersebut:
1. Huruf: a. bahwa untuk meningkatkan indenpendensi, kompetensi dan profesionalisme notaris yang melakukan kegiatan dipasar modal, perlu dilakukan penyempurnaan atas ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai  notaris yang melakukan kegiatan dipasar modal.
2. Huruf: b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal
Kemudian dasar peraturan tersebut yaitu:
1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608)
2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253)
Saya jelaskan bahwa arah politik dalam peraturan adalah tertera pada konsideran. Makajika kita menelaah dari pertimbangan hukum UU. OJK No. 8 tahun 1995, saya ambil khusus yang terkait dengan persoalan hukum yaitu huruf c berbunyi sebagai berikut:
bahwa agar pasar modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan.
Kemudian juga terkait UU. No 21 tahun 2011 salah satu pertimbangan terkait yaitu:
Huruf a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntebel, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Coba mari kita pahami dari pertimbangan hukum UU. No. 8 Tahun 1995 yang menjadi dasar aturan OJK nomor 67 tersebut. saya garis bawahi supaya jelas:
1. Landasan hukum dan kepastian hukum
2. Bagi Pasar Modal dan Masyarakat
3. Disisi lain untuk kepentingan negara
Lalu UU No. 21 tahun 2011 saya garis bawahi pertimbangan hukum terkait:...melindungi konsumen dan masyarakat...kaitan dengan hal tersebut tentunya bicara perlindungan masyarakat berarti menjadi tugas dan kewajiban negara. Kemudian coba baca ketentuan pertimbangan dari 67/POJK.04/2017:...untuk meningkatkan independensi, kompetensi dan profesionalisme notaris yang melakukan kegiatan dipasar modal, perlu dilakukan penyempurnaan atas ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai notaris yang melakukankegiatan dipasar modal.
Pertanyaan saya: bagaimana mungkin suatu peran OJK menyempurnakan atas ketentuan perundang-undangan mengenai notaris. Semua aturan hukum harus mengikuti hierarki hukum dan berjenjang (baca: UU No. 10 tahun 2004 yang diperbarui berdasarkan UU No.12 tahun 2011. Baca juga Tap MPR No. 1 tahun 2001 dan No. 2 Tahun 2002).
Selanjutnya mari kita telaah kalimat pertimbangan....perlu dilakukan penyempurnaan atas ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai notaris yang melakukan kegiatan dipasar modal ; Pertanyaan saya aturan mana yang dimaksud ? Bukankah mengingat dan arah politik dalam konsideran hanya mencantumkan UU No.8 Tahun 1995 dan UU No.21 Tahun 2011 ?
Jangankan mengatur mengenai notaris, Saya baca berulang-ulang tidak satupun ditemukan kalimat dalam UU tersebut kata "Notaris" coba baca dengan seksama adakah secara tegas menyebutkan bahwa UU tersebut mengatur mengenai Notaris? sungguh ini sebuah keanehan yang nyata. Belajar dari mana si pembuat aturan tersebut. Â
Peraturan OJK tersebut merupakanperaturan yang tidak nyambung (tidak sistematis) alias tidak memenuhi syarat sebagai sebuah legal sistem (sebagaimana dalam teori legal sistem yang digagas Friedman). Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structure of law), Substansi hukum (subtance or law), dan budaya hukum (legal culture).
Suatu aturan yang tidak mempunyai arah sesuai legal sistem, maka dapat dipastikan bahwa aturan tersebut hanya berorientasi secara sepihak dan jauh dari filosofi nilai keadilan. jangankan filosofi nilai keadilan, menurut saya "aturan tersebut tidak memiliki karakter sistematik dan tidak memiliki nilai dasar hukum yang layak atau standar" sebagaimana yang diharuskan dalam triadism law oleh Gustav Radbruch (nilai keadilan,nilai kemanfaatan dan nilai kepastian). berdasarkan teori Triadism law (Gustav Radbruch), gagasan hukum didefinisikan melalui tiga nilai dasar hukm yaitu nilai keadilan (filosofis), Nilai kemanfaatan (sosiologis) dan nilai kepastian (dogmatic).
Jika dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan persyaratan nilai keadilan, maka peraturan perundang-undangan tersebut harus dikesampingkan oleh hakim, artinya untuk mendukung suatu prinsip keadilan hakim dalam memutuskan perkara tidak boleh sekedar mendasarkan nilai kepastian/state/normative/ tekstual perundang-pundangan, atau hanya mendasarkan nilai kemanfaatan/society/socio legal approach, akan tetapi hakim harus berani melakukan the eforcment of law guna mencapai prinsip keadilan (filosofis hukum adalah pencapaian keadilan).
Penjelasan saya diatas jelas dan tegas mengapa saya katakan bahwa notaris adalah relawan ? hal itu saya sampaikan bukan tanpa dasar. Coba kembali kita baca pertimbangsn-pertimbangan hukum aturanOJK tersebut sekaligus landasan dan dasar UU tersebut yaitu: 1. Landasan hukm dan kepastian hukum. 2. Bagi pasar modal dan masyarakat. 3. Disisi lain untuk kepentingan negara. Pertanyaan saya, adakah kepentingan untuk Notaris dan memeniuhi teori nilai dasar hukum ? Jelas bukan bahwa landasan hukum dan kepastian hukum tersebut untuk kepentingan pasar modal, masyarakat dan negara. bagaimana mungkin notaris menjadi objek yang dibebani olehh iuaran dan lainnya, padahal tidak ada hak yang diberikan kepada notaris dalam menjalankan tugas jabantannya. "Jabatan super aneh semua berupa kewajiban" (saya tegaskan Honor bukan hak karena sifatnya mubah atau sukarela). Lalu bagaimana mungkin OJK seenaknya membuat dan mengatur Notaris. Dasar tugas dan kewenangannya apa ? negara ini bukan negara bar-bar yang suka-suka dan seenak udelnya mengatur ini dan itu. Kita ini negara hukum yang semua hal tentang tugas dan kewenangan jabatan diberikan dan diatur berdasarkan hukum. Notaris itu bukan swasta, atau pengusaha, juga bukan badan hukum perusahaan, tetapi notaris itu pejabat publik bahkan dalam UU No.24 tahun 2009 dalam UU tersebut, Notaris merupakan pejabat negara karena diberi kewenangan menggunakan simbol negara (baca UUJN dan KUH Perdata. Artinya apa, bahwa diaturnya tentang tugas dan kewenangan suatu jabatan, supaya kita tidak bias dan tidak slaiding. Supaya semuanya jelas bahwa tugas dan kewenangan itu terstruktur, lalu substansinya jelas dan menumbuhkan kultur (budaya yang tertib). Ingat bahwa hukum itu rekayasa sosial (law as a tool of social engeneering) sebagaimana pandangan Roscoe Pound tentang law as a tool of social engineering (hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat), bahwa hukum harus mampu merekaysa sosial sesuai tujuan dan visi misi hukum yaitu tercapainya nilai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
Aturan itu harusnya responsif bukan otoriter. Penilaian saya bahwa aturan OJK tersebut jika diakaji dari teori legal sistem dan teori hukum responsif, sifatnya sebagai aturan yang tidak sistematis dan bersifat respresif (otoriter). Tidak tepat untuk diterapkan bagi notaris karena tidak responsif untuk arah dan tujuan serta tidak sesuai dengan visi misi landasan hukum yang menjadi pertimbangan peraturan OJK itu sendiri, Pada akhirnya aturan tersebut mencederai rasa nilai keadilan, nilai kemanfaatan dan nilai kepastian hukum, khususnya bagi profesi notaris.
Oleh Dahniarti Hasana SH Mkn
Saya akan mengutip simpulan dari berbagai pendapat tentang Profesi, diantaranya pendapat Schein, E.H (1963); Daniel Bell (1973). paul F. Comenish (1983). Kemudian juga perlu saya  ketengahkan berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia ; Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu.
Jadi simpulan dari pendapat ahli bahwa makna profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan "Profesi" selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.
Pekerjaan tidak sama dengan Profesi. Artinya jika hal ini dihubungkan dengan profesi Notaris maka sangat jelas bahwa Notaris itu bukan pekerjaan (yang bilang seperti itu kajian dan definisi) yang dari kajian mana telah teruji melalui tokoh-tokoh pencetusnya sebagai akademisi. Namun secara umum salah kaprah terjadi pemahaman, profesi yang dimengerti oleh masyarakat awam bahwa "sebuah profesi sedah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi."
Sedangkan penjelasanyang sesuai teori bahwa profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan. Sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. hal inilah yang harus diluruskandimasyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
Disinilah mengapa suatu profesi notaris bersifat independen dan mandiri. artinya tidak boleh ditekan atau didikte pihak manapun termasuk pemerintah atau OJK, bahkan aparat hukum seperti polisi, jaksa dan hakim harus tunduk terhadap aturan yang mengatur profesi apapun (tidak terkecuali profesi notaris). UUJN termasuk KUH Perdata dan UU pelayan publikbahkan juga UU lainnya yang terkait dan mengatur profesi Notaris, menempatkan notaris tidak sekedar profesi biasa akan tetapi sebagai jabatan publik atau bahkan jabatan negara (dalam UU No. 24 tahun 2009) dijelaskan hanya pejabat negara yang dapat menggunakan stempel simbol negara (burung garuda). Maka menurut saya jika notaris masih dibebani dengan pekerjaan lain diluar yang diatur oleh UUJN atau KUH Perdata yang tidak sesuai dengan harmonisasi undang-undang tersebut dapat diambil simpulan telah terjadi disharmonisasi aturan (jiks aturan tersebut setingkat yaitu disharmonisasi aturan yang setingkat).
Yang menjadi masalah ketika ada institusi OJK telah mendegradasi UUJN dan KUH Perdata tentang tugas dan tanggung jawab Notaris, dengan aturn internal mereka, Sejak saya kuliah S1 hukum hingga saya kuliah S3 dotoral ilmu hukum, belum pernah saya temukan teori atau asas yang membolehkan aturan mentri atau lembaga setingkatmenteri mendegradasi aturan UU yang secara hierarki di atasnya. dalam beberapa tahun ini banyak terjadi keanehan-keanehan para pejabat negara atau pejabat pemerintahan asal-asalan dalam membuat aturan.
Menurut saya hal terpenting dari sebuah aturan walaupun diterbitkan setingkat kementerian atau lembaga, seyogyanya harus melalui pengkajian akademis. Namun kelemahan pengkajian akademis harus dibenahi yaitu perlu yang membahas kajian akademis haruslah orang-orang yang berkompeten dan memang mempunyai keahlian. Selama ini kajian akademis menjadi kendala karena terlalu nlama dan justru melebar kemana mana disebabkan orang-orang yang terlibat tidak mempunyai kemampuan atau bahkan tidak mempuni atas bidang yang dikaji. Walaupun demikian kita tidak boleh pesimis akan tetapi kita wajib optimis untuk membenahi sistem Notaris dengan cara yang baik. Bukan dengan cara menekan atau mendikte yang diikuti ancaman dan tekanan terselubung.
_Tuan Muda Bagus Khusfi Satyo_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H