Mohon tunggu...
Hukman Reni
Hukman Reni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Anak Rantau

Anak Rantau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Happy New Normal

6 Juni 2020   08:46 Diperbarui: 6 Juni 2020   11:38 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Happy New Normal

Aku kekurangan informasi, sejak kapan corona bermula di Indonesia. Tetapi menurut berita, penyakit yang kemudian disebut Covid-19 (Corona Virus ID 19) itu ada di Indonesia lewat sebuah pesta dansa pada perayaan hari Valentin.

Ia bermula dari seorang ibu dan anaknya dari Depok  yang berinteraksi dengan orang Jepang yang datang dari Malaysia.

Jadi, kita punya corona adalah produk "impor" lewat gaya hidup modern. Yaitu pesta dansa mengenang Santo Valentin. Entah santo yang mana, karena ada tiga santo dalam riwayat perayaan hari Valentin.

Sejak kabar terpapar dari pesta valentin itu merebak, hari-hari berikutnya adalah kepanikan. Tapi kepanikan juga hanya sejenak. Setelah itu, rakyat semakin akrab dengan covid-19. Seperti orang yang sudah 'bermaafan' dengan rivalnya. Corona menjadi tidak serm lagi. Sudah umum.

Karena sudah umum, orang tidak khawatir lagi tertular corona, sehingga aturan PSBB bisa dilanggar seenaknya.

Orang juga semakin tak risau dengan jumlah angka terpapar, yang selalu meningkat. Menurut data terakhir, terpapar 29.521, sembuh 9.443, dan meninggal
1.770. Apalah arti 29 ribu itu dibanding penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa.

Angka meninggal 1.770 itu pun masih jauh lebih kecil dibanding negara lain seperti Amerika yang mencapai 108 ribu kematian. Masih lebih sedikit dari Brasil 34 ribu kematian. Juga belum sama dengan Inggris 39 ribu kematian atau Italia 33 ribu kematian dan Spanyol 27 ribu kematian. Apa boleh buat, sepertinya angka  membuat kita bangga dengan kematian.

Maka jangan terkejut jika pemerintah cepat-cepat merasa yakin melonggarkan PSBB, membuka tempat keramaian. Padahal, tidak satu pun pejabat di negeri ini yang berani mengatakan kapan covid-19 akan berhenti bergentayangan.

Kita semua ingin secepatnya tiba di "happy new normal". Tapi apanya yang 'new'?. Cuci tangankah? Itu bukan barang baru. Jika berwudhu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah cuci tangan.

Di kampung saya, di Parepare, setiap rumah (karena rumah bugis kebanyakan rumah panggung), di ujung tangganya terdapat tong tanah liat (gentong) berisi air untuk cuci tangan, cuci muka dan kaki sebelum menapaki tangga rumah.

Sebelum anda memesan makanan di warung Padang, air putih dan cuci tangan akan datang lebih dulu meski disediakan sendok makan dan garpu di meja hidangan. Begitu juga di lapo Batak, Jln. Pramuka Jakarta, dll.

Jaga jarak? Ini sudah bertahun-tahun diserukan di tol Jagorawi dll, ditulis di bis kota dan truk gandeng. Di Trans Jakarta, malah ada pemisahan untuk jaga jarak antara wanita dan lelaki, karena sebelumnya marak pelecehan terhadap perempuan.

Pada zaman dahulu, ada periksa kuku, rambut gondrong, di sekolah. Sekarang mungkin ditambahkan saja dengan periksa suhu pakai thermogun sebelum masuk kelas. Esensinya, jaga kebersihan atau health care itu bukan 'new' bagi kita. Normal, tapi sebenarnya tidak 'new'.

Meskipun demikian, mari beramai-ramai menyongsong new normal sembari waspada datangnya pandemi susulan, jika protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah terabaikan. Happy new normal.

Salam
@anak rantau

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun