Adanya berbagai praktik pengaturan jalan yang beroperasi diberbagai sudut atau persimpangan jalan Kota Malang merupakan suatu hal yang menjadi sorotan penulis, kemudian penulis menggunakan teori efektivitas hukum untuk menganalisis sejauh mana pengimplementasian yang di pertimbangkan dari berbagai komponen yaitu : Faktor hukumnya sendiri (undang-undang), Faktor penegak hukum, Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, Faktor masyarakat dan Faktor kebudayaan.
Penelitian tersebut tergolong dalam jenis penelitian normative dan menggunakan metode pendekatan kualitatif dimana mengedepankan kedalaman informasi dalam pengolahan datanya kemudian diperoleh hasil bahwa pengimplementasian undang-undang/ peraturan daerah Kota Malang No. 2 Tahun 2012, tidak efektif karena realitasnya para pengatur jalan "pak ogah" masih marak beroperasi di daerah persimpangan jalan yang berada di Kota Malang dan hal ini tidak sesuai dengan Peraturan tersebut. Sedangkan mengenai status pak ogah tidak semua dari mereka yang sesuai dengan peraturan yang ada, sebagian besar banyak yang tidak melakukan perizinan dan sebagian sudah ada yang melakukan perizinan.
LATAR BELAKANG
Kota malang dengan luas sekitar 252,1 (km2), dengan jumlah warga sekitar 895.387 orang adalah kota yang memiliki berbagai macam profesi dan aktivitas warga didalamnya, sehingga banyak sekali para imigran yang berdatangan ke kota ini, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) memperkirakan, sekitar 3.000 orang yang tinggal di Kota Malang namun bukan penduduk.[1] Mereka antara lain, para mahasiswa dan pekerja dari luar kota dan setiap tahun akan ada peningkatan yang signifikan dikarenakan di kota ini bukan hanya terkenal dengan para mahasiswanya, akan tetapi juga para pekerjanya, oleh karena itu jika di total, jumlah penghuni kota Malang ini lebih dari 1 juta orang bahkan bisa lebih karena dari tahun ketahun bertambah.