Percakapan antara 2 orang itu terdengar jelas di telingaku walau suaranya lirih seperti bisikan. Di antara bilik-bilik toilet umum, aku masih menuntaskan hajat. Perutku sedang tak bersahabat, meminta dibawa ke bangunan angker ini pada pukul 2 dini hari.
Aku terdiam, berusaha menajamkan telinga untuk mendengar lebih jelas lagi.
Namun, hening yang menyapa. Tidak ada suara. Kemudian gemerisik kucuran air terdengar. Siapa disana pikirku?
Tahun 2010, aku menempati mess putri bersama ratusan karyawan wanita lainnya. Mess putri terbagi menjadi beberapa bangunan 2 tingkat yang disebut blok.
1 Blok terdiri atas 16 kamar, dengan 8 kamar di setiap lantainya. Di setiap 2 blok ada bangunan MCK (Mandi Cuci Kakus) untuk karyawan, letaknya persis di tengah untuk memudahkan karyawan menggapainya.
Sayangnya diantara banyaknya blok, aku mendapatkan blok mess B. Tidak ada apa-apa sebenarnya di blok ini, tetapi beda cerita dengan blok di sebelahnya, blok A.
Bangunan ini lebih sering kosong, karena digunakan untuk karyawan masa pelatihan atau magang. Jika tidak ada karyawan baru, maka bangunan ini kosong melompong.
Lalu, bangunan khusus MCK yang praktis digunakan saat karyawan akan menuntaskan hajat atau membersihkan diri. Bangunan ini hanya ramai di pagi dan sore hari, saat karyawan bersiap atau pulang kerja. Bahkan saat siang hari saja, hanya ada petugas kebersihan yang sekali-kali menguras air dari bak mandi berukuran super besar itu.
Perpaduan antara bangunan kosong serta kamar mandi yang gelap dan lembab, pas sekali untuk menciptakan nuansa mistis dan mitos-mitos horor berkembang diantara karyawan. Ditambah lagi dengan pohon-pohon tua di sepanjang jalan. Mantap membuat bulu kuduk merinding.
Sedikit diantara kami yang berani ke wc itu sendirian, apalagi saat malam datang. Mungkin ini yang menyuburkan ketakutan dalam diri semakin membesar.Â