Mohon tunggu...
Marselia Ika
Marselia Ika Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis lepas

Introvert yang senang menulis, mendengarkan musik dan mengamati.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seperti Denyut Nadi, Pasar Tradisional juga Bekerja 24 Jam Sehari

9 Mei 2023   16:40 Diperbarui: 13 Mei 2023   12:01 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta Sorong (Arco) yang digunakan buruh pasar untuk mengangkut belanjaan pedagang. Sumber: Pixabay/Manfred Richter.

Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Saya merapat ke minimarket 24 jam, yang letaknya berseberangan dengan pasar tradisional terbesar di Pontianak.

Malam masih awal untuk sebagian orang, sementara yang lain sudah bersiap untuk tidur. Jalanan masih ramai dipadati kendaraan yang melintas. Anak-anak muda yang tertawa di sebelah saya cukup menarik perhatian pengunjung minimarket.

Minimarket 24 jam ini memang menyediakan bangku dan meja di teras kiosnya. Anak-anak muda bermodalkan sebotol teh atau segelas kopi sudah bisa duduk manis disana. Perhatian saya kembali teralih pada kendaraan padat muatan yang kembali berhenti di parkiran pasar.

Truk dan pick up silih berganti berdatangan kemudian menurunkan muatannya, keranjang-keranjang sayur, box-box ikan, batangan besar tempe, karungan ubi, ada juga ember-ember besar berisi tahu.

Satu-persatu becak dan arco akan datang, alat transportasi yang digunakan para buruh angkut pasar, untuk mengangkut barang-barang tersebut ke lapak pedagang di dalam pasar.

Di sebelah minimarket, pedagang menggelar dagangan di atas terpal dan karung. Kebanyakan hasil kebun seperti buah pisang, ubi, ketela, jeruk sambal, semangka, dll.

Saya hampiri seorang penjual jeruk sambal, yang duduk dekat minimarket, membeli satu kantong kecil seharga Rp5.000, sembari bertanya, “turun jam berapa, pak?”

“Habis maghrib, dek.”

“Emangnya ada orang yang ke pasar jam segitu?”

Dan sang bapak bercerita panjang lebar tanpa perlu saya tanya lebih jauh. Ternyata rumahnya berjarak kurang-lebih 40 menit perjalanan dari pasar.

Setiap hari ia membawa hasil kebun, dari kebun sendiri dan dari petani lokal. Jam 7, orang-orang kebun sudah tiba di pasar. Ia akan mengambil barang mereka, kadang dibayar langsung, kadang dibayar keesokan harinya.

Mulai pukul 10 malam, mobil-mobil pedagang dari luar kota akan tiba. Mereka membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali di daerah masing-masing. Rata-rata membawa pick up. 

Mereka tidak datang dengan tangan kosong, di mobil sudah terisi hasil alam juga. Ada gula aren dari pohon nirah, madu asli, hasil kebun seperti cabai, nanas, ubi, bahkan jeruk. Sudah ada boss besar yang akan menampung.

Pedagang di pasar tradisional sumringah melihat kedatangan mereka. Ratusan ribu sampai jutaan rupiah mereka dapatkan dari transaksi dengan satu pedagang luar kota. Sementara, parkiran terisi penuh membludak, hampir-hampir tak cukup menampung mobil yang terus berdatangan.

Pasar mulai lenggang pada pukul 01.30 pagi, para pedagang luar daerah sudah pulang. Hanya tersisa satu atau 2 mobil yang bertahan hingga pukul 2 pagi, itu sudah kesiangan bagi mereka.

Para sopir harus bergegas untuk kembali ke daerah dan mengisi lapak/kios mereka pada subuh atau pagi hari.

Geliat ekonomi pasar kembali berdenyut sekitar pukul 02.30, kali ini para penjual pasar pagi mulai berdatangan. Dengan cepat mengisi lapak dan kios mereka, beradu cepat dengan pembeli yang juga mulai turun ke pasar.

Pelanggan pun berganti menjadi para penjual sayur keliling dan pedagang di pasar tradisional lain, mereka mengambil barang untuk kembali didagangkan. 

Mereka memang tidak membeli sebanyak pedagang dari luar kota, tetapi jumlah mereka banyak. Kuantitas menang disini. Ini juga jam-jam sibuk bagi buruh angkut. 

Kereta Sorong (Arco) yang digunakan buruh pasar untuk mengangkut belanjaan pedagang. Sumber: Pixabay/Manfred Richter.
Kereta Sorong (Arco) yang digunakan buruh pasar untuk mengangkut belanjaan pedagang. Sumber: Pixabay/Manfred Richter.

Para pedagang dan penjual sayur keliling sudah memiliki langganan pemasok barang. Tugas buruh adalah mengangkut semua belanjaan dari toko atau pedagang pasar ke kendaraan. Mulai dari dari ikan, ayam, sayur, tahu, tempe, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.

Suasana pasar akan semakin padat setelah adzan subuh berkumandang. Para pemilik rumah makan atau pekerja restoran berbelanja untuk mengisi stok dapur, tak ketinggalan ibu-ibu rumah tangga juga banyak yang mulai berdatangan ke pasar.

Pasar pagi hari padat oleh pembeli, lorong pasar yang tidak begitu besar akan macet jika arco atau becak melintas.

Pukul 7 pagi, para buruh angkut ini sudah beristirahat. Mereka turun ke pasar dari malam hari, berebut sesama buruh untuk mengangkut hasil kebun dari mobil-mobil atau dari toko-toko ke mobil pedagang.

Menukar malam menjadi siang, berapa penghasilan mereka? Seorang pemuda berkata ia mendapat 250 ribu satu malam, dan berkata,

“Sekarang sepi, kak. Banyak pesaingnya, orang-orang dari kampung datang, jadi tukang arco juga. Dulu satu hari bisa dapat 1 juta, sekarang 300 ribu susah.” ujarnya.

Namun, ia mengaku lebih senang turun di pagi hari, karena yang menggunakan jasanya lebih royal. Para pelanggannya di malam hari akan membayar 5-10 ribu dalam sekali angkut, sedangkan pembeli di pagi hari hari bisa memberikan 20/30 ribu.

Sayangnya, tidak setiap pengunjung pasar pagi membutuhkan arco, mereka hanya berbelanja untuk kebutuhan dapur biasa. Berbeda dengan para pelanggannya di malam hari.

Memasuki pukul 08.00 pagi, mayoritas pedagang malam sudah pulang, yang belum pulang biasanya menunggu boss kebun datang menagih. Rata-rata dari mereka tidak mau berhutang terlalu lama.

Sementara kios-kios besar di pasar akan buka sampai jam 1 siang atau jam 5 sore nanti. Menanti sales dan kiriman barang datang dari distributor. 

Pedagang pun tetap ada, kebanyakan penjual sayur dan buah. Meski jumlahnya tidak sebanyak di pagi atau malam hari, mereka bergantian mengisi lapak.

Tidak hanya pedagang dan buruh. Tukang sampah pun mendapat berkah, sayur-sayur yang berjatuhan bisa menjadi pakan ternak, dijual murah ke peternak. 

Tukang parkir apalagi, dari lahan parkir mereka bisa mengantongi ratusan ribu setiap harinya. Begitulah denyut nadi perekonomian pasar, berputar 24 jam. 

Mengisi pundi-pundi pelaku pasar tradisional yang terkadang diremehkan, tetapi kantongnya lebih tebal dari kebanyakan pekerja formal yang bergaji UMR di kota kami. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun