Mohon tunggu...
No Name
No Name Mohon Tunggu... -

Seorang pria

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

2xLove (I) 5: San Pek Eng Tay

27 Maret 2012   14:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:24 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambungan dari: Perasaan

Sungguh, meski sudah mencoba, tetap saja tidak bisa. Saat menatap wajahnya, rasanya dia rela menderita selamanya. Saat tadi mereka berbicara berdua, dia merasakan kehangatan yang menyelimutinya. Dia suka perkataan Jerry yang apa adanya. Kemudian senyumnya yang begitu menggetarkan hati. Bagaimana dia bisa pura-pura tak peduli? Atau berusaha menghindar seperti yang direncanakannya? Tak bisa. Meski tak bisa memiliki Jerry, tapi dia sudah senang hanya dengan melihatnya. Dia tahu dia begitu menyukainya. Begitu susah menepis bayangannya menjelang memejamkan mata.

Ac di kamarnya mengeluarkan suara berbeda dengan sebelumnya, mungkin terlalu sunyi sehingga dia bisa mendengarnya. Di Bandung dia tidak pernah tidur dengan ac menyala. Di kamarnya memang tidak ada ac. Bahkan mungkin orang tak perlu memasang ac. Di Bandung malam hari dinginnya bisa membuat orang menggigil. Tapi di kota kecil ini, dia berkeringat sewaktu hari pertama tiba. Ac belum dipasang saat itu.

Dingin dan hangat. Begitu mungkin gambaran perasaannya. Perasaannya begitu dingin saat di Bandung. Karena kejadian itu. Dia tidak mempercayai pria sejak saat itu. Meski dia tidak terlalu menyukai pria itu, tapi hatinya terlanjur sakit. Dan kini, bila mengingatnya, dia selalu meneteskan air mata. Dia sudah tak peduli dengan pria itu. Tapi masalahnya, perasaannya kini telah menghangat kembali. Juga karena seorang pria. Apakah pria ini akan bereaksi sama? Menjauhinya begitu saja saat mengetahui keadaaan dirinya? Matanya mulai berkaca-kaca. Buru-buru dia mengusapnya. Mencoba untuk tegar. Ah, siapa yang paham derita di hatinya?

****

Erh, Jam berapa sekarang?” tanya Andre tanpa menuju khusus pada seseorang. Dia mengira semuanya masih tertidur. Tadi malam mereka terlalu lama nonton dan main game.

Jam tujuh, lewat dua puluh lima menit,” ujar Jerry sambil menatap jam dinding yang tergantung tepat di atas pintu masuk kamar.

Andre mengambil posisi duduk. Dia mengucek-ngucek matanya dan menguap kecil. “Waktu kita satu setengah jam lagi. Ayo siap-siap.” Ujarnya lalu beranjak turun dari tempat tidur dan meraih tasnya. “Aku mandi duluan,” katanya kemudian masuk ke kamar mandi.

Jerry turun dari ranjangnya. Adrian sudah membuka mata dan menatap langit-langit kamar. Wennendy masih menutup matanya. Tapi Jerry tahu dia sudah terbangun saat dia menggeser kakinya yang menghimpit tubuhnya.

Ibunya sedang menyiapkan sarapan. Saat Jerry akan menghampirinya, tiba-tiba telepon berdering. Dia kemudian berlari ke ruang tamu.

Ya, halo. Cari siapa?”

Jerry! Ini Mitha. Kalian baik-baik saja kan?”

Oh. Baik-baik saja. Ada apa telpon pagi-pagi.”

Tenang saja. Bukan cari kau. Mama mana?”

Ma ...!” ujar Jerry sambil menoleh ke arah belakang rumahnya.

Eh, kau tak balik lagi?”

Balik. Kuliahnya belum mulai. Jenuh aku di Jakarta.”

Lho, kenapa? Bukannya Jakarta besar?”

Besar! Tapi bikin aku pusing....”

Tunggu, Mama sudah datang....”

Jerry segera menyingkir begitu menyerahkan gagang teleponnya. Dia membuka pintu dan cahaya mentari pagi menerpanya. Dan segera mengalihkan pandangannya karena tak tahan dengan silaunya.

Ma, kak Mitha ya?”

Jerry menoleh dan melihat Willy sudah berada di sisi Ibunya. Kemudian gagang telepon berpindah ke tangannya. Ibunya kembali ke belakang.

Kak! kakak mau balik? Eh, minta oleh-oleh ya. Iya, ya!”

Jerry jadi ingin menitip sesuatu setelah mendengar Willy meminta oleh-oleh. Kemudian dia menghampiri Willy.

Wil, Wil ...!” ujarnya sambil menunjuk-nunjuk dirinya sendiri.

Eh, kak. Jerry mau bicara.”

Sana, sana!” ujar Jerry mengibaskan tangannya begitu Willy menyerahkan gagang telepon padanya. “Awas kalau nguping,” katanya kemudian.

Oi,...!”

Hah,...!?”

Kau balik tanggal berapa?”

Ehm, tanggal lima Juli. Kenapa?”

Aku titip deh. Belikan sesuatu buat hadiah ulang tahun bisa tidak?”

Hmm! Buat siapa? Laki-laki atau perempuan?”

Perempuan. Kau tak kenal.”

Aku tak kenal? Siapa namanya?”

Murid baru. Jadi, kau tak kenal.”

Iya, cerewet. Aku tanya namanya siapa. Sewaktu jalan-jalan aku pernah lihat gelang. Bisa diukir nama. Mau tidak?”

Oh! Bagus ya? Kalau bagus boleh-boleh saja. Namanya Julia.”

Hmm, namanya bagus! Cuma Julia saja?”

Julia F sih. Tapi aku lupa apa F-nya.”

Julia F kayanya bagus. Sudah ya, mahal telepon lama-lama!”

Oh, ya sudah.”

Jerry kembali menuju dapur, menghampiri Ibunya. Ibunya menoleh dan tersenyum.

Kamu tak mandi? Mandi bergantian tak terlalu lama? Kamu mandi saja di bawah.”

Tak apa-apa, ma. Masih jam segini. Masih sempat. Jerry ke atas dulu, ma.”

Ibunya mengangguk pelan dan Jerry berjalan menuju tangga. Di kamarnya Adrian sedang mengeringkan rambutnya. Dan Andre segera menghampirinya.

Siapa yang telpon tadi?”

Jerry heran. Apakah suaranya tadi terdengar hingga ke atas?

Mitha...,” jawabnya sambil lalu.

Oh ya? Dia balik ke sini lagi?” sekarang Adrian ikut menimpali.

Kilatan di mata teman-temannya tampak seperti tidak biasa. Jerry hanya mengangguk saja. Meski tak menoleh pada mereka, dia tahu kedua temannya kini sedang tersenyum senang. Dalam hati, dia sebenarnya tidak senang. Kenapa teman-temannya tak menghargainya? Memang tak masalah kalau mereka senang bertemu Mitha. Tapi, mereka ini sudah tergila-gila. Bukan hanya mereka tentu saja. Hampir sembilan puluh persen murid laki-laki di sekolahnya tergila-gila pada kakaknya.

Jerry menoleh ke arah kamar mandi dan Wennendy keluar tergesa-gesa. Sial! Gerutu Jerry. Keluar lagi seorang pengagum Mitha.

Eh, Jer ....” ujar Wennendy tapi segera dipotong Jerry.

Apa? Minggir, aku mau mandi sekarang!”

Dia buru-buru menarik handuknya di tempat gantungan baju dan menyerobot masuk ke dalam kamar mandi. Meski begitu, Wennendy ternyata tetap bertanya pada kedua temannya. Rasa senang mereka seolah menembus dinding kamar mandi dan itu membuat Jerry merinding. Mereka seperti orang gila, ujarnya dalam hati.

*****

Mereka harus buru-buru sekarang. Tak ada waktu buat bersantai. Semua gara-gara Jerry yang mandi terlalu lama. Makan paling lambat, juga satu-satunya orang yang belum mengemas barangnya. Berulang kali dia minta maaf pada teman-temannya. Waktu itu jam dinding hampir menyentuh angka sembilan.

Mereka berempat berjalan tergesa-gesa keluar dari jalan kecil berujung buntu itu. Kemudian segera menghentikan becak pertama yang mereka temui. Di sepanjang perjalanan, muka teman-temannya tak ada yang berseri. Jerry jadi tak enak hati.

Eh, kata Mitha dia pulang tanggal lima Juli.”

Oh ya?” jawab mereka serempak.

Rupanya pancingan Jerry berhasil. Kini wajah teman-temannya tampak berseri. Dipenuhi fantasi yang tak ingin diketahui Jerry. Meski dia senang temannya tak marah lagi, hatinya diam-diam kecut juga. Ah, pesona mereka tampaknya masih belum pudar. Semua murid di sekolahnya tahu. Kakaknya, Mitha dan dua orang temannya, Cindy dan Chisty, adalah primadona sepanjang masa. Lagipula, siapa yang tak tahu CMC? Nama kelompok mereka yang menurut Jerry konyol dan tampak menonjolkan diri.

Cindy, Mitha dan Christy. Seorang adalah putri ketua yayasan sekolah mereka. Lalu si juara umum dengan nilai terbaik sekota Sibolga. Terakhir cucu orang terkaya di Sibolga. Siapa yang tak gentar coba? Lagipula, tanpa embel-embel itu pun, banyak laki-laki yang bertekuk lutut. Mereka bertiga tidak ada satu pun yang jelek. Dan itu juga alasan kenapa teman-temannya saat ada Mitha begitu tega mengkhianatinya. Dia benci kalau mengingat Hendrik yang membocorkan rahasia saat mereka mencoba merokok waktu kelas satu. Entah dijanjikan apa, Hendrik dengan jujurnya memberitahukan mereka sudah tiga kali mengisap rokok di atap rumah Jerry. Akibatnya dia tertangkap basah Ibunya. Dan kena marah habis-habisan. Sebaliknya Mitha dengan lembut menghampiri teman-temannya. Dia bilang tak akan mempedulikan mereka lagi kalau berani merokok lagi. Anehnya, itu manjur. Padahal, orang tua mereka sampai menjewer kuping mereka pun, mereka masih curi-curi merokok. Jerry sebenarnya ingin memberontak pada Mitha. Tapi dia takut Ibunya akan sedih. Lagipula, teman-temannya tidak ada yang berani merokok lagi. Ternyata dijauhi Mitha lebih menakutkan bagi mereka.

Angin pinggir laut yang berhembus bersama bau laut yang lama mengendap mulai tercium oleh mereka. Tempat itu kotor. Jerry dan lainnya berjalan menuju dermaga. Mereka membiarkan Andre yang mengurus kapal dan sebagainya. Dia kan anak bos tempat ini, jadi tak apa-apa.

Kosong. Tak ada satu kapal pun yang kelihatan di pangkalannya. Angin mulai mengacak-acak rambutnya yang kaku berdiri. Kemudian dia melihat Andre berjalan menghampiri. Wajahnya jelas-jelas tidak senang.

Menunggu kapalnya ke sini bisa setengah jam lagi!” ujarnya dengan nada kesal.

Lho, bukannya sudah kau urus kemarin?”

Iya. Katanya tadi ada serombongan besar orang ke sini. Mereka menyewa semua kapal. Bayarnya dua kali lipat. Papaku langsung setuju. Sudahlah. Kita terpaksa menunggu. Yang lain juga belum datang.”

Tak ada lagi yang bicara. Mata mereka mulai memperhatikan laut yang luas menghampar di sekeliling mereka. Di tengah-tengah laut, pulau Poncan yang sebentar lagi mereka datangi tampak kecil dan tenang. Suara sayup-sayup orang memanggil dikandaskan angin yang bertiup lawan arah. Barulah setelah menoleh, beberapa teman mereka tampak berjalan menghampiri mereka. Tak terlalu banyak. Mungkin tak lebih dari dua puluh. Mereka memang merahasiakan rencana mereka hari ini dari murid-murid beda kelas. Kalau tidak, tentu para senior atau murid-murid yang kurang mereka sukai akan ikut juga.

Julia mengenakan baju kaos warna putih dengan gambar Winnie the Pooh dan celana krem yang panjangnya sebatas betis. Jerry tersenyum padanya, masih tetap duduk di tempatnya. Lalu dia menoleh pada teman-teman yang tadi datang bersamanya. Sial! Makinya dalam hati. Teman-temannya terlalu menikmati memandangi betis Julia yang atletis dan seksi.

Itu! Ada kapal datang.”

Semua mata menoleh ke sana. Ada dua kapal yang datang. Barang-barang mereka segera ditumpuk mendekat. Andre berjalan menuju satu-satunya bangunan yang berfungsi sebagai kantor di dermaga itu. Tak lama kemudian dia kembali.

Ok. Kita segera berangkat begitu kapalnya tiba. Ayo siap-siap!”

Kapal yang mana? Yang putih, kelinci kecil?” tanya Lini.

Bukan. Yang warna abu-abu, tupai,” jawab Andre.

Benturan ombak mengenai tiang penyangga terdengar keras saat kapal akan merapat. Deru mesinnya untuk sesaat mengalahkan lantunan ombak menyapu pantai. Para lelaki naik dan meletakkan barang-barang. Setelah itu barulah mereka membantu yang perempuan. Cepat sekali dan mereka semua sudah berada di atas kapal. Sebagian orang harus rela berpanas-panasan karena tak mungkin semuanya menumpuk di sisi kapal yang teduh. Jerry dan teman-teman mainnya duduk di bagian tengah kapal. Sementara Julia dan beberapa teman sekelasnya duduk manis sambil bercerita tidak jauh dari tempat mereka. Dia tak tampak mabuk laut meski sebelumnya tak pernah naik kapal laut. Di sisi kapal yang teduh, Vera tetap ditemani setia kedua temannya. Ada Handriko di sana. Dia sepupu Christy, teman baik Mitha. Dulu sebenarnya cukup akrab dengan Jerry. Tapi dia orang yang suka berganti-ganti teman. Suka perintah dan gampang marah. Jerry tahu kenapa dia di sana. Kota ini kota gosip. Dan meski tak ingin tahu, dia tetap akan tahu. Handriko sedang mengejar Vera. Sebenarnya sudah cukup lama. Dan itu pasti alasan kenapa dia ikut hari ini.

Jerry menyandarkan kepala di punggung Wandy. Tubuhnya besar seperti sapi. Kalau berada di dekatnya, teman-temannya tidak mungkin habis bahan pembicaraan. Dia suka melucu. Tapi dia tak bertampang lucu dan bodoh seperti orang gendut kebanyakan. Orang mungkin berpikir berkali-kali kalau ingin cari masalah dengannya. Meski gendut, tapi otot-ototnya masih kelihatan.

Oii... Mana Yuni? Tak ikut dia?”

Tidak. Dia kan beda kelas dengan kita. Makanya tak ikut.”

Hah!? Hanya karena itu? Kau tak lihat, ada juga kan yang dari kelas A yang ikut.”

Nah, kau lihat sekali lagi. Memang mereka sering ikut-ikutan kan?” ujar Wandy sambil mengarahkan dagunya ke tempat Vera.

Memang benar. Kecuali Adrian, yang ikut selain dari kelas mereka cuma ada empat orang itu saja. Tadinya Jerry tak terlalu memperhatikan. Dia jadi tak tahu harus berkata apa sekarang.

Ah.... sudahlah.”

Kau tak tau kenapa mereka ikut?” tanya Wandy kemudian.

Kenapa?”

Vera. Mereka ikut karena Vera. Kau juga tak tau kenapa Vera ikut?”

Tak usah bertele-tele. Aku benar-benar tak tau. Kan aku tak masuk dua hari ini.”

Betul. Kau tak masuk jadi wajar kalau tak tau. Vera sudah beberapa kali menoleh ke sini,” ujar Wandy dan Jerry spontan menoleh ke arah Vera. “Nah, itu!” lanjutnya kemudian.

Benar saja. Tiba-tiba Vera menoleh ke arah mereka. Dia tersenyum. Wajahnya tampak seperempat dengan rambut tercerai berai angin. Dia ternyata memang cantik seperti kata beberapa temannya. Jerry membalas senyumnya karena merasa tak enak kalau hanya diam saja.

Boleh juga kau, Dut!”

Apanya yang boleh juga?”

Itu. Vera barusan tersenyum ke arah kau. Diam-diam dia mengagumi kau. Hahaha!”

Bodoh! Lihat baik-baik sebelum bicara. Dia itu senyum sama kau. Dari tadi aku sudah tahu.”

Huh! Kau yang bodoh. Tiga hari lalu aku sudah buat dia menangis. Mana mungkin dia masih bisa senyum samaku?”

Dua hari ini kau ke mana? Kau sendiri tadi bilang tak masuk. Kau tahu siapa saja yang menjenguk kau kan? Siapa yang dari kelas lain? Kau tahu siapa yang usul menjenguk kau? Vera!”

Untuk sementara Jerry terdiam. Angin laut terus menerpa wajahnya, membuat dia mengedipkan matanya berulang kali.

Uhm, .... paling-paling dia merasa bersalah. Bukan karena suka.”

Ya ampun. Begitu jelas, kau masih bilang bukan karena suka?”

Ah, sok tau kau. Aku tak peduli.”

Kau tak peduli? Kalau begitu kau akan membuat seorang gadis menangis.”

Siapa? Kau pikir aku suka cari masalah? Kejadian dengan Vera itu bukan disengaja.”

Kau.... benar-benar bodoh ya? Kau tak bisa menangkap isyarat dari para gadis?”

Kalau seperti Vera yang kau bilang barusan, jawabannya tidak. Aku takkan berpikir dia suka padaku.”

Kalau begitu, gadis manis yang sering tersenyum padamu?”

Siapa?”

Kau juga sering senyum dan curi-curi pandang ke arahnya,” lanjut Wandy.

Jerry terdiam dan tak bisa segera menjawab. Julia. Gadis yang sering diperhatikannya, cuma Julia. Dia menatap Wandy tapi orang yang ditatap cuma tersenyum getir.

Kenapa? Tak bisa bicara?”

.... Jujur saja. Aku suka sama dia. Tapi, aku tak yakin dia juga suka sama aku.”

Kau memang tak mengerti perempuan. Tentu saja dia tidak akan tersenyum begitu manis kalau dia tak suka.”

Kenapa kau bisa yakin? Dia sering tersenyum sama orang. Masa dia tak pernah tersenyum sama kau?”

Jerry, Jerry .... Senyumnya memang untuk semua orang. Tapi hatinya untuk kau seorang. Kau pikir aku tak tau kau pergi makan sama dia?”

Hah! Tau dari mana?”

Ya ampun! Ini kota kecil. Kau makan di rumah makan dekat rumahku tentu saja aku tau. Kau tau berapa banyak yang tak senang? Sudah banyak yang mengajaknya keluar sebelum kau. Tapi dia tak mau.”

Itu .... Aku masih tak terlalu yakin.”

Apa yang membuat kau tak yakin?”

Aku yakin, orang yang menyukai sesuatu akan berusaha meraih apa yang disukainya. Misalnya kalau mau beli baju, dia pasti akan berusaha menabung atau mencari tambahan uang untuk membelinya. Yang membuatku tak yakin, ya karena mereka tidak berusaha menunjukkan kalau mereka menyukaiku. Telpon saja tidak.”

Hahaha. Sial! Entah kau terlalu ganteng makanya berpikir itu wajar atau bagaimana. Tapi kau harus tahu. Di mana-mana perempuan itu biasanya tak mau mengakui perasaan mereka. Mereka malu kalau ketahuan.”

Kalau memang benar-benar suka, kenapa harus malu? Justru itu yang membuat aku ragu.”

Eh .... Kalau begitu aku tak bisa membantu.”

Masalah perasaan memang tak bisa dibantu kan?!”

Beberapa orang teman mereka mulai beranjak berdiri. Pulau poncan semakin dekat. Suara ombak mengikis garis pantai putih semakin jelas terdengar. Ada satu, dua, tiga kapal di dermaga. Di pantai ini airnya bersih. Dasar laut yang berpasir putih terlihat dari atas kapal. Beberapa ikan kecil berenang di permukaan. Berlarian menghindar tertabrak kapal. Kapal pun semakin mendekat ke daratan. Benturan dengan pangkalan dermaga membuat mereka sedikit limbung. Segera sesudah itu mereka bergiliran melompak ke darat.

*****

Angin sepoi-sepoi bertiup membelai helaian demi helaian daun kelapa. Menarikan rerumputan di atas pasir putih. Kesejukan yang dibawa sertanya, membuat orang lupa akan cuara gerah. Cahaya matahari ternyata tak sanggup menerobos pertahanan daun pohon kelapa yang tumbuh demikian rapatnya. Karena itu, banyak orang yang kini berlindung di bawah bayangannya. Sekelompok remaja yang sebelumnya cukup berisik kini terbuai juga. Beberapa kantong plastik hitam tampak penuh dan tersebar di dekat mereka. Itu sampah makan siang mereka. Sebelumnya wajah mereka tampak begitu kelelahan. Beberapa jam awal mereka habiskan mengelilingi pulau kecil ini. Mereka juga sempat mendaki gunung. Tapi tak jadi. Di tengah jalan mereka berhenti dan turun lagi. Jalannya masih liar dan terbengkalai. Ada beberapa jalan yang tiba-tiba hilang entah kemana. Kemudian salah satu di antara mereka ada yang terpeleset dan hampir menangis.

Jerry merasa lelah tapi tak mengantuk. Dia sudah mencoba memejamkan matanya seperti beberapa temannya. Dia menyandarkan kepalanya di atas tubuh gempal Wandy sama seperti yang lainnya. Tapi bau keringat beberapa teman di sampingnya mengganggunya. Dengan sedikit malas, Jerry akhirnya duduk dan bersandar di pohon kelapa di sampingnya. Dia meraih tas ranselnya lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebuah buku warna putih gading. Dia membuka halaman awal dan tertera sebuah nama dengan tinta hitam. Herry Limawan. Dan di bawahnya ada coretan-coretan kecil:

Hal yang paling sulit dijaga adalah kesetiaan. Apalagi tidak diketahui hasil akhirnya. Karena itu jangan terburu-buru mengikat janji setia. Sebab, hanya segelintir orang saja yang mengerti apa itu setia.

Jerry membalik kembali ke halaman sampulnya yang berwarna putih gading. San Pek Eng Tay. Judulnya yang berwarna merah tampak buram dimakan waktu. Ini memang buku lama. Ditemukan di antara koleksi barang-barang kesayangan Ayahnya. Dan setelah menjadi koleksi kesayangan Ayahnya, buku yang kini di tangannya menjadi barang berharga baginya. Dalam buku ini tertulis kisah yang menimbulkan haru. Pahit getirnya perjalanan kisah cinta. Bahkan saat maut memisahkan, mereka tetap teguh dengan perasaan mereka. Tapi kisah ini mengajarkan satu hal. Kesetiaan merupakan hal yang perlu dijaga, bahkan hingga maut memisahkan sekalipun. Karena hanya dengan kesetiaanlah cinta sejati dapat diwujudkan. Karena kesetiaannya juga, gadis yang bernama Eng Tay melompat ke dalam kubur menemani kekasih hatinya, San Pek. Di akhir cerita, sepasang kupu-kupu keluar dari makam. Tampak begitu bahagia. Orang percaya sepasang kupu-kupu itu adalah penjelmaan San Pek dan Eng Tay. Kemudian kupu-kupu dianggap sebagai simbol cinta sejati. Bukan cinta abadi. Dan memang tidak ada cinta abadi. Karena setiap orang pada akhirnya akan mati.

Jerry kemudian menutup bukunya. Lambaian daun kelapa tertiup angin menarik perhatiannya. Di pantai, angin memang berhembus tanpa runtutan yang jelas. Kadang lemah, kadang kuat. Sepanjang garis pantai tampak membara. Matahari saat ini sedang dalam puncak teriknya. Teman-temannya sudah memejamkan mata semua. Mungkin tertidur atau hanya berbaring saja. Lini berbaring mesra di dada Adrian. Sekitar dua meter dari tempatnya, Julia dan beberapa temannya berbaring membelakanginya. Jerry bisa mengenalinya dari rambut hitam panjangnya yang diikat. Dia jarang melihat Julia ikat rambut. Tapi meski rambutnya diikat, Julia tetap cantik.

Jerry mengubah posisi duduknya. Menyandarkan kepalanya di batang pohon kelapa. Kemudian memejamkan matanya. Angin yang berhembus terasa mengelus-elus wajahnya. Suara ombak menyapu pantai kemudian terdengar semakin jelas. Dia menarik napas dalam-dalam beberapa kali. Kemudian dia tertidur terbuai angin pantai.

*****

Mungkin dia yang membuka matanya paling awal. Matahari sudah tidak tegak lurus seperti tadi. Tapi sudah miring lebih dari empat puluh derajat. Dia melirik arloji di tangan Arsan yang membaringkan kepalanya di atas pantat montok Wandy. Sudah hampir jam empat. Diperhatikannya teman-temannya masih belum bangun juga.

Dut, sudah jam empat sekarang. Tak jadi berenang?”

Ternyata tubuh gempal itu bisa bereaksi cepat juga. Begitu dia menggerakkan tubuhnya, kepala-kepala yang tadinya berbaring nyaman akhirnya membuka mata. Mereka mengendorkan otot sejenak lalu lari berhamburan menuju pantai. Beberapa ada yang membuka bajunya.

Kau tak ikut, Jer?” tanya Adrian.

Sebentar lagi. Aku menyusul saja.”

Tidak tahu kenapa Jerry menoleh ke arah Julia. Dan ternyata dua biji mata yang seperti kacang almond sedang menatapnya. Mereka tersenyum bersamaan. Sama-sama tak beranjak dari tempatnya.

Kamu tak ikut berenang, Jer?”

Jerry menoleh. Ternyata itu Vera. Melvi dan Yenni berdiri di belakangnya.

Nanti saja. Aku mau temani Julia. Dia tak bisa berenang.”

Oh, ya sudah.”

Jerry menoleh lagi pada Julia. Di wajahnya tampak keheranan. Bagaimana Jerry bisa tahu dia tak bisa berenang? Tapi Julia tak berkata apa-apa. Padahal selain dirinya dan Jerry, teman-temannya sudah pergi bermain bersama ombak. Hanya ada Mina. Dia sangat pendiam. Bahkan Jerry tak ingat apakah dia pernah berbicara dengannya. Jerry kemudian mendekat ke tempatnya. Julia menatapnya lalu tersenyum.

Dari mana kamu tau aku tak bisa berenang?”

Cuma asal bicara saja. Biar dia cepat pergi.”

Kenapa dengan dia?”

Dia terlalu cerewet. Aku tak tahan kalau dia lama-lama di sini. Tapi kamu memang tak bisa berenang kan?”

Julia tersenyum dan menggelengkan kepala. Sedikit malu karena Jerry bisa menebak hal yang belum diceritakannya.

Terus, kamu kenapa tak berenang?”

Kan mau menemani kamu.”

Pipi Julia segera merona merah. Dia mengalihkan pandangannya. Dan Jerry sendiri tak tahu kenapa dia bisa semudah itu mengatakannya. Wajahnya juga tak kalah merah. Mereka kemudian terdiam beberapa saat. Baru saat Mina berjalan meninggalkan mereka, rasa malu yang tadi menyelimuti mereka segera sirna. Mungkin Mina sedang menertawakan mereka, pikir Jerry.

Kamu sudah pernah ke pantai?”

Pernah. Tapi, waktu masih kecil.”

Julia tidak menceritakan kapan persisnya. Tapi dia masih ingat betul dia pergi bersama Ayahnya. Kemudian pikirannya pun melayang kembali ke masa kecilnya. Tapi dia segera tersadar kembali dan menyadari Jerry sedang mengamatinya.

Kenapa?” ujar Julia semakin merona wajahnya. Semakin cantik.

Jerry tersenyum tipis. Tapi justru itu membuat Julia semakin salah tingkah.

Kamu tak bisa berenang berarti tak bisa bersenang-senang di pantai. Apa tak rugi?”

Rugi kenapa? Meski tak bisa berenang, aku tetap bisa bermain air.”

Alis Jerry terangkat lalu tersenyum. Dia sengaja berbuat begitu untuk menggoda Julia. Dan Julia menjadi sedikit tertantang karenanya.

Mau bukti? Tunggu dan lihat dari sini,” berkata begitu Julia segera berlari menuju pinggir pantai tempat teman-temannya kini bermain air.

Dia seperti kuda liar yang berlari dengan bebasnya di padang rumput. Tubuhnya tampak siluet terkena cahaya matahari senja. Beberapa temannya sengaja menyipratkan air ke arahnya. Dia membalas dengan menendang-nendang liar air di sekitarnya. Sebentar saja dia sudah kewalahan. Karena teman-temannya bergabung untuk menyerangnya. Dia mungkin akan ditangkap dan diceburkan bila tak segera lari. Baju dan rambutnya tampak basah. Sambil berlari mendekati Jerry, dia melepaskan ikatan rambutnya. Kilauan emas disela-sela rambutnya semakin menambah daya tariknya.

Dia tak segera duduk begitu sudah tiba di samping Jerry. Dia tertunduk dengan napas tersengal-sengal. Senyum di wajahnya kembang kempis sesuai tarikan nafasnya. Wajahnya juga tampak merah.

Kau kecapekan?”

Iya. Mereka curang. Aku dikeroyok habis-habisan.”

Tapi kamu senang. Ternyata kamu orang yang penuh semangat.”

Julia tidak segera menanggapi Jerry. Dia hanya tersenyum. Senang karena Jerry begitu memperhatikannya. Juga memahaminya.

Ya, saat ini aku hanya bisa bersenang-senang dengan cara itu. Aku kan tak bisa berenang.”

Benar. Kalau kamu sudah bisa berenang, kamu akan lebih senang lagi.”

Kamu mau mengajariku?”

Tentu. Dengan senang hati ....”

OH! Kalau begitu, aku minta petunjukmu pak pelatih.”

Hahaha. Kamu ternyata lucu juga.”

Entah kenapa Jerry merasa begitu dekat dengan Julia. Pembawaannya, semangatnya, sungguh mirip seseorang. Dia tiba-tiba teringat buku di dalam tasnya.

Jul, kamu pernah baca buku ini?”

Julia memperhatikan tulisan pada sampul buku itu. San Pek Eng Tay.

Belum. Tapi sepertinya aku pernah dengar. Ceritanya tentang apa?”

Tentang kisah cinta San Pek dan Eng Tay. Pada akhirnya mereka mati bersama.”

Ya. Aku pernah dengar. Kisah mereka tragis. Kata orang mirip Romeo dan Juliet.”

Hmm, kisah akhirnya sama-sama tragis. Sama-sama mati. San Pek Eng Tay adalah kisah cinta sejati dari timur. Terjadi sekitar abad keempat. Sementara Romeo dan Juliet, berasal dari barat. Salah satu karya besar Shakespeare di abad keenam belas. Tapi mereka punya latar belakang yang berbeda.”

Oh ya? Apa penyebab cinta mereka berakhir tragis?”

Mau diceritakan? Tapi sebaiknya kamu baca sendiri saja. Terlalu panjang soalnya.”

Boleh aku pinjam? Aku bacanya lama. Bisa berhari-hari, berminggu-minggu. Mungkin berbulan-bulan.”

Hmm, kamu kembalikan saja kalau sudah selesai. Tahun depan juga tak apa-apa.”

Oh, begitu? Kalau tak dikembalikan boleh tidak?”

Tidak boleh. Itu buku kesayanganku.”

Oh ya? Tapi buku ini sepertinya sudah lama.”

Ya. Itu dulunya punya papaku. Tapi sekarang sudah jadi milikku.”

Kalau bagus, harusnya sekarang masih ada di toko buku. Di sini ada toko buku tidak?”

Kenapa? Kamu mau beli? Sayangnya di kota sekecil ini, buku-buku sangat sedikit. Kamu tak bisa mencarinya di sini.”

Iya. Dasar kota kecil. Panas lagi. Hahaha”

Dasar, mentang-mentang dari Bandung yang besar dan dingin.”

Tapi aku suka kok di sini. Meski kecil, meski panas,” ujar Julia sambil menatap wajah Jerry.

Jerry membalas tatapannya. Beberapa detik berlalu, hingga Julia menoleh ke arah lain karena malu. Jerry melihat ke arah teman-temannya. Mereka begitu asyik bermain dengan ombak di pinggir pantai. Dia merasa matahari semakin tersembunyi oleh gunung-gunung dan pulau. Kemudian dia berdiri tegak. Mengerakkan kaki dan tangannya hingga berderak.

Yuk!” ujarnya pada Julia lalu menjulurkan tangannya pada Julia.

Julia tidak berkata apa-apa. Hanya menatapnya. Lalu dia menangkap tangan Jerry yang membantunya berdiri tegak.

Aku akan mengajarkan teknik pertama berenang,” ujar Jerry sambil tersenyum. “Dan kalau mau belajar berenang, laut pilihan yang tepat,” lanjutnya kemudian.

Julia tersenyum lalu mengikuti ayunan langkah Jerry. Tangan mereka terus berpegangan. Sama-sama tak ingin melepaskan. Suara ombak semakin jelas terdengar. Kemudian kaki mereka menginjak pasir pantai yang basah disapu ombak. Mereka berjalan bersama. Berpegangan tangan membuat mereka lebih kokoh saat dihantam ombak. Beberapa teman mereka mulai berenang mendekat ke pantai. Bergabung bersama. Memberi petunjuk terbaik kepada murid mereka, Julia.

Bersambung ke: Just For Jerry

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun