Mohon tunggu...
No Name
No Name Mohon Tunggu... -

Seorang pria

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

2XLove (I) 3: Sakit

23 Maret 2012   06:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:35 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibunya terengah-engah setelah berhasil membaringkan dirinya di atas ranjang. Willy menyeka keringat yang tidak seberapa di dahinya dengan lengan bajunya.

"Kamu jangan banyak bergerak dulu. Mama ambil obat dulu."

Willy masih tetap di dalam ruangan saat Ibunya berlalu. Dia tidak berkata apa-apa menyaksikan Jerry yang tampak tak berdaya di depannya. Kemudian dia keluar juga. Tak tahu mau berbuat apa.

Masih tak sadar sepenuhnya, Jerry menarik napasnya yang terasa begitu berat. Lampu kamar yang menyala beberapa saat yang lalu sedikit menyilaukan matanya yang sulit terbuka sepenuhnya. Sekarang sudah jam enam lebih. Langit masih cukup terang di luar. Tubuhnya terasa lengket-lengket karena dari siang belum mandi. Seragamnya yang basah karena keringat beberapa menit yang lalu mulai terasa sedikit dingin sekarang ini. Dia menoleh saat Ibunya masuk dengan nampan di tangannya. Segelas air putih dan beberapa tablet obat bersama semangkuk bubur. Rasanya semua makanan yang masuk ke mulutnya memiliki rasa yang aneh. Begitu sulit masuk ke tenggorokannya. Bahkan saat di dalam perut pun, rasa-rasanya masih ingin menghambur keluar. Jerry mengunyah hingga mulutnya tampak penuh dan menggembung.

"Cepat habiskan buburnya. Sudah itu minum obatnya." Berkata begitu, Ibunya segera menuju lemari pakaiannya. Mengeluarkan pakaian tidur dan meletakkannya di pinggir ranjang. Entah sendok yang ke berapa, tapi Jerry sudah menolak memasukkan bubur itu ke mulutnya lagi. Dan bubur itu tampak tak berkurang sedikit pun. Dia terburu-buru meraih gelas berisi air putih. Menegaknya untuk mendorong bubur di mulutnya masuk melalui tenggorokan. Ibunya diam saja melihat Jerry. Namun wajahnya tampak khawatir sekali. Dia segera menyerahkan dua tablet obat dan segera ditelan Jerry.

"Pahit!" ujar Jerry menjulurkan lidahnya keluar

"Mana ada obat manjur yang manis. Ayo, ganti bajumu."

Baju seragamnya sudah begitu kusut. Warnanya pun tidak benar-benar putih lagi. Ibunya menggulung pakaian kotor Jerry dan dibawanya keluar bersama nampan makanan tadi.

Jerry berbaring sendiri lagi. AC sudah dinyalakan dan dia tidak merasa kepanasan seperti tadi. Pikirannya masih melayang-layang. Entah apa yang ada dipikirannya, dia sendiri juga kurang mengerti. Hawa dingin yang keluar dari mesin pendingin di kamarnya menetralisir napas yang dirasakannya panas sejak tadi siang. Perlahan dia mulai memejamkan mata. Lama. Kesadaran dan alam khayalnya tampaknya menghilang pergi. Dia tertidur beberapa saat.

Jerry mendadak terbangun dan merasa perutnya tidak enak sekali. Di dalam seperti memberontak. Sedikit perih dan menendang-nendang. Tiba-tiba dia merasakan suatu tekanan luar biasa dari dalam. Bergegas dia mendobrak pintu kamar mandi hingga terbuka. Dan cairan kekuningan menghambur dari mulutnya. Huek! Suaranya tampak menderita sekali. Willy kini berdiri di depan kamarnya dan menatap dalam diam. Lalu dia segera lari turun ke bawah. Setelah muntah, Jerry merasa lebih lega. Perutnya sudah tidak menendang-nendang seperti tadi. Ibunya kemudian masuk ke dalam kamarnya bersama Willy.

"Kamu muntah? Sudah lebih baik sekarang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun