Aku tidak tahu apa yang membuatku memilih hotel ini. Mungkin karena harganya murah, atau karena lokasinya dekat dengan tempat tujuanku. Yang pasti, aku tidak menyangka bahwa hotel ini menyimpan banyak rahasia.
Saat aku masuk ke kamar nomor 13, aku langsung merasakan suasana yang aneh. Ada bau harum yang menyengat, seperti dupa atau minyak wangi. Ada juga suara gemerisik yang terdengar dari balik pintu kamar mandi. Aku berjalan mendekat, dan mengetuk pintu dengan hati-hati.
“Ada orang?” tanyaku.
Tidak ada jawaban. Aku mencoba membuka pintu, tapi ternyata terkunci. Aku merogoh kantongku, mencari kunci cadangan yang diberikan resepsionis. Tapi sebelum aku menemukannya, pintu kamar mandi terbuka dengan sendirinya.
Aku terkejut melihat apa yang ada di dalam. Di sana, ada seorang gadis berambut hitam, mengenakan gaun merah yang basah kuyup. Dia menatapku dengan mata yang kosong, dan mulutnya berdarah. Dia mengulurkan tangannya ke arahku, dan berbisik dengan suara serak.
“Tolong... aku....”
Aku mundur selangkah, dan berteriak kencang. Aku berlari keluar dari kamar, dan menabrak seorang pria yang sedang lewat di koridor. Dia menangkapku, dan bertanya dengan khawatir.
“Ada apa? Kenapa kamu terlihat ketakutan?”
Aku menunjuk ke arah kamar nomor 13, dan berkata dengan suara gemetar.
“Di sana... ada... ada....”
Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku, karena aku melihat sesuatu yang membuatku lebih kaget. Di atas pintu kamar nomor 13, ada sebuah plakat yang bertuliskan:
"Kamar ini ditutup untuk renovasi. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H