Mohon tunggu...
Hugo Indratno
Hugo Indratno Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk kebahagiaan

pemerhati pendidikan, budaya, dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan sebagai Pemikiran Terbuka

17 Desember 2021   10:43 Diperbarui: 17 Desember 2021   10:45 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca Kompasiana yang budiman, apa kabar?

Di ujung tahun 2021 ini tampaknya saya mendapatkan waktu untuk menuliskan apa yang ada di benak. Tulisan kali ini, judulnya agak berat sepertinya. Tapi jangan khawatir! Saya sebenarnya tidak seserius judul di atas. Seperti biasa, setelah membaca pemikiran saya yang tertuang di sini, saya tidak mengharapkan perdebatan. Telisik batin dan pemikiran masing-masing, siapa tahu para pembaca yang budiman akan berkata, "Iya juga, ya!"

Beberapa waktu lalu saya tergelitik kembali dengan percakapan kecil yang terjadi 10 tahun silam. Seorang teman bicara tentang institusi pendidikan yang membawa identitas agama tertentu. Saya ingat pendapat saya kala itu - dan masih sama sampai sekarang - "tidak apa-apa selama pendidikan yang disampaikan adalah pendidikan yang membuka pikiran siswanya menjadi orang-orang dengan pemikiran terbuka". Bagaimana, sudah mulai berliku-likukah kalimat-kalimat saya? Tampaknya belum.

Hal mendasar dari pernyataan saya di atas adalah bahwa pendidikan seharusnya dan memang harus, menyampaikan fakta dan mengajak yang mendidik dan dididik untuk kritis berdasarkan data dan empati yang berlandaskan logika tanpa embel-embel keberpihakan. Mengapa pernyataan itu saya lontarkan? Ada dua kekuatan di sana: yang mendidik dan yang dididik. Jadi kita mulai dari yang mendidik.

Seorang pendidik atau lebih awam kalau kita panggil guru, membawa dirinya untuk memberikan pembelajaran yang netral. Pembelajaran yang netral artinya tanpa ada keterikatan dengan identitas tertentu. Misalnya, ketika memberikan pembelajaran mengenai perbedaan ekonomi yang ada di masyarakat, tentunya berdasarkan teori dan data resmi yang ada. 

Seorang pendidik akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai perbedaan ekonomi tanpa mengajak untuk "menyerang" situasi yang ada. Mengapa demikian? Dengan mengajak kritis maka yan dikiritisi adalah yang dipelajari, bukan pihak-pihak tertentu. Hal ini mengingat bahwa apa yang terjadi sekarang adalah akumulasi, antisipasi dan keterkaitan yang tumbuh secara beda. Intinya, pembelajaran yang dibawakan atau difasilitasi adalah netral. 

Bagaimana dengan pembelajar atau yang dididik? Mereka yang dididik seringkali melakukan pola yang dicontohkan oleh para pendidik. Semakin pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dicontohkan ditanggapi dengan model debat menyerang, maka para terdidik juga akan menaikkan levelnya sesuai pemahaman yang mereka gapai. 

Apabila mereka menggapainya hanya di level rendah - meminjam taksonomi Bloom yaitu mengingat - maka ketika ingatan mereka keliru, menjadi kacau balau pemikirannya dan cenderung ngawur. Demikian juga apabila level pemikiran mereka ada di level tinggi - sintesa - tapi karena diajarkan untuk membawa identitas dan menempatkan hasil pembelajaran dari sisi identitas, maka tidak akan ada yang netral keluar dari pemikirannya. Jadi bukan pemikiran terbuka, melainkan pemikiran dengan analisa terbatas. 

Sepertinya tulisan saya di atas mulai memanaskan pikiran pembaca yang budiman untuk bertanya-tanya maksud dan tujuan saya. Senada dengan tulisan saya sebelumnya, saya akan tinggalkan Anda dengan satu pertanyaan, "Seberapa terbukanya Anda pada pandangan berbeda dan memandang perbedaan itu sebagai sebuah keniscayaan yang oleh Yang Maha Kuasa dimungkinkan?"

Baiknya Anda jawab pertanyaan di atas dengan ritual manusia yang makan untuk hidup. Anda bisa seruput teh atau kopi dan jangan lupa temani dengan kletikan kelangenan Anda. Atau, bawa ke tempat Anda ngangkring bersama Teman-Teman. Nikmat, kan? 

salam gelitik!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun