Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat untuk perawatan dan teknologi medis yang canggih. Sayangnya, meskipun terdapat kemajuan pesat, Indonesia masih sangat bergantung pada peralatan biomedis impor, mulai dari perangkat diagnostik hingga barang sekali pakai seperti sarung tangan dan jarum suntik. Ketergantungan pada pemasok asing ini memiliki implikasi yang luas, mempunyai pengaruh baik dalam sektor kesehatan maupun ekonomi.
Sistem kesehatanSeiring dengan modernisasi system kesehatan Indonesia, konsekuensi ekonomi dari ketergantungan ini semakin terlihat jelas. Biaya impor yang tinggi, tekanan pada anggaran nasional, dan kerentanan terhadap gangguan rantai pasokan global semuanya menyoroti kebutuhan untuk mengurangi ketergantungan negara pada alat-alat biomedis buatan asing. Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang dampak ekonomi dari impor teknologi biomedis Indonesia, peluang untuk produsen lokal, peran pemerintah, dan tantangan-tantangannya.
Impor Teknologi Biomedis Indonesia
Indonesia mengimpor sekitar 90% perangkat medis dan teknologi kesehatannya, termasuk hal-hal penting seperti mesin MRI, CTI scanner, ventilator, dan peralatan operasi. Pemasok terbesar teknologi ini antara lain negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Seiring berkembangnya sektor kesehatan Indonesia, kebutuhan untuk peralatan-peralatan seperti itu hanya akan terus bertambah dan terus membebankan keseimbangan perdagangan Indonesia.
Sebagai contoh, pada tahun 2023, diestimasikan bahwa Indonesia mengeluarkan sekitar USD 1,85 milliar atau IDR 27,7 kuintiliun untuk mengimpor peralatan biomedis yang berkontribusi pada defisit perdagangannya. Situasinya lebih parah saat Indonesia dalam keadaan darurat seperti pandemi COVID-19 saat rantai pasokan global terdistrupsi. Ketergantungan yang berlebihan terhadap pasokan luar ini tidak hanya membuat tekanan finansial, tapi juga mengekspos banyak kerentanan yang dapat mempengaruhi perawatan pasien dalam waktu krisis.
Dampak untuk Ekonomi
Defisit Perdagangan dan Tekanan Mata Uang
Tingginya volume dari teknologi biomedis imporr berkontribusi besar kepada defisit perdagangan Indonesia. Dalam sektor kesehatan, dengan beratnya ketergantungan pada peralatan buatan luar, adalah salah satu penggerak primer defisit ini. Akibatnya, Indonesia menghadapi kenaikan tekanan pada cadangan mata uangnya. Biaya dari mengimpor teknologi biomedis yang canggih menyebabkan negara kesulitan untuk mempertahankan neraca perdagangan yang stabil, terutama saat kebutuhan dalam sektor ini semakin bertumbuh.
Ketergantungan ini juga membuat Indonesia menjadi rentan terhadap fluktuasi pasar global dan nilai tukar mata uang. Pada saat-saat ketidakpastian ekonomi ataupun ketegangan geopolitik, rantai pasokan global dapat terganggu, menyebabkan negara kekurangan teknologi medis yang esensial. Situasi-situasi seerti ini tidak hanya menghambat sektor kesehatan, namun juga memperburuk tekanan ekonomi bagi negara.
Tekanan Anggaran Kesehatan
Beban finansial untuk mengimpor dan menjaga peralatan biomedis adalah hal yang tidak dapat diabaikan. Rumah sakit dan klinik di Indonesia sering menghadapi biaya awal yang tinggi untuk mendapatkan peralatan buatan asing. Ditambah dengan biaya pemeliharaan, penggantian suku cadang, serta pelatihan staff, penyedia layanan kesehatan terpaksa untuk mengalokasikan sebagian signifikan dari anggaran mereka untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran tersebut, yang pada akhirnya meningkatkan harga perawatan untuk pasien. Biaya yang tinggi ini membatasi akses untuk perawatan medis yang canggih, terutama di daerah-daerah yang infrastruktur kesehatannya terbatas.
Dampak pada Industri Lokal
Ketergantungan berat Indonesia teknologi biomedis impor menghambat perkembangan  industri biomedis domestik. Meskipun ada beberapa produsen lokal yang memproduksi pasokan medis teknologi rendah, produksi peralatan yang canggih seperti perangkat diagnostik, mesi-mesin medis, dan alat operasi masih sangat terbatas. Ini merupakan peluang yang terlewatkan bagi ekonomi Indonesia. Produksi lokal tidak hanya dapat mengurangi defisit perdagangan negara, tetapi juga mendorong inovasi, menciptakan lapangan kerja, dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Lemahnya sektor biomedis domestik juga berkontribusi pada fenomena brain drain di mana para profesional  dalam bidang teknik biomedis, penelitian medis, dan pengembangan teknologi mencari peluang kerja di luar negeri yang menyebabkan semakin terhambatnya perkembangan industri kesehatan lokal.
Peluang untuk Produksi Lokal
Meskipun dengan tantangan yang ada, Indonesia masih memiliki beberapa peluang untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk biomedis impor dengan cara mendorong inovasi dan produksi local. Beberapa bidang penting memiliki potensi untuk berkembang termasuk peralatan medis, alat diagnostik, dan telemedicine.
Munculnya Perusahaan Biomedis Lokal
Dalam beberapa tahun terakhir, mulai terlihat kemunculan dari perusahaan-perusahaaan lokal dan startup yang bekerja di bidang teknologi medis. Institusi-institusi ini berfokus pada memproduksi alat-alat diaagnostik, alat-alat sekali pakai, dan produk lainnya untuuk memenuhi kebutuhan sistem kesehatan Indonesia. Sebagai contoh, selama pandemi COVID-19, beberapa perusahaan telah mengembangkan alat tes COVID-19 dan alat-alat penting lainnya, membuktikan bahwa Indonesia sebenarnya bisa melakukan inovasi lokal. Dengan mendukung inoovasi-inovasi lokal tersebut dan member ikan sumber daya serta insentif yang mereka butuhkan, Indonesia dapat mulai membangun sektor teknologi biomedis yang lebih mandiri.Â
Sektor Berpotensi Tinggi
Beberapa sektor dalam teknologi biomedis memiliki potenssi yang tinggi untuk produksi lokal, yaitu:
- Peralatan Medis: Indonesia dapat lebih berfokus pada memproduksi peralatan yang Tingkat kompleksitasnya rendah hingga sedang, misalnya monitor tekanan darah, mesin ultrasound portable, dan peralatan lainnya.
- Diagnostik: Ekspansi produksi peralatan diagnostik untuk penyakit-penyakit yang marak di Indonesia seperti tuberculosis dan demam berdarah dapat membantu kebutuhan kesehatan lokal.
- Telemedicine: Sektor teknologi Indoneisa yang sedang berkembang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan telemedicine agar memperluas akses kesehatan, terutama di area-area pedesaan.
Sektor-sektor tersebut menunjukkan peluang untuk Indonesia membangun kapasitas lokal dalam bidang kesehatan.
SDM yang Bertumbuh
Indonesia memiliki stok lulusan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) kampus-kampus ternama, banyak di antaranya bersemangat untuk berkontribusi pada pengembangan teknologi baru. Institusi-institusi edukasi semakin banyak membuat program-program teknik biomedis serta bioteknologi yang dapat dijadikan pondasi yang kuat untuk perkembangan masa depan. Dengan berinvestasi dalam SDM serta memberi kesempatan untuk ilmuan, teknisi, dan peneliti untuk bekerja dalam proyek-proyek, Indonesia dapat membangun industry biomedis lokal yang lebih kompetitif, terutama terhadap perusahaan asing.
Peran Pemerintahan
Pemerintah Indonesia telah menyadari perlunya perkembangan produksi lokal teknologi medis dan telah membuat beberapa kebijakan untuk mendukung inovasi dan mengurangi ketergantungan pada impor. Upaya yang sudah ada saat ini adalah:
- Insentif Pajak untuk Startup Biomedis: Pemerintah memberikan potongan pajak serta insentif finansial kepada perusahaan-perusahaan yang mengembangkan teknologi biomedis secara domestik yand didesain untuk mengurangi biaya produksi serta mendorong inovasi lokal.
- Public-Private Partnerships (PPP): Pemerintah telah bekerja sama dengan pihak swasta untuk mendukung riset dan pengembangan (R&D) di sektor biomedis. Â Kerja sama ini menggabungkan universitas, lembaga penelitian, dan perusahaan swasta untuk berkolaborasi dalam mengembangkan teknologi.
- Investasi dalam R&D: Selain itu, pemerintah juga telah meningkatkan investasi dalam riset kesehatan dalam bentuk pendanaan pada universitas dan Lembaga penelitian.
Pendekatan Perkembangan KolaboratifÂ
Kerja Sama Internasional
Salah satu cara yang paling menjanjikan agar Indoensia dapat mengakselerasi perkembangan sektor biomedisnya adalah melalui kolaborasi internasional. Dengan membentuk kerja sama dengan perusahaaan global dan lembaga penelitian, Indonesia dapat memanfaatkan transfer teknologi, riset dan penelitian, serta perkembangan informasi. Misalnya, kolaborasi dengan Korea Selatan yang memiliki perkembangan industry biomedis yang sangat cepat, Indonesia dapat mendapatkan akses pada teknologi dan keahliannya.
Kerja sama ini juga dapat berbentuk "usaha patungan", di mana perusahaan asing mendirikan fasilitas produksi lokal di Indonesia. Hal ini tidak hanya akan mengurangi biaya impor, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan merangsang perekonomian lokal.
Public-Private Partnerships (PPP)
PPP memberikan pendekatan kolaboratif dalam mendorong kemajuan sektor biomedis lokal. Dengan mengarahkan anggaran pemerintah ke sektor swasta dan riset akademis, kerja sama ini dappat mempercepat perkembangan teknologi medis yang baru. Misalnya, kolaborasi ini dapat berfokus untuk memproduksi peralatan diagnostik dengan biaya rendah untuk daerah pedesaan.
Kesimpulan
Indonesia memiliki ketergantungan yang besar pada teknologi biomedis impor, yang berdampak negatif pada perekonomian dan industry lokal. Namun, ada kesempatan nyata untuk mengurangi ketergantungan ini dengan mendorong inovasi lokal, berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D), serta mendukung pertumbuhan perusahaan biomedis domestik. Dengan kebijakan yang tepat, kemitraan strategis, serta investasi dalam SDM dan infrastruktur, Indonesia dapat membangun sektor biomedis yang lebih tangguh dan mandiri, meningkatkan sistem kesehatan serta perekonomiannya secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H