Mohon tunggu...
Hudi Kihari
Hudi Kihari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta

saya merupakan mahasiswa Hubungan Internasional UPN Veteran jakarta. saya ingin menulis artikel jurnal mengenai isu-isu internasional, isu-isu pendidikan, dan sebagainya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Pancasila masih Relavan sebagai Ideologi dan Pedoman Hidup Bangsa Indonesia?

15 September 2024   01:01 Diperbarui: 15 September 2024   01:01 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui, bahwa Pancasila merupakan sebuah ideologi bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, Pancasila juga merupakan nilai-nilai dan pedoman hidup yang harus dimaknai dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari bagi bangsa Indonesia. Setiap sila yang terkandung di dalamnya memiliki nilai-nilainya tersendiri yang harus dimaknai dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika diperinci, terdapat nilai-nilai ketuhanan dalam sila ke-1, sila ke-2 yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai persatuan pada sila ke-3, nilai-nilai musyawarah dan mufakat pada sila ke-4, serta nilai-nilai keadilan dalam sila ke-5. Nilai-nilai tersebut tentunya mengajarkan kebaikan kepada bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Akan tetapi, apakah nilai-nilai tersebut sudah diterapkan oleh semua bangsa Indonesia? Jika kita melihat realita, masih banyak bangsa Indonesia yang melakukan hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Tidak hanya warga biasa, bahkan pemerintahnya pun, yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi rakyatnya, juga banyak melakukan penyimpangan terhadap Pancasila. Selain itu, dikarenakan nilai-nilai dan pemikiran asing yang masuk di era globalisasi ini, banyak pemikirian-pemikiran asing yang berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila yang meracuni pikiran bangsa Indonesia, terutama di kalangan muda. Lantas, apakah Pancasila masih relavan sebagai ideologi dan pedoman hidup bagi bangsa Indonesia?

Sebagai ideologi, Pancasila merupakan ideologi yang seimbang. Bila digambarkan ke dalam spektrum politik, sebuah model pengklasifikasi aktor politik, partai, atau ideologi, Pancasila berada di tengah-tengah, tidak condong ke kiri (fundamentalisme, sosialisme), ataupun condong ke kanan (liberalisme, kapitalisme). Nilai-nilai Pancasila menggabungkan nilai-nilai positif dari ideologi lain, dan tidak memihak kepada ideologi manapun (prismatik). "Pancasila ini secara ilmiah disebut dengan ideologi prismatik," ujar Prof Mahfud dalam Kuliah tamu berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C Universitas Airlangga (UNAIR) pada Senin (16/10/2023). Dalam kuliah tamu tersebut, Prof Mahfud juga memaparkan bahwa ideologi prismatik merupakan ideologi penengah antara ideologi yang saling berlawanan. "Ideologi prismatik ini adalah ideologi garis tengah dari segala ideologi ekstrem yang bertentangan, seperti ideologi negara sekuler dan negara agama," tuturnya.

Dikarenakan hal tersebut, Pancasila masih sangat relavan sebagai ideologi di zaman yang serba cepat dan dinamis ini. Pemikiran-pemikiran asing yang masuk tidak membuat rakyat Indonesia beralih dari Pancasila. Ide-ide asing tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara.  Menurut Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas, Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru. Namun, di sisi lain masyarakat Indonesia harus waspada dalam nilai-nilai baru tersebut. Apabila masyarakat tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sehingga Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, apakah semua warga negara Indonesia telah menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya? Jika kita lihat pada realitanya, masih banyak masyarakat Indonesia yang melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila. Dan penyimpangan teresebut tidak hanya sekali atau dua kali.

Sebagai contoh, banyak masyarakat yang beragama namun tidak menaati perintah agamanya dengan benar. Banyak masyarakat Indonesia yang berjudi, minum minuman keras, berzina, mencuri, dan dosa-dosa lainnya. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa transaksi keuangan yang berhubungan dengan judi online mencapai Rp 101 triliun hingga kuartal I tahun 2024. Bahkan, masih banyak masyarakat islam di Indonesia yang masih kesulitan membaca Al-Qur'an.  Menurut penelitian dari Tim Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta, angka buta huruf Al-Qur'an di Indonesia sangat tinggi, yakni hanya 72,25 persen. Menurut Ketua Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) IIQ Jakarta, Chalimatus Sa'dijah, persentase buta aksara Al-Qur'an di Indonesia sekitar 58,57 persen sampai dengan 65 persen. Sementara kemampuan membaca pada level cukup dan kurang ada pada persentase 72,25 persen. Hal ini tentu bertentangan dengan sila ke-1.

Tidak hanya itu, masih banyak pula pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia yang tentunya bertentangan dengan sila ke-2 yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Komnas HAM, pada Januari hingga Juni 2023, mereka telah menerima sebanyak 2.403 berkas pengaduan terkait dugaan pelanggaran HAM dari seluruh Indonesia. Dari total berkas pengaduan tersebut, tercatat sebanyak 1.415 kasus dugaan pelanggaran HAM dilaporkan masyarakat kepada Komnas HAM.

Selain hal tersebut, kasus intoleransi di Indonesia masih marak terjadi. Tentunya, ini sangat menyimpang dari nilai-nilai sila ke-3 yang mengajarkan tentang nilai-nilai persatuan. Penelitian dari Setara Institute menyatakan bahwa terdapat empat tren pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi sepanjang tahun 2022. Pada tren pertama, terdapat kenaikan jumlah kasus gangguan terhadap rumah ibadah, dari 16 kasus pada 2017 menjadi 50 kasus. Pada tren kedua, jumlah kasus penolakan ceramah yang juga mengalami peningkatan yang sangat pesat, yakni ada 14 kasus. Pada tren ketiga, terjadi kenaikan penodaan terhadap agama menjadi 19 kasus. Dan pada tren keempat, merupakan data provinsi yang mengalami pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan paling banyak, yaitu Jawa Timur (34 peristiwa), Jawa Barat (25), DKI Jakarta (24), Banten (11), Jawa Tengah (10), Sumatera Utara (10), Aceh (7), Kalimantan barat (7), Nusa Tenggara Barat (6), dan Riau (5).

Tambahan lagi, kasus penyimpangan demokrasi yang dilakukan oleh pemerintah juga sedang marak terjadi. Sebagai contoh, politik dinasti yang sudah mandarah daging pada Pemerintahan Provinsi Banten. Dinasti ini dibentuk oleh Chasan Sochib, yang berhasil membangun jaringan kuasa yang kuat. Walaupun anak Chasan Sochib, Ratu Atut Chosiyah telah ditangkap atas kasus korupsi, dominasi keluarga Chasan Sochib tetap berlanjut. Bahkan, keluarga tersebut memenangkan beberapa pemilihan umum di beberapa daerah di Banten dan Pilgub Banten 2017.

Dan terakhir, inilah sila yang penyimpangannya paling marak dilakukan, terutama oleh pemerintah, sila ke-5. Banyak kasus-kasus sepele yang dilakukan oleh warga biasa, justru hukumannya lebih berat dari kasus korupsi yang jelas-jelas merugikan negara. Seolah-olah hukum di Indonesia seperti bentuk fisik dari gasing. Tumpul ke atas, runcing ke bawah. Sebagai contoh, kasus I Nyoman Sukena, laki-laki berusia 38 tahun warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, yang ditetapkan sebagai terdakwa usai kedapatan memelihara empat ekor landak Jawa. I Nyoman dianggap telah melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE). Padahal Nyoman mengaku bahwa dia tidak mengetahui bahwa landak peliharaannya merupakan hewan yang dilindingi, dan ia hanya merawat landak-landak tersebut, tidak ada indikasi perdagangan hewan yang dilindungi.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun