Mohon tunggu...
Hudel Gadafi
Hudel Gadafi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Pen(t)inta tulisan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kasus Tunjangan Hari Raya 2024: Kontroversi, Implikasi, dan Anti Marjinalisasi

7 April 2024   21:11 Diperbarui: 7 April 2024   22:00 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber informasi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 1.187 kasus mengenai tunjangan hari raya (THR) yang diperoleh dari pengaduan masyarakat per tanggal 4 April hingga 6 April 2024. 

Peristiwa tersebut mengundang perdebatan di berbagai kalangan karena telah mencerminkan kompleksitas hubungan antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Sedangkan pada dasarnya tunjangan hari raya (THR) itu merupakan hak yang diamanatkan bagi para pekerja.  

Latar Belakang

Totalitas serta jerih payah para pekerja selama setahun penuh sangat cukup sebagai bukti dan kelayakan mendapat penghargaan berupa tunjangan hari raya, yang umumnya dibayarkan menjelang hari keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri. 

Namun, ketidakpatuhan pembayaran THR pada awal tahun 2024 ini menimbulkan polemik berkelanjutan, ketidakpastian, keresahan, dan kekecewaan dalam elemen masyarakat.

Kasus Kontroversial

Syarat setiap tahunnya, ketidakpatuhan pembayaran THR ini kerap terjadi dan seakan telah menjadi tradisi yang merugikan masyarakat khususnya para pekerja. Pada setiap kasusnya sering disebabkan dari hal-hal yang familiar seperti:

  • Pembayaran tak penuh, menyinggung soal kesadaran beberapa perusahaan yang membayar tunjangan hari raya (THR) kurang dari seharusnya dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
  • Di sisi lain, terdapat juga perusahaan kecil dan menengah yang kasusnya mengalami kesulitan membayar tunjangan hari raya kepada pekerja karena tekanan ekonomi yang semakin akut.

Implikasi

pinterest.com/m.kaskus.co.id
pinterest.com/m.kaskus.co.id

Dari setiap kasus yang terjadi, penundaan pembayaran THR memiliki dampak yang signifikan bagi kalangan masyarakat luas, baik kepada para pekerja maupun perekonomian keseluruhan.

  • Finansial tidak stabil, sebab penundaan atau pembayaran THR tidak penuh mengakibatkan ketidakpastian finansial bagi para pekerja, khususnya mereka yang mengandalkan THR untuk memenuhi keperluhan sehari-hari terutama kebutuhan hari raya.
  • Ketegangan social, ketidakpuasan pekerja terhadap kasus tunjangan hari raya dapat menyebabkan ketegangan sosial serta konflik berkepanjangan antara pekerja dan pengusaha. Tentunys dapat berujung mogok kerja sehingga mengganggu stabilitas ekonomi.
  • Pengawasan hukum, jumlah 1.187 kasus THR bukanlah angka yang sedikit. Berbagai kalangan menyinggung bahkan menyoroti kinerja pemerintah terhadap pengawasan hukum yang ketat dan penegakan hukum yang adil agar supaya dapat memastikan hak-hak pekerja terlindungi.

Anti Marjinalisasi

pinterest.com/i.pinimg.com
pinterest.com/i.pinimg.com

Jika ditinjau dari sudut pandang sejarah Islam, Rasulillah Muhammad SAW dalam dakwahnya memperhatikan sekaligus mengajarkan bagaimana orang yang mengalami kesusahan dapat hidup mapan dan tentram, termasuk para buruh/pekerja. 

Dalam kajian hadist dapat kita temukan kata Ajiir yang merupakan isim fail dari A-Ja-Ra yang berarti amil (pekerja/buruh). Begitu juga ujrah atau ajr (imbalan/upah) yang sering kita temykan dalam hadits. Dua kata derivasi yang menunjukkan pembelaan Nabi Muhammad SAW kepada para buruh/pekerja, seolah-olah bagian dari misi diutusnya Rasulullah adalah menjaga hak-hak buruh atau pekerja tetap terpenuhi.

Rasulullah SAW juga telah menjamin secara langsung hak-hak buruh atau pekerja. Sebagaimana yang disampaikan Ibrahim An-Nakhl bahwa Rasulullah pernah melarang mempekerjakan seorang buruh apabila tidak disertakan dengan upah/imbalan yang jelas:

Kemudian hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah saat Rasulullah berkhutbah di masjid madinah sebelum wafat:

"Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh. Maka haram baginya bau surga (haram baginya surga)."

Abu Hurairah juga meriwayatkan hadist tentang perintah Nabi SAW agar upah buruh atau pekerja diberikan langsung tanpa ditunda-tunda:

"Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering."

Secara jelas, Islam tidak selalu perihal syariat namun juga memperhatikan kesamarataan dan kesejahteraan yang disertai bukti bahwa Nabi Muhammad SAW membela hak-hak buruh, mulai dari proses pembelaan hingga pemberian upah/gaji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun