Mohon tunggu...
Nurul Huda
Nurul Huda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya Nurul Huda salah satu mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan. Mahasiswa yang memiliki andil besar di era 5.0 mahasiswa yang sadar akan keberagaman budaya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan Berkualitas: Kunci Masa Depan Bangsa yang Semakin Tersisih

20 November 2024   08:16 Diperbarui: 20 November 2024   08:17 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan salah satu pilar utama yang membentuk masa depan bangsa. Negara yang maju tidak hanya dilihat dari infrastruktur fisik atau kekayaan sumber daya alamnya, tetapi juga dari kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sayangnya, meskipun sudah lebih dari tujuh dekade merdeka, Indonesia masih bergulat dengan berbagai masalah dalam sektor pendidikan yang menghambat kemajuan. Mulai dari kualitas tenaga pendidik, keterbatasan akses bagi daerah terpencil, hingga kurikulum yang sering berubah-ubah tanpa arah yang jelas.

Isu pertama yang selalu menjadi sorotan adalah kualitas tenaga pendidik. Guru, sebagai sosok yang seharusnya menjadi teladan dan sumber ilmu, sering kali tidak mendapatkan pelatihan dan dukungan yang memadai. Di banyak daerah, terutama yang jauh dari perkotaan, kita masih menemukan guru-guru yang kekurangan fasilitas, upah yang rendah, dan bahkan tidak memiliki akses untuk mengembangkan kompetensi mereka. Ironisnya, masih banyak guru honorer yang bekerja keras setiap hari namun penghasilannya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup. Bagaimana kita bisa berharap mendapatkan generasi yang cerdas jika guru-guru kita sendiri masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka?

Selain itu, pemerataan akses pendidikan juga masih menjadi PR besar. Walaupun pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 12 tahun, kenyataannya masih banyak anak-anak di daerah pedalaman dan terpencil yang sulit mengakses pendidikan. Infrastruktur yang minim, keterbatasan transportasi, dan biaya pendidikan yang tinggi menjadi faktor penghambat. Mereka yang berada di perkotaan mungkin lebih mudah mendapatkan fasilitas belajar yang memadai, tetapi bagaimana dengan mereka yang tinggal di pulau-pulau terluar atau pegunungan yang terpencil? Jika akses pendidikan masih belum merata, maka kita hanya akan semakin memperlebar kesenjangan antara mereka yang mampu dan mereka yang tidak.

Isu lain yang tidak kalah penting adalah kurikulum yang sering kali tidak relevan dengan kebutuhan zaman. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, dunia kerja terus berkembang dan menuntut keterampilan yang lebih spesifik, seperti kemampuan berpikir kritis, adaptasi terhadap teknologi, dan kreativitas. Namun, kurikulum yang diterapkan di sekolah sering kali lebih berfokus pada hafalan dan nilai akademik. Anak-anak kita diajarkan untuk menghafal daripada memahami, mengejar nilai daripada mengeksplorasi. Hal ini membuat para siswa merasa bahwa belajar hanyalah sekadar memenuhi kewajiban, bukan proses pengembangan diri yang menyenangkan. Jika kita tidak segera beradaptasi dengan kebutuhan zaman, kita akan menghasilkan generasi yang siap bekerja di masa lalu, bukan masa depan.

Lebih jauh, perubahan kurikulum yang terlalu sering terjadi tanpa arah yang jelas juga membingungkan para guru dan siswa. Kurikulum yang seharusnya menjadi panduan pendidikan sering kali berubah mengikuti kebijakan politik yang sedang berkuasa, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi sistem pendidikan untuk benar-benar berkembang dan dievaluasi dengan baik. Bukankah lebih baik kita memiliki kurikulum yang konsisten, yang terus dievaluasi dan disesuaikan tanpa harus merombak total setiap beberapa tahun?

Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menciptakan individu-individu yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat, empati, dan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Untuk mencapai hal ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat. Pemerintah harus memastikan adanya pelatihan dan insentif yang layak bagi guru, serta menyediakan fasilitas yang memadai untuk pendidikan di daerah terpencil. Kurikulum yang diterapkan juga harus dikaji ulang, disesuaikan dengan perkembangan zaman, dan difokuskan pada pengembangan keterampilan serta karakter.

Namun, tanggung jawab ini tidak hanya terletak pada pemerintah. Masyarakat juga harus mendukung, baik melalui pengawasan terhadap kebijakan pendidikan maupun dengan aktif memberikan dukungan kepada sekolah dan para tenaga pendidik. Orang tua juga memiliki peran penting dalam memberikan dorongan kepada anak-anak untuk mencintai proses belajar, bukan hanya mengejar nilai.

Jika kita ingin melihat Indonesia sebagai negara maju, kita harus memulai dari perbaikan pendidikan. Masa depan bangsa ini ada di tangan generasi yang kita didik hari ini. Apakah kita ingin membangun bangsa yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan? Jika iya, sudah saatnya kita memberikan prioritas yang lebih besar pada pendidikan yang berkualitas dan merata. Kita tidak bisa lagi menunda; saatnya bertindak sekarang, untuk masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun