Berawal dari tagging facebook seorang teman yang menganggap saya berada di bidang Matematika, tentang guru yang menyalahkan jawaban PR matematika siswanya. Sebenarnya sejak masalah ini mencuat di medsos, saya tidak banyak ambil pusing, bahkan saat semua tokoh dan ahli matematika dari segala penjuru belahan negeriku Indonesia ini memberikan komentarnya. Saya sama sekali tak ambil pusing atau ikut komentar biar lebih panas dan seru. Saya tetap diam dan menjadi silent reader.
Bukan masalah PR itu, bukan masalah siapa yang salah dan siapa yang benar, Â bukan tentang konsep atau konteks yang membuat saya gundah. Saya sebagai guru sekolah dasar yang memang ditugasi untuk menanamkan konsep dan dasar-dasar keilmuan, merasa terlukai. Bahkan pada konsep mudah tentang perkalian yang berasal dari penjumlahan berulang, guru dibully bak maba yang baru kenal dunia kuliah, atau bagaikan tukang kayu yang amatiran, hingga dipojokkan cuma karena salah memasang paku.
Mungkin untuk masyarakat Indonesia guru bukanlah pekerjaan profesional yang tidak dapat digantikan oleh tukang sayur misalnya, atau pekerjaan yang memang memerlukan keahlian khusus. Khususnya untuk guru SD yang CUMA ngajari anak baca tulis dan hitung.
Pantaskah semua guru Indonesia yang telah menempuh pendidikan minimal 4 tahun, kemudian menjalani berbagai diklat untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi disudutkan secara berlebihan seperti ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H