Permasalahan dengan interpretasi sesuai dengan ketentuan domestik yaitu apabila interpretasi syarat domestik masing-masing negara yang menyelenggarakan P3B berbeda, hasil dari interpretasinya dapat menimbulkan pajak berganda.Â
Tentunya hal ini akan berlawanan dengan tujuan diselenggarakannya P3B. Maka, interpretasi istilah dalam P3B wajib mengedepankan interpretasi secara independen (Darussalam dan Septriadi, 2017).
Mengenai terminologi beneficial owner, terdapat negara yang memiliki pengertian dalam peraturan domestiknya. Ada pula negara yang tidak memiliki pengertian sama sekali di dalam peraturan domestiknya. Tentunya hal tersebut memberikan indikasi bahwa terminologi beneficial owner harus diterjemahkan sesuai dengan tujuan diselenggarakannya P3B, yaitu interpretasi independen terlepas dari istilah dalam peraturan domestik negara manapun (Oliver, et al, 2001).
IV. Beneficial Owner dan Kinerja Pajak
Penelitian yang dilakukan oleh Publish What You Pay Indonesia menemukan penyebab utama hilangnya potensi penerimaan negara yaitu karena terbuka peluang penghindaran pajak oleh wajib pajak. Tax avoidance tersebut diakibatkan oleh tiga penyebab utama.
Pertama, data wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang lemah atau tidak valid serta kurang update. Banyak pelaku usaha yang mempunyai bisnis serta mendapatkan penghasilan dari bisnis tersebut, akan tetapi tidak banyak informasi tentang keberadaan mereka dalam bisnis tersebut.
Kedua, terdapat praktik penghindaran pajak berganda, yang diakibatkan tidak validnya informasi. Hal tersebut mempermudah perusahaan dan pelaku usaha untuk memindahkan status penghasilannya ke negara pelabuh pajak atau tax heavens. Ada pula praktik penghindaran pajak dengan skema treaty shopping dengan memanfaatkan celah regulasi kerja sama perpajakan antar negara.
Ketiga, masih ada masalah peraturan dalam pembukaan data beneficial owner. Untuk itu, perlu adanya kebijakan terintegrasi antara data NPWP WP, data KTP, data transaksi keuangan, juga data kepemilikan perusahaan. Oleh karena itu, penerapan Single Identity Number menjadi urgensi untuk segera dilakukan dan didorong sebagai pilar dari penguatan data pembayaran pajak.
Kinerja pajak sedikitnya dapat dilihat dari nilai tax effort. Menurut Fenochietto dan Passino (2013), tax effort Indonesia hanyalah 43%. Hal ini berarti, realisasi penerimaan pajak di Indonesia seditaknya baru 43 persen dari keseluruhan potensi yang ada.
V. Contoh Kasus-kasus Beneficial Owner
1. Kasus Nazaruddin di Indonesia