Mohon tunggu...
Sholahuddin Al Madjid
Sholahuddin Al Madjid Mohon Tunggu... -

lelaki kampung, tinggal di Gresik.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sudahlah, Serahkan Terorisme ke TNI

25 September 2011   17:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:37 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

PADA sebuah kesempatan, saya bersama sejumlah teman berdialog santai dengan Sutiyoso. Di antara bahan obrolan itu adalah wacana berbagi tugas antara TNI dengan Polri. Salah satunya menyangkut penanganan bom terorisme yang masih terus mengguncang Negeri ini. Terbaru, peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Indonesia Sepenuh (GBIS), Solo. Entah sampai kapan bom-bom laknat seperti ini tidak lagi menyalak dan membunuh atau menyakiti umat manusia.

Bang Yos, demikian sapaan akrab mantan Gubernur DKI, itu menyarankan sebaiknya penanganan masalah terorisme itu ke TNI saja. ‘’Sudahlah, serahkan saja ke TNI. Biar polisi konsentrasi ke layanan masyarakat,’’ katanya dengan nada suara tegas.

Sebetulnya, wacana berbagi tugas soal penanganan terorisme antara TNI dan Polri itu bukan barang baru. Sudah banyak pihak yang menyampaikan, sejak peristiwa teror beruntun pasca bom Bali 2002 silam.

Saya juga sangat sependapat, terlepas mungkin masih adanya kekurangan, kinerja kepolisian dengan tim Densus 88 selama ini sudah sangat luar biasa. Mereka juga gigih berupaya menumpas jaringannya. Entah sudah berapa banyak teroris yang terpaksa ditembak mati, disidang, dihukum, hingga telah menjalani eksekusi mati. Kita mungkin sudah susah mengingat-ingat karena jumlahnya cukup banyak. Nyatanya, terorisme belum musnah juga.

Memang, penanganan persoalan terorisme itu bukan sebatas memberangus para pelaku aksi teror. Jaringan mereka dihabisi lantas selesai. Sangat banyak faktor munculnya radikalisme berbungkus agama itu. Namun, bisa jadi kesalahan penanganan selama ini justru kontraproduktif. Alih-alih jera, bak pepatah: Mati satu, tumbuh seribu. Jaringan mereka terus tumbuh. Bibit-bibit baru bermunculan itu sangat mungkin karena sistem pendekatan dan penanganan yang tidak tepat. Alih-alih bertobat, mereka malah terus menebar ancaman. Sasarannya hampir selalu mengarah ke provokasi antaragama.

Beberapa faktor yang berpotensi menjadi pemicu aksi terorisme itu, antara lain, buku-buku yang provokatif, dahsyat dan mudahnya arus informasi dunia maya yang tanpa sekat, hingga kesalahan para petinggi jaringan mereka dalam berdakwah. Informasi itu dengan mudah ditelan mentah-mentah tanpa saringan nurani. Kita mungkin saja bisa menghakimi bahwa penelanan mentah-mentah itu karena dilambari khasanah keilmuan dan pengetahuan yang lemah. Namun, boleh jadi mereka malah berpikiran sebaliknya sehingga muncul terminologi jihad.

Karena kompleksitas akar terorisme itu rasanya memang tidak mungkin terorisme akan habis terkikis. Tetapi dengan penanganan yang lebih tepat dan di tangan pihak yang tepat, paling tidak hantu teror itu mampu ditekan seminimal mungkin. Muaranya, masyarakat benar-benar merasakan kedamaian dan kenyamanan. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun