Pariwisata sulit bangkit jika tidak didukung oleh sumber daya manusia setempat yang sama-sama peduli. Bagaimana warga setempat memahami hospitality mulai dari tempat makan, wisata dan penginapan untuk menerima wisatawan lokal.
Pada sesi pertama diisi oleh Ahli Geologi ITB, Indyo Pratomo; Ahli Ekowisata, Prof. Harini Muntasib; dan Aktivis Lingkungan, Annette Horschmann.
Sesi pertama ini lebih menceritakan tentang Kaldera Toba: Menyambung Peradaban Zaman dan Kolaborasi Budaya, Masyarakat dan Pariwisata Toba, dibahas potensi besar Danau Toba sebagai UGG karena memiliki tiga unsur yakni geodiversity, biodiversity, culturaldiversity serta sebagai destinasi wisata super prioritas.
Sementara pada sesi kedua diisi oleh Fashion Designer, Athan Siahaan; Praktisi Kuliner Indonesia, Santhi Seraf; Ahli Budaya Batak Universitas Hawaii AS, Prof. Uli Kozok; dan Musisi, Viky Sianipar.
Sesi kedua ini lebih menarik karena bercerita dari sudut culture.
Kalau dilihat dari sudut culture. Danau Toba bukan hanya soal keindahan alam saja. Melainkan soal makanan, pun punya daya tarik. Toba punya keunikan, kalau selama ini yang membuat pedas adalah cabai, di Toba kita memiliki andaliman yang belum begitu banyak dikenal oleh orang luas.
Inilah yang dibawakan oleh Mbak Santhi Serad ketika berbicara soal Andaliman yang bisa dijual oleh Danau Toba.
Bahkan dalam membuat musik,, sosok Viky Sianipar merasa kalau kawasan Danau Toba menjadi sumber inspirasi.
Pameran UMKM
Pandemi Covid-19 ini memang berdampak ke semua sektor termasuk pariwisata dan UMKM.
Senangnya pada konferensi ini juga terdapat pameran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) produk kreatif Toba.