Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyusuri Bhumi Sambhara Budhara, Ajarkan Pengalaman Musikal Lewat Relief Karmawibhangga

14 Mei 2021   23:51 Diperbarui: 15 Mei 2021   00:52 7036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sunrise di Borobudur (sumber : www.deddyhuang.com)

Romantisme dan kesyahduan kawasan Candi Borobudur menjadi salah satu alasan kuat untuk mengenalkan peradaban budaya Indonesia ke dunia lewat musik.

***

Gemuruh penonton oleh lengkingan suara diva top dunia, Mariah Carey melantunkan suara merdu di Borobudur, Magelang. Ribuan orang datang berbondong memadati kawasan Borobudur dari berbagai pelosok.

Konser Mariah Carey di Borobudur tahun 2018. (sumber : creativedisc.com)
Konser Mariah Carey di Borobudur tahun 2018. (sumber : creativedisc.com)
Sebuah pertunjukan musik identik dengan panggung megah yang berada di dalam gedung besar. Namun, tidak untuk konser Mariah Carey membawa Borobudur ke mata artis internasional.

Candi Borobudur menjadi branding heritage untuk diketahui dunia luar, bahwa di Indonesia punya tempat semegah Candi Borobudur.

Getaran Asmara Bhumi Sambhara Budhara

Subuh di Borobudur (sumber : www.deddyhuang.com)
Subuh di Borobudur (sumber : www.deddyhuang.com)
November 2018 menjadi momen berharga bagi saya saat diundang oleh Kemenpar untuk mendampingi tamu di industri kreatif dari berbagai negara dalam rangkaian acara Wonderful Indonesia.

Sejak subuh kedua kaki ini telah berdiri diatas bukit berundak berbatu andesit yang mudah ditemukan di Pulau Jawa karena gunung api mengandung magma dan membeku dengan sendirinya.

Bersama peserta dari negara lain dalam rangkaian acara Wonderful Indonesia Kemenpar Tahun 2018 di Candi Borobudur. (sumber : www.deddyhuang.com)
Bersama peserta dari negara lain dalam rangkaian acara Wonderful Indonesia Kemenpar Tahun 2018 di Candi Borobudur. (sumber : www.deddyhuang.com)
Ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Borobudur. Sebagai candi terbesar peninggalan abad ke-9, candi ini terlihat impresif dan kokoh. Gambaran konser Mariah Carey berlatar Candi Borobudur tentunya tergambar megah.

Getaran asmara kuat dirasa di Bhumi Sambhara Budhara. Cuitan burung saling berbalas, seketika rongga paru-paru dibersihkan oleh udara yang segar. Harmoni yang tenang ketika dapat memandang Borobudur dari dekat.

Borobudur Tak Pernah Berbunyi

Sejumlah penelitian telah dilakukan sejak penemuan Borobudur menjadi bahan bacaan yang selalu menarik. Candi ini menjadi pusat peziarahan keagamaan pada masanya hingga sekarang.

Tak menduga perjalananku bisa menginjakkan kaki di atas bangunan candi yang menjulang setinggi 35 m dengan luas 2,500 m, berada di puncak bukit di Magelang, Jawa Tengah. Ufuk hampir menghilang, sayup-sayup kabut pagi pun mulai menipis pergi.

Bhumi Sambhara Budhara bermakna sepuluh tingkatan kebajikan bodhisatwa dalam bahasa Sansekerta, adalah nama yang dipercaya sebagai sebutan asli untuk candi ini.

Transformasi Lintas Waktu

Stupa Buddha di bagian level atas candi. (sumber : www.deddyhuang.com)
Stupa Buddha di bagian level atas candi. (sumber : www.deddyhuang.com)
Pernahkah mendengar mitos, kalau berkunjung ke Borobudur pertama kali coba sempatkan mencari patung Budha. Rasakan kulit bersentuhan dengan batu andesit. Konon, apa yang kita harapkan bisa dikabulkan.

Desain Borobudur representasi ajaran Buddha dalam tiap aspek. Butuh waktu dua jam untuk saya mengelilingi seluruh bangunan dari tiga zona. Mulai dari bagian kaki yaitu zona pertama, hingga zona tertinggi.

Informasi yang saya peroleh, terdapat sekitar 1.460 panel relief terpahat di dinding candi. Menceritakan ajaran Buddha seperti hukum karma maupun jataka.

Jika kita mengambil waktu tenang akan melihat gambaran elemen sosial masyarakat Jawa pada zamannya dengan cukup detail.

Bagaikan sebuah album foto lama yang terbuat dari batu, rasa keingintahuan mendorong untuk mengikuti setiap alur cerita yang terpahat di relief. Saya pun berjumpa dengan stupa-stupa Budha kecil yang sungguh indah ukirannya. Diikuti melihat relief-relief bercerita sepanjang yang saya jumpai.

Semiotika Musik pada Relief

Jalan setapak disekitar lorong panel. (sumber : www.deddyhuang.com)
Jalan setapak disekitar lorong panel. (sumber : www.deddyhuang.com)
Relief pada Candi Borobudur seolah bisu tak berbunyi. Bangunan suci bercorak keagamaan Buddha ini tidak diragukan merupakan suatu mandala yang direpresentasikan berupa tingkatan sebagai sarana bermeditasi.

Komponen lingkungan yang digambarkan pada panel relief terlihat menarik. Saya berjalan kecil mengelilingi lorong menikmati panel relief yang dipahatkan pada dinding candi dan pagar langkan. Tak ubahnya seperti kitab suci keagamaan yang digambarkan dalam bentuk objek lingkungan kehidupan manusia pada masa Jawa Kuno.

Panel berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang bervariasi. Posisi paling bawah, yaitu tingkat kamadhatu pada kaki candi adalah relief Karmawibhangga. Relief Karmawibhangga saat ini dapat dilihat hanya pada sisi tenggara candi.

Relief yang Tersembunyi

Banyak literasi tentang relief Karmawibhangga dipahatkan berdasarkan kitab Mahakarmawibhangga. Kitab ini berisi tentang hubungan sebab akibat dalam kehidupan manusia.

Bernet Kempers (1976) berpendapat relief Karmawibhangga adalah gambaran yang sebenarnya dari kehidupan sehari--hari masyarakat Jawa Kuno khususnya pada abad 8 - 9.

Adegan pada panel relief tersebut menyimpan banyak informasi. Di antaranya mengenai flora dan fauna, lingkungan alam, bentuk pakaian dan status sosial, alat musik, alat upacara, alat transportasi, arsitektur bangunan, peranan wanita, senjata, payung. Informasi tersebut mengarahkan kita pada teknologi dan kearifan budaya masyarakat Jawa Kuno terhadap lingkungan.

Hingga alasan penutupan rangkaian relief Karmawibhangga masih dijadikan misteri. Menyisakan pertanyaan mengapa ada simbol alat musik pada relief Karmawibhangga notabene bercerita hukum karma?

Faktanya musik termasuk aktivitas kesenian, baik kesenian musik maupun tari masuk dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa kuno sejak lama.

Rekonstruksi Alat Musik Dari Relief Candi

Relief yang terdapat pada panel candi. (sumber : www.deddyhuang.com)
Relief yang terdapat pada panel candi. (sumber : www.deddyhuang.com)
Setidaknya ada 10 panel relief Karmawibhangga menggambarkan penggunaan 4 jenis alat musik, yaitu jenis idiophone (kentongan dan kerincingan), membranophone (gendang, kentingan), chordophone (alat musik dawai/senar petik dan gesek), dan jenis alat musik aerophone (alat musik tiup).

Dari hasil gambar, terlihat dengan jelas alat musik yang digunakan bermacam-macam. Ada yang berdawai dan dipetik dengan jari. Ada 2 gambar alat musik tiup yang memiliki bentuk sangat khas. Selain ada juga alat musik semacam suling.

Oleh karena keagungan Borobudur ini muncul ide perekonstruksian alat musik yang ada pada relief Karmawibhangga. Meskipun berada pada masa kemajuan pesat teknologi, pada kenyataannya banyak seniman yang tergugah untuk mengangkat seni ini seperti Dewa Budjana dan kawan-kawan.

Upaya perekonstruksian diwujudkan melalui kajian penandaan visual pada relief Karmawibhangga, menciptakan lagu, dan diakhiri dengan sebuah pementasan.

Sesi "Sound of Borobudur" yang membuat Borobudur mengeluarkan "bunyi tersembunyi". Dilahirkan pada perpaduan alat musik yang dibuat berdasarkan di relief Karmawibhanga.

Sebagai alat musik yang konon riil ada, berdasarkan bentuk dan cara memainkannya. Awalnya baru 3 alat musik yang berhasil diciptakan, tanpa tahu jenis alat musik seperti apa yang digunakan oleh nenek moyang dulu. Sekarang mereka berhasil merekonstruksi sebanyak 18 instrumen dawai dari kayu, 5 instrumen dari gerabah, dan satu buah instrumen idiophone yang terbuat dari besi.

Borobudur Memanggil

Perspektif lain melihat Candi Borobudur. (sumber : www.deddyhuang.com)
Perspektif lain melihat Candi Borobudur. (sumber : www.deddyhuang.com)
Tokoh Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari kota Situbondo, mendapatkan kepercayaan dan amanah dari tim Jaringan Kampung Nusantara. Dia mewujudkan kembali secara fisik tiga buah alat musik dawai replika, yang bentuknya terpahat di relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151.

Alat musik diciptakan secara imajinasi setelah melihat relief Borobudur. Dawai dibuat dengan bahan dasar kayu jati yang berusia minimum 80 tahun. Perwujudan kekhasan kayu jati sebagai kayu asli Indonesia dengan ukiran teratai pada kepala Gasola dan Gasona. Teratai dianggap sebagai altar suci untuk mendengar suara batin atau nurani.

Hati Bergetar oleh Padma Swargantara

We are the sound of Shambara, vibes from Nusantara. We're the flowers of Shambara, Padma Swargantara. Metta Chakra Soumna Patta. Metta Chattra Soumna Parya. Metta Dhamma Soumna Dayya. Metta Charya Soumna Ghra. ~Lirik Padma Swargantara

Kehidupan peradaban manusia tidak terlepas dari hiburan. Kemeriahan pertunjukan seni dengan berbagai musik dan instrumen pendukungnya diabadikan dalam relief Candi Borobudur. Dalam bentuk yang sederhana, bahwa melalui musik seluruh pemikiran, daya cipta, dan perasaan dituangkan.

Relief cerita Karmawibhangga Candi Borobudur (Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)
Relief cerita Karmawibhangga Candi Borobudur (Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)
Ada hal yang menarik dari relief Karmawibhangga No 39 yakni penggambaran relief pertunjukan musik yang dibawakan oleh sekelompok pemusik keliling untuk menghibur bangsawan yang duduk di atas singgasana bersama istrinya.

Pertunjukan musik tampaknya telah ada sejak lama. Ada gambaran warga desa yang menyaksikan tampak bergembira dengan menari dan bertepuk tangan. Sehingga kehadiran alat musik tampaknya memiliki makna seperti alunan komposisi "Padma Swargantara" yang digarap oleh Dewa Budjana dan Trie Utami. Lirik lagu dengan tambahan komposisi bernuansa spiritual sebagai bentuk produk akhir rekonstruksi relief Karmawibhangga.

Padma merupakan nama lain dari bunga teratai. Bunga teratai merupakan bunga yang digunakan untuk menggambarkan kesucian oleh Buddha. Sedangkan Swargantara adalah Nusantara.

Instrumen Dawai Karmawibhangga karya Ali Gardy, sebelum dipasang dawai. (sumber : https://japungnusantara.org/)
Instrumen Dawai Karmawibhangga karya Ali Gardy, sebelum dipasang dawai. (sumber : https://japungnusantara.org/)

Lagu ini pun dimainkan dengan tiga buah alat musik dawai replika yang berhasil dibuat, di antaranya diberi nama Gasona (relief 101), Solawa (dawai dari relief nomor 151), dan Gasola (relief nomor 125).

Melihat tayangan streaming di Youtube, kita seakan ditarik ke masa lampau. Walau nanti pesan yang dimuat dalam suatu karya seringkali akan ditangkap sedikit berbeda atau bahkan sangat berbeda bagi penikmatnya.

Ada makna optimisme yang dipertebal dengan penekanan di nada-nada tertentu dan melodi utama vokalis yang dirangkap oleh gasola. Saya menangkap irama musik yang berubah menjadi rancak, mengundang keinginan pendengar untuk menari.

Cerdasnya peralihan musik diberi perbedaan nada dasar untuk sekaligus memberi kesan perubahan suasana yang drastis klimaks. Memberi makna dalam menghibur diri dengan musik tidak boleh berlebihan, melainkan dialihkan pada rasa syukur. Bunyi seruling pada sajian musik rekonstruksi memberi efek suasana keindahan, kelembutan, kebahagiaan kekal, dan kesakralan. Demikian pula dengan Gasona dan Solawa yang digunakan untuk menghadirkan suasana religi pada karya Padma Swargantara.

Jenis alat musik berdawai. (sumber : https://soundofborobudur.org)
Jenis alat musik berdawai. (sumber : https://soundofborobudur.org)
Jenis alat musik yang berhasil direplika. (sumber : https://japungnusantara.org/)
Jenis alat musik yang berhasil direplika. (sumber : https://japungnusantara.org/)

Urutan permainan musik dimulai dari irama ritme kendang, diikuti dengan seruling, tiga dawai Karmawibhangga, dan kombinasi musik lainnya.

Kendang digunakan sebagai awalan lagu mengikuti urutan yang ada pada relief dimana kendang menjadi interpretasi sebagai alat menarik perhatian orang banyak.

Musikal ini menafsirkan Sound of Borobudur mengenai keteraturan hidup, roda perputaran hidup yang seringkali dialami manusia dari masalah sederhana hingga masalah yang rumit namun tetap dapat dilalui dengan harmonis.

Pikiran Penutup

Mengamati relief candi Borobudur dari dekat. (sumber : www.deddyhuang.com)
Mengamati relief candi Borobudur dari dekat. (sumber : www.deddyhuang.com)
Mungkinkah kita dapat melihat sekilas masa depan dari zaman Borobudur?

Kalau saja Raffles tidak berminat pada sejarah dan kebudayaan Indonesia, mungkin Candi Borobudur masih diliputi kegelapan. Saat alat musik yang ada pada panel relief Borobudur telah dibunyikan, maka dunia akan memasang telinga pada seruan indah yang datang dari bumi Nusantara. Suatu peninggalan leluhur yang berharga.

'Bunyi' dari Borobudur yang mengekspresikan memiliki rasa semangat, optimis, dan khidmat.

Dari pengalaman musikal ini, saya yakin Borobudur adalah sebuah peradaban yang harus dilestarikan. Maka, layaklah disebut Borobudur pusat musik dunia. Berandai-andai saja, bila esok akan ada diva musik top dunia selain Mariah Carey yang tampil berlatar megahnya bangunan Candi Borobudur. Bangga!

Seperti kata Trie Utami, "Ketika sebuah bangsa sudah bisa memainkan alat musik, artinya bangsa itu sudah cerdas."

Saya rindu kembali ke Borobudur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun