Hidup seakan tidak ada tujuan hidup, bingung tak tahu bagaimana.
Lain halnya cerita Zulia Mahendra, putra sulung Amrozi, saat bertemu langsung dengan Garil dan sang ibu. Berkaca dari sisi Zulia sebagai korban yang dia pun tidak tahu apa yang dilakukan oleh ayahnya bersama teman-teman. Bertahun-tahun merasa seperti "sampah" karena dijauhi masyarakat, kesulitan mencari kerja, dan merasakan depresi.
Saya seperti terseret oleh emosi membayangkan Zulia berjumpa dengan Garil. Dua orang anak korban yang mungkin tidak mengetahui apa-apa.
Satu terbebani oleh rasa bersalah ayahnya, dan satu lagi terbebani sebagai korban. Dua orang ini pula mengalami situasi yang sama-sama berat selama 17 tahun, kehilangan sosok figur ayah.
Titik temu nasib anak korban bom bali dan putra mantan teroris ini membuat saya memaknai bahwa butuh hati yang sangat sangat lapang untuk dapat memanfaatkan. Rasa memanfaatkan yang tulus dan niat untuk bertobat mudah-mudahan dapat diterima oleh Tuhan. Saya tahu memaafkan itu berat, tak semudah membalikkan telapak tangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H