Ketika kecil saya tahu angpao setiap tahun baru imlek. Dalam sebuah amplop kecil berwarna merah ada selembar uang yang bisa saya pakai untuk jajan atau beli mainan. Setiap datang ke rumah keluarga, amplop merah itu selalu saya nantikan selain menikmati kue kering, minuman soda dan pempek.
Istilah bagi kami orang Tionghoa, memberikan angpao bagi orang khususnya anak kecil semacam tradisi turun temurun. Entah dari kapan tradisi ini ada namun dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa senang di hari lebaran. Orang yang nantinya mendapatkan 'angpao' didoakan mendapatkan limpahan berkah dan rejeki. Buktinya dengan senyum melengkung menghiasi wajah mereka.
Setelah usia dewasa, tentu saja saya sudah tidak mendapatkan angpao tersebut karena sudah dewasa dan bisa mencari uang sendiri. Walau sesekali saya kadang masih dikasih karena dianggap saya belum menikah. Ya, salah satu tradisi mendapatkan angpao adalah dia belum berkeluarga. Ada rasa senang ketika membuka amplop merah yang berisikan uang.
"Enak nih dapat duit angpao," seru saya ke ibu.
"Iya tapi kan sama aja harus kasih ke mereka juga yang kasih ke kamu," jawab ibuku.
Setelah dipikir memang benar, saat kita memberikan uang THR ke anak kecil, kita sudah harus memikirkan berapa rupiah yang akan kita kasih. Biasanya ibu akan tanya ke saya berapa rupiah yang dikasih oleh keluarga A, B dan C. Â Nantinya ibu juga akan memberikan dengan nominal yang sama ke anaknya. Beruntung kalau anak-anak mereka hanya satu atau dua orang. Coba bayangkan kalau jumlah anaknha ada lebih dari 2. Butuh berapa banyak rupiah yang harus dikasih. Rugi bandar dong? Tentu saja.
Tetapi saya juga pernah melihat kalau orang membagikan amplop agak besar dari yang dikasih semata-mata oleh karena gengsi. Supaya  terlihat nilai nominal kita lebih besar dari yang memberi dan pastinya gengsi.
Saya sendiri baru mengenal salam tempel amplop putih ketika masih SD. Saat itu melihat teman-teman merayakan idul fitri kemudian saya pun bertanya apakah mereka juga mendapat uang amplop? Rata-rata mereka menjawab iya. Kemudian, uang yang sudah berhasil dikumpulkan biasanya akan langsung mereka masukkan dalam rekening tabungan khusus anak kecil. Saya termasuk salah satu nasabah yang membuat rekening tabungan khusus anak sekolahan tanpa dikenakan biaya tambahan.
Bagi sebagian orang memberikan amplop putih atau salam tempel bisa saja diartikan sebagai bentuk suka cita lebaran yang ingin mereka bagikan untuk anak kecil. Walau nominalnya tidak harus besar tapi sebagai simbolis ada baiknya uang tempel itu diperlukan.
Namun bagi kalian yang berpikir salam tempel tidak diperlukan karena tidak mendidik anak kecil. Sebenarnya ada cara lain untuk mendidik anak mengenai pemberian uang lebaran.
Misalnya :
1. Memberikan hadiah
Biasanya teman-teman saya jika tidak memberikan uang, mereka akan membelikan barang-barang kesukaan anak kecil misalnya baju atau mainan.
2. Mengadakan lomba
Dalam satu keluarga banyak anak kecil, biasakan membuat lomba-lomba kecil untuk menghangatkan suasana di rumah. Hadiah-hadiah kecil tersebut bisa diberikan bagi mereka sekaligus "amplop putih"
3. Mengajak jalan-jalan
Ada juga sebagian keluarga yang lebih memilih untuk mengajak anak-anak mereka untuk rekreasi sebagai bentuk tabungan dari uang lebaran yang mereka terima. Dulu waktu saya masih mendapat uang lebaran saya akan mengumpulkan uang untuk pergi jalan-jalan.
Kalian dapat mencari ide-ide lain untuk berbagi dengan kerabat yang masih kecil apabila salam tempel bukanlah tradisi di keluarga kalian. Salam tempel layaknya satu tradisi lebaran yang paling dinantikan anak kecil, ketika mereka tersenyum itu adalah bentuk kebahagiaan kecil bagi mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI