Harta dan jabatan yang diberikan Allah sudah seharusnya kita syukuri. Sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, bergelimangan harta hendaknya menjadikan sifat kedermawanan manusia meningkat dengan sedekah, infak, dan zakat. Rasa syukur tersebut tidak seharusnya dipamerkan ke publik. Begitu juga dengan jabatan yang merupakan amanah Allah.
Namun dengan kemajuan teknologi banyak yang memamerkannya di media sosial. Hampir setiap hari saya melihat ada saja orang yang pamer kekayaan di Facebook (FB).
Bahkan ada seorang perempuan yang pamer jabatan suaminya dan harta bendanya hampir setiap hari.
Melihat hal seperti itu saya bukan iri, tapi justru merasa malu sendiri. Memang, semua itu adalah hak dia. Dan tidak ada satu orang pun yang berhak melarangnya.
Dari menu makanan setiap hari, jalan-jalan dengan wisata kulinernya, mobil, rumah mewah, dan lain-lain dia pamerkan sebagai status FB. Juga pemberian bantuan atau sedekah pada orang lain.
Pernah suatu saat ada teman yang menegurnya lewat komentar pada statusnya, dia komentar balik panjang lebar dengan nada tinggi. Rupanya dia tidak terima dengan komentar teman yang bermaksud mengingatkan supaya sedekah tidak harus dipamerkan.
Kejadian itu berujung pemblokiran akun teman yang mengomentari tersebut. Dampaknya pertemanan jadi putus.
Setelah ditelisik, ternyata orang yang suka pamer kekayaan tersebut karena sebelumnya orang biasa yang bisa dikatakan kekurangan ekonomi. Dari suami pertamanya dia hidup menderita. Lalu bercerai dan mendapatkan suami yang punya jabatan dan banyak harta.
Pepatah jawa "kere munggah mbale" (orang yang semula miskin tiba-tiba menjadi kaya) dibuktikannya dengan kesombongan. Tiada hari tanpa pamer. Dan entah apa motivasinya.
Sayapun sejak kejadian teman mengomentari teman masa bodoh dengan perilaku orang yang suka pamer. Mau mengingatkan, salah-salah malah diserang balik.