10 November 1995, pahlawan kecilku lahir dari rahimku. Detik-detik perjuangan melahirkan hampir menyerah lantaran sudah waktunya bayi kecilku lahir tapi masih bertahan di rahimku. Lima menit lagi jika tidak keluar maka disarankan untuk ambil tindakan operasi caesar. Bersyukur, hanya hitungan detik aku berusaha sekuat tenaga untuk melahirkan anakku setelah proses beberapa jam sebelumnya.
Tepat di hari pahlawan bersama terbitnya matahari anakku terlahir sempurna, menambah kebahagiaan rumahtanggaku.
Tahun berganti tahun, anakku menginjak usia masuk TK. Namun tak mau sekolah karena dia berpikir sekolah TK hanya nyanyi-nyanyi. Akhirnya terpaksa dimasukkan SD. Tanpa bekal apapun, karena belum tahu huruf abjad sama sekali.
Hari pertama masuk SD, dia minta ditunggu dan ngga mau ditinggal. Ketika waktunya masuk ruang kelas, anakku tidak mau masuk. Aku bujuk dengan cara apapun tetap pegangan bajuku dan ngga mau masuk kelas.
Hari kedua dia mau masuk kelas dan duduk, tapi perhatiannya selalu ke arahku yang berdiri di luar melihat dari jendela.
Hari ketiga dia minta pindah sekolah karena temannya ngga ada yang kenal, begitu alasannya. Di sekolah yang baru hanya berangkat sehari dengan alasan ngga betah. Besoknya balik lagi ke sekolah yang pertama, hingga beberapa minggu minta ditunggu.
Suatu hari, pak guru wali kelas menghapus tulisan yang ada di papan tulis karena mau buat menulis pelajaran yang lain. Lucunya, hasil tulisan anakku yang ada di bukupun ikut-ikutan dihapus oleh anakku. Terang saja sampai di rumah ngga dapat tulisan apapun. Setelah aku jelaskan baru besoknya ada hasil catatan.
Semester pertama, karena awal masuk sekolah belum tahu apa-apa akhirnya nilai rapor banyak yang merah. Anakku justru merasa senang dikira ada tulisan angka merah itu menarik, eh dengan bangganya dihitung dan ditunjukkan sama teman-temannya. Setelah aku jelaskan dan memahami, anakku mulai semangat belajar untuk mencapai nilai yang bagus. Semester kedua sudah ngga ada angka merah lagi. Hingga lulus SD mendapat ranking bagus dan masuk ke SMP negeri.
Ketika masuk SMA, anakku minta ijin bandel dan berjanji kelas tiga mau berhenti ngga bandel lagi. Sebagai orang tua, aku mengijinkan tapi dengan batasan-batasan tertentu. Hari-hari dilalui dengan lancar, anakku ngga pernah bolos sekolah ataupun minggat. Kenakalannya hanya sebatas merokok bareng teman-temannya. Juga terkenal reseh dan suka iseng. Pernah suatu hari saat ruang kelas lain sedang ujian dia memutus saluran kabel listrik yang sedang digunakan. Buntutnya aku dipanggil pihak sekolah karena keisengannya. Sejak itu anakku sudah tidak reseh lagi, dan belajar tekun. Nilai ujian bagus, lulus dengan membanggakan orang tua.
Masuk perguruan tinggi negeri, ambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Minggu pertama tinggal di tempat kos, karena segalanya dilakukan sendiri, mencuci pakaian, beli  makanan, akhirnya jatuh sakit. Sebagai seorang ibu aku kepikiran mendengar anak sakit dan langsung berangkat ke Jogja. Rasanya waktu berjalan lambat sekali, perjalanan dari Purwokerto ke Jogja benar-benar membutuhkan kesabaran karena kepikiran anak yang sedang sakit sendirian.
Beberapa hari aku dan suami menunggu anak di tempat kos. Setelah sembuh dan dibujuk dengan alasan bapaknya harus dinas, anakku mau ditinggal pulang.
Baru seminggu di rumah, anakku kembali sakit dan aku langsung berangkat sendiri ke Jogja lagi.